Trump-Xi Jinping Sudah Telponan, Bagaimana Nasib Harga CPO?

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 June 2019 12:37
Harga CPO acuan kontrak pengiriman September di Bursa Malaysia Derivatives Exchange (BMDEX) menguat 0,05% ke level US$ 2.023/ton
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) menguat seiring adanya perkembangan positif terkait perang dagang Amerika Serikat (AS)-China. Namun proyeksi yang buruk atas ekspor minyak sawit bulan Juni masih membatasi kenaikan harga.

Pada perdagangan hari Rabu (19/6/2019) pukul 12:30 WIB, harga CPO acuan kontrak pengiriman September di Bursa Malaysia Derivatives Exchange (BMDEX) menguat 0,05% ke level US$ 2.023/ton. Namun sejak awal tahun 2019, harga CPO masih tercatat melemah 4,62%.

Sentimen positif yang lahir dari tulisan Presiden AS, Donald Trump di Twitter membuat harapan peningkatan permintaan kembali mencuat.



Trump mengatakan dirinya telah melakukan percakapan yang sangat positif dengan Presiden China, Xi Jinping melalui sambungan telepon. Dari percakapan tersebut, Trump juga mengonfirmasi pertemuannya dengan Xi Jinping di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 28-29 Juni mendatang.

Ini merupakan kabar yang telah ditunggu-tunggu oleh pelaku pasar. Pasalnya setelah Trump membatalkan rencana untuk menandatangani kesepakatan dengan China bulan lalu, tidak ada satupun sinyal positif terkait nasib perang dagang.

Bahkan perang bea impor yang sejatinya adalah permasalahan negara, telah merembet menjadi konflik korporasi. Negeri Paman Sam telah memasukkan penguasa teknologi 5G asal China, Huawei ke dalam daftar hitam (blacklist). Itu membuat perusahaan AS tidak dapat membeli produk Huawei tanpa adanya izin dari pemerintah.

Ternyata tidak hanya AS. Perusahaan-perusahaan lain di berbagai negara pun latah. Contohnya ARM, produsen Chip asal Inggris yang membatalkan kontrak pembelian sejumlah komponen buatan Huawei.

Trump juga telah berkali-kali menyuarakan niatnya untuk memberi tarif baru sebesar 25% pada produk China senilai US$ 325 miliar yang sebelumnya bukan objek perang dagang. Kantor Perwakilan Dagang AS juga tengah mengkaji dampak dari implementasi tarif tersebut pada konsumen.

Kini, perundingan dagang dua raksasa ekonomi dunia memasuki babak baru. Meski damai dagang yang hakiki tampaknya masih sangat jauh, setidaknya risiko eskalasi dapat sedikit diredam.

Perang dagang menjadi isu yang akan mempengaruhi aktivitas industri di seluruh dunia. Karena saat dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi saling hambat urusan perdagangan, seluruh negara di berbagai penjuru juga kena dampaknya.

Aktivitas industri, akan melambat dan menurunkan proyeksi peningkatan permintaan. Sebagai informasi, minyak sawit banyak dipakai di industri makanan, minuman, kosmetik, serta farmasi.

Sementara itu pelaku pasar juga masih takut akan penurunan permintaan di bulan Juni.

Tiga surveyor kargo (Societe Generale Surveillance, Amspec Agri Malaysia, dan Intertek Testing Services) mengatakan bahwa ekspor minyak sawit Malaysia periode 1-15 Juni 2019 turun pada kisaran 15-22% dibanding periode yang sama bulan sebelumnya.

Penurunan ekspor tentu bukan berita baik bagi investor karena berpotensi mengerek inventori lebih tinggi lagi. Posisi inventori minyak sawit Malaysia per bulan Mei mencapai 2,44 juta ton atau lebih tinggi 11% dibanding tahun sebelumnya.

Peningkatan stok tentu saja akan membuat keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar akan semakin timpang. Harga pun akan mendapat beban tambahan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/taa) Next Article Top Banget! Harga CPO Melesat Dekati Rp 1,04 juta/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular