
Arah Suku Bunga
Antisipasi Suku Bunga, Harga SUN Tenor Pendek Naik Tertinggi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
19 June 2019 12:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah tenor pendek melonjak di tengah potensi penurunan suku bunga acuan AS pekan ini.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 9,5 basis poin (bps) menjadi 7,04%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Potensi penurunan suku bunga AS Kamis pekan ini ditunggu-tunggu pelaku pasar, dengan adanya kenaikan probabilitas penurunan suku bunga meskipun potensi penetapan suku bunganya masih lebih besar.
Sentimen positif juga ditambah dari hasil lelang kemarin yang di atas rata-rata yaitu Rp 24 triliun dari total penawaran peserta lelang Rp 54,79 triliun yang di atas rata-rata sejak awal tahun Rp 21,88 triliun-Rp 51,85 triliun.
Sumber: Refinitiv
Yield US Treasury 10 tahun naik lagi hingga 2,06% dari posisi kemarin 2,05%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada beberapa tenor yaitu tenor 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun.
Inversi tenor 3 bulan-10 tahun lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 955,15 triliun SBN, atau 38,26% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 17 Juni.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 62,45 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya 0,9% dan 0,35%. Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi di Brasil, China, India, Filipina, Rusia, dan Afsel.
Di negara maju, semua pasar masih terkoreksi. Hal tersebut mencerminkan investor masih lebih meminati instrumen investasi saham yang menawarkan return lebih tinggi dibanding obligasi.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 9,5 basis poin (bps) menjadi 7,04%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Potensi penurunan suku bunga AS Kamis pekan ini ditunggu-tunggu pelaku pasar, dengan adanya kenaikan probabilitas penurunan suku bunga meskipun potensi penetapan suku bunganya masih lebih besar.
Sentimen positif juga ditambah dari hasil lelang kemarin yang di atas rata-rata yaitu Rp 24 triliun dari total penawaran peserta lelang Rp 54,79 triliun yang di atas rata-rata sejak awal tahun Rp 21,88 triliun-Rp 51,85 triliun.
Yield Obligasi Negara Acuan 19 Jun'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 18 Jun'19 (%) | Yield 19 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 18 Jun'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.139 | 7.044 | -9.50 | 7.0332 |
FR0078 | 10 tahun | 7.664 | 7.616 | -4.80 | 7.6458 |
FR0068 | 15 tahun | 8.018 | 8.003 | -1.50 | 7.9595 |
FR0079 | 20 tahun | 8.154 | 8.158 | 0.40 | 8.135 |
Avg movement | -3.85 |
Yield US Treasury 10 tahun naik lagi hingga 2,06% dari posisi kemarin 2,05%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada beberapa tenor yaitu tenor 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun.
Inversi tenor 3 bulan-10 tahun lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 19 Jun'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 18 Jun'19 (%) | Yield 19 Jun'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.226 | 2.229 | 3 bulan-5 tahun | 38.8 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.862 | 1.87 | 2 tahun-5 tahun | 2.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.799 | 1.807 | 3 tahun-5 tahun | -3.4 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.831 | 1.841 | 3 bulan-10 tahun | 16.1 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.058 | 2.068 | 2 tahun-10 tahun | -19.8 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 955,15 triliun SBN, atau 38,26% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 17 Juni.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 62,45 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya 0,9% dan 0,35%. Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi di Brasil, China, India, Filipina, Rusia, dan Afsel.
Di negara maju, semua pasar masih terkoreksi. Hal tersebut mencerminkan investor masih lebih meminati instrumen investasi saham yang menawarkan return lebih tinggi dibanding obligasi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 18 Jun'19 (%) | Yield 19 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.96 | 7.97 | 1.00 |
China | 3.259 | 3.26 | 0.10 |
Jerman | -0.323 | -0.32 | 0.30 |
Perancis | 0.006 | 0.014 | 0.80 |
Inggris | 0.806 | 0.808 | 0.20 |
India | 6.809 | 6.839 | 3.00 |
Jepang | -0.129 | -0.145 | -1.60 |
Malaysia | 3.713 | 3.706 | -0.70 |
Filipina | 5.212 | 5.225 | 1.30 |
Rusia | 7.55 | 7.56 | 1.00 |
Singapura | 1.983 | 1.976 | -0.70 |
Thailand | 2.175 | 2.16 | -1.50 |
Amerika Serikat | 2.058 | 2.068 | 1.00 |
Afrika Selatan | 8.25 | 8.275 | 2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular