GWM Turun Likuiditas Bank Bertambah Rp 25 T, Apa Cukup?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
21 June 2019 15:43
Dengan demikian suntikan likuidasi dari BI hanya setara 56,52% dari total kredit baru yang diberikan bank umum tiap bulannya.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) menghasilkan keputusan sesuai konsensus pasar, yaitu mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI Repo Rate) di level 6%.

Meskipun, BI Repo Rate tidak turun, BI masih mempunyai jurus lain untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi domestik dengan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin (bps).

Mulai 1 Juli 2019, GWM bank umum turun menjadi 6%, sedangkan bank syariah  turun jadi 4,5%. Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pemangkasan GWM akan menyuntikkan likuiditas sebesar Rp 25 triliun.

Sebagai informasi, GWM adalah salah satu instrumen moneter atau makroprudensial untuk mengatur uang beredar di masyarakat yang dapat berimbas pada laju inflasi. Jika GWM dinaikkan tujuannya adalah untuk mengurangi kapasitas kredit bank. Sebaliknya, jika diturunkan, tujuannya untuk menambah kapasitas kredit perbankan.

Keputusan tersebut tentu menjadi kabar yang melegakan bagi perbankan. Pasalnya, perbankan akan mendapatkan tambahan likuiditas dalam jumlah besar. 

Maklum, sejak awal tahun loan to deposit ratio (LDR) industri perbankan selalu anteng di kisaran 94%, dimana ini merupakan nilai tertinggi alam 10 tahun terakhir dan lebih tinggi dari batas atas BI 92%. Rasio LDR Bank BUKU III bahkan mencapai lebih dai 101%, melansir laporan Statistik Perbankan Indonesia Edisi April 2019.

LDR yang tinggi ini menunjukkan kondisi likuiditas yang ketat. Likuiditas yang dikelola bank hanya tinggal 6% lagi. 94% dana masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) yang dikumpulkan telah disalurkan menjadi kredit.

Lalu apakah gelontoran likuiditas ini akan mampu menggenjot kredit perbankan untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi tahun ini di kisaran 5%-5,4%?

Sejatinya penambahan likuiditas Rp 25 triliun untuk industri perbankan Indonesia yang memiliki setidaknya 115 bank umum dengan total aset mencapai Rp 8.119,6 triliun, belum tentu tepat sasaran. Data tersebut melansir Statistik Perbankan Indonesia Seri April 2019.

Terlebih lagi, melansir laporan yang sama, dalam satu tahun terakhir (April 2018-April 2019) jumlah kredit yang diberikan bank umum mencapai Rp 44,23 triliun tiap bulannya. Dengan demikian suntikan likuidasi dari BI hanya setara 56,52% dari total kredit baru yang diberikan bank umum. 

Patut diingat, proporsi tersebut di luar jumlah kredit baru yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang ada di kisaran Rp 1 triliun.



Nilai negatif menandakan jumlah kredit yang dicairkan lebih kecil, di mana hal ini salah satunya dikarenakan korporasi tidak banyak mencairkan kreditnya karena sedang melakukan konsolidasi yang biasa dilakukan pada akhir tahun dan awal tahun.

Penurunan GWM belum tentu merangsang permintaan kredit. Sekarang ini permintaan kredit tidak cukup tinggi. Ekonomi melemah. Dunia usaha memilih menahan diri untuk ekspansi usaha.

Perlu kebijakan yang lebih untuk mengatasi pelemahan ekonomi. Salah satunya dengan menurunkan suku bunga acuan.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(dwa/dwa) Next Article 'Bunga Acuan BI Bakal Bertahan di Level 6% Sepanjang 2019'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular