
'Sedikit' Longgar, BI Pakai Senjata GWM Bukan Suku Bunga
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
20 June 2019 14:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%. Di tengah tekanan untuk menurunkan bunga acuan, BI tetap keukeh mempertahankannya.
Namun, ada langkah yang tidak terduga. Bank sentral di bawah kendali Perry Warjiyo dan Anggota Dewan Gubernur lain menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM).
"Untuk menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam pembiayaan ekonomi, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 6,0% dan 4,5%, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0%, berlaku efektif pada 1 Juli 2019," kata Perry di Gedung BI, Rabu (20/6/2019).
Perry menerangkan, pertumbuhan kredit pada April 2019 tercatat 11,1% (yoy). Sayangnya, angka tersebut menurun dibandingkan dengan pertumbuhan kredit Maret 2019 sebesar 11,5% (yoy). Perry mengatakan sikluls kredit belum optimum.
"Siklus kredit yang berada di bawah level optimum dan terdapatnya potensi peningkatan kredit memungkinkan berlanjutnya kebijakan makroprudensial akomodatif. Bank Indonesia memprakirakan kredit perbankan 2019 berada pada kisaran 10-12% (yoy) sedangkan DPK tumbuh dalam kisaran 8-10%," terang Perry.
Atas dasar itu, BI menggunakan instrumen GWM. Saat ini kondisi likuiditas perbankan memang cukup ketat, hal terlihat dari rasio intermediasi atau loan to deposit ratio (LDR) di level 94%.
"BI akan terus cermati perkembangan ekonomi global dengan pertimbangan penurunan suku bunga dengan rendahnya inflasi dan dorong pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.
Ia menambahkan penurunan GWM 50 bps akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 25 triliun.
"Maka dengan penurunan GWM maka tambahan bank Rp 25 triliun dan pertumbuhan kredit ke batas atas 10-12%. Selama ini kita sudah tambah [likuiditas] melalui operasi moneter (OM) dan tergantung preferensi masing-masing bank. DPK semua bank akan naik 0,5%," jelasnya.
Penurunan GWM akan membuat bank memiliki likuiditas lebih untuk menggenjot kredit. Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi diharapkan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik lagi.
Wisnu Wardana, Analis Bank Danamon mengungkapkan, arah kebijakan BI merupakan sinyal kuat perubahan kebijakan moneternya.
"Kebijakan moneter lebih longgar terlihat setelah penurunan GWM yang notabene merupakan instrumen moneter," kata Wisnu.
Wisnu berpandangan, stabilitas neraca pembayaran harus diprioritaskan sebelum adanya pelonggaran secara menyeluruh. "Pemulihan ekspor masih lemah, dan terbatas apalagi jika bunga diturunkan," katanya.
Seorang praktisi perbankan yang dikonfirmasi CNBC Indonesia mengatakan sebenarnya, perbankan dan pasar modal sudah sangat menantikan turunnya suku bunga.
Menurutnya, likuiditas tetap ketat dengan berbagai kebijakan makroprudensial BI, yang sejauh ini dampaknya dirasa cukup minim.
"Saya juga ragu apakah kebijakan GWM bisa benar-benar menstimulus perekonomian karena tambahan likuiditasnya hanya Rp 25 triliun, sangat kecil dibandingkan dengan DPK perbankan Indonesia yang sekitar Rp 5.400 triliun."
(aji) Next Article Tahan Bunga Acuan 6%, BI Keluarkan 6 Kebijakan 'Akomodatif'
Namun, ada langkah yang tidak terduga. Bank sentral di bawah kendali Perry Warjiyo dan Anggota Dewan Gubernur lain menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM).
"Untuk menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam pembiayaan ekonomi, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 6,0% dan 4,5%, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0%, berlaku efektif pada 1 Juli 2019," kata Perry di Gedung BI, Rabu (20/6/2019).
"Siklus kredit yang berada di bawah level optimum dan terdapatnya potensi peningkatan kredit memungkinkan berlanjutnya kebijakan makroprudensial akomodatif. Bank Indonesia memprakirakan kredit perbankan 2019 berada pada kisaran 10-12% (yoy) sedangkan DPK tumbuh dalam kisaran 8-10%," terang Perry.
Atas dasar itu, BI menggunakan instrumen GWM. Saat ini kondisi likuiditas perbankan memang cukup ketat, hal terlihat dari rasio intermediasi atau loan to deposit ratio (LDR) di level 94%.
"BI akan terus cermati perkembangan ekonomi global dengan pertimbangan penurunan suku bunga dengan rendahnya inflasi dan dorong pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.
Ia menambahkan penurunan GWM 50 bps akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 25 triliun.
"Maka dengan penurunan GWM maka tambahan bank Rp 25 triliun dan pertumbuhan kredit ke batas atas 10-12%. Selama ini kita sudah tambah [likuiditas] melalui operasi moneter (OM) dan tergantung preferensi masing-masing bank. DPK semua bank akan naik 0,5%," jelasnya.
Penurunan GWM akan membuat bank memiliki likuiditas lebih untuk menggenjot kredit. Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi diharapkan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik lagi.
![]() |
Wisnu Wardana, Analis Bank Danamon mengungkapkan, arah kebijakan BI merupakan sinyal kuat perubahan kebijakan moneternya.
"Kebijakan moneter lebih longgar terlihat setelah penurunan GWM yang notabene merupakan instrumen moneter," kata Wisnu.
Wisnu berpandangan, stabilitas neraca pembayaran harus diprioritaskan sebelum adanya pelonggaran secara menyeluruh. "Pemulihan ekspor masih lemah, dan terbatas apalagi jika bunga diturunkan," katanya.
Seorang praktisi perbankan yang dikonfirmasi CNBC Indonesia mengatakan sebenarnya, perbankan dan pasar modal sudah sangat menantikan turunnya suku bunga.
Menurutnya, likuiditas tetap ketat dengan berbagai kebijakan makroprudensial BI, yang sejauh ini dampaknya dirasa cukup minim.
"Saya juga ragu apakah kebijakan GWM bisa benar-benar menstimulus perekonomian karena tambahan likuiditasnya hanya Rp 25 triliun, sangat kecil dibandingkan dengan DPK perbankan Indonesia yang sekitar Rp 5.400 triliun."
(aji) Next Article Tahan Bunga Acuan 6%, BI Keluarkan 6 Kebijakan 'Akomodatif'
Most Popular