IHSG Menguat, Investor Asing kok Malah Kabur?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 June 2019 11:09
IHSG Menguat, Investor Asing kok Malah Kabur?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya bangkit setelah terjatuh selama 4 hari beruntun. Pada pembukaan perdagangan Selasa ini (18/6), IHSG menguat 0,07% ke level 6.195,13.

Pada pukul 10:40 WIB, IHSG telah memperlebar penguatannya menjadi 0,61% ke level 6.228,4.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Hang Seng naik 0,53%, indeks Straits Times juga naik 0,76%, dan indeks Kospi naik 0,48%.

Aksi beli dilakukan di bursa saham Benua Kuning seiring dengan optimsime bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Sebagai informasi, pertemuan The Fed untuk bulan ini akan digelar pada hari Selasa (18/6/2019) dan Rabu (19/6/2019) waktu setempat.

Memang, The Fed diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% pada pertemuan bulan ini.

IHSG Menguat, Investor Asing Kok Tinggalkan Pasar Saham?Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell

Namun, diharapkan bahwa The Fed akan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan pemangkasan tingkat suku bunga acuan selepas menggelar pertemuan selama 2 hari tersebut.

Beberapa waktu yang lalu, Jerome Powell (Gubernur The Fed) telah secara gamblang memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".

"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," kata Powell, dilansir dari Reuters.


Namun sayang, terlepas dari penguatan IHSG, investor asing nyatanya belum juga melirik pasar saham tanah air. Pada perdagangan kemarin (17/6/2019), investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 206,4 miliar di pasar reguler. Hingga berita ini diturunkan, jual bersih investor asing di pasar reguler adalah senilai Rp 14,7 miliar.

Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada hari ini di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 8,7 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 7,5 miliar), PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (Rp 5,5 miliar), PT Bank Danamon Tbk/BDMN (Rp 3,6 miliar), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 1,7 miliar).

BERLANJUT KE HALAMAN 2>>

Rupiah yang tak bisa memanfaatkan momentum membuat investor asing menahan diri dari melakukan aksi beli di pasar saham tanah air. Jelang pukul 11.00 WIB, rupiah ditransaksikan flat di level Rp 14.330/dolar AS.

Padahal, sejatinya rupiah punya bensin untuk menguat yang datang dari ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Kini, indeks dolar AS ditransaksikan melemah 0,1%.

Tampaknya, pelaku pasar khawatir dalam menantikan rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2019 yang dijadwalkan pada hari Senin pekan depan (24/6/2019).


Wajar jika data ini membuat investor grogi. Pasalnya, neraca dagang barang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019.

Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.

Kalau neraca dagang barang (yang merupakan komponen dari transaksi berjalan) saja sudah membukukan defisit yang begitu dalam, tentu defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan sulit diredam.

Sebagai informasi, CAD periode kuartal-I 2019 tercatat senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Jika defisit neraca dagang tak juga bisa diredam, CAD untuk keseluruhan tahun 2019 bisa jadi lebih dalam dibandingkan CAD untuk keseluruhan tahun 2018 yang sebesar 2,98% dari PDB.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Jika defisit neraca dagang dan CAD benar semakin dalam, maka rupiah berpotensi melemah ke depannya dan ketika ini yang terjadi, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs. Akibatnya, aksi jual di pasar saham tanah air sudah dilakukan sedari saat ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular