
Masih Rentan, Perang Dagang AS-China Bawa IHSG Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 June 2019 12:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat dibuka menguat 0,15% pada perdagangan Senin ini (17/6), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru terkoreksi saat rehat siang. Per akhir sesi 1, IHSG melemah 0,31% ke level 6.230,86.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,25%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-6,38%), PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN (-4,66%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-2,68%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,39%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai turun 0,05%, indeks Straits Times turun 0,06%, dan indeks Kospi turun 0,25%. Namun pada perdagangan pukul 12.43 WIB, Shanghai menghijau 0,17%.
Di satu sisi, optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini menjadi sentimen positif yang menyelimuti perdagangan di bursa saham Benua Kuning.
Pada Rabu (19/6/2019) waktu setempat atau Kamis (20/6/2019) dini hari waktu Indonesia, The Fed dijadwalkan mengumumkan keputusan terkait tingkat suku bunga acuan terbarunya.
Walaupun Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan kolega diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% pada pertemuan kali ini, pelaku pasar optimistis bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas dalam pertemuan-pertemuan berikutnya.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 16 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps pada tahun ini berada di level 36,4%. Untuk pemangkasan sebesar 50 dan 25 bps, probabilitasnya masing-masing adalah sebesar 33,6% dan 11,8%.
Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahankan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya tersisa sebesar 1,3% saja, dari yang sebelumnya 26% pada bulan lalu.
Sebelumnya, Powell memang telah memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".
"Kami tidak tahu bagaimana atau kapan isu-isu (perdagangan) ini akan terselesaikan," kata Powell, dilansir dari Reuters.
"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," lanjutnya.
Sementara itu, Presiden The Fed St. Louis James Bullard mengatakan dalam sebuah pidato bahwa pemotongan tingkat suku bunga acuan mungkin perlu segera dilakukan.
Bagi pasar saham dunia, pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed merupakan kabar positif karena akan membuka ruang bagi bank sentral negara-negara lain untuk melakukan pelonggaran yang pada akhirnya akan memacu laju pertumbuhan ekonomi.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Di sisi lain, potensi eskalasi perang dagang AS-China menjadi sentimen negatif yang memantik aksi jual di bursa saham regional. Hingga kini, rencana pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan dengan Presiden China Xi Jinping di gelaran KTT G-20 pada akhir bulan ini di Jepang masih juga belum jelas.
Semakin mendekati akhir bulan Juni, belum ada kepastian bahwa keduanya akan bertemu, walau memang Washington masih ingin kedua pemimpin negara bertemu guna membuka jalan menuju damai dagang.
"Namun belum ada proses formalisasi," ujar Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.
Sebelumnya, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi.
"Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat, dikutip dari Reuters.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Perang dagang belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China terlihat sudah begitu tertekan. Menjelang akhir pekan kemarin, produksi industri periode Mei 2019 diumumkan hanya tumbuh 5% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 5,5%, dilansir dari Trading Economics.
Kemudian, investasi barang modal tercatat hanya tumbuh sebesar 5,6% secara tahunan dalam periode Januari-Mei 2019, di bawah capaian pertumbuhan periode Januari-April 2019 yang sebesar 6,1%. Capaian tersebut juga berada di bawah konsensus yang sebesar 6,1%, dilansir dari Trading Economics.
Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,25%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-6,38%), PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN (-4,66%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-2,68%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,39%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai turun 0,05%, indeks Straits Times turun 0,06%, dan indeks Kospi turun 0,25%. Namun pada perdagangan pukul 12.43 WIB, Shanghai menghijau 0,17%.
Di satu sisi, optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini menjadi sentimen positif yang menyelimuti perdagangan di bursa saham Benua Kuning.
Pada Rabu (19/6/2019) waktu setempat atau Kamis (20/6/2019) dini hari waktu Indonesia, The Fed dijadwalkan mengumumkan keputusan terkait tingkat suku bunga acuan terbarunya.
Walaupun Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan kolega diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% pada pertemuan kali ini, pelaku pasar optimistis bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas dalam pertemuan-pertemuan berikutnya.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 16 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps pada tahun ini berada di level 36,4%. Untuk pemangkasan sebesar 50 dan 25 bps, probabilitasnya masing-masing adalah sebesar 33,6% dan 11,8%.
Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahankan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya tersisa sebesar 1,3% saja, dari yang sebelumnya 26% pada bulan lalu.
Sebelumnya, Powell memang telah memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".
"Kami tidak tahu bagaimana atau kapan isu-isu (perdagangan) ini akan terselesaikan," kata Powell, dilansir dari Reuters.
"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," lanjutnya.
Sementara itu, Presiden The Fed St. Louis James Bullard mengatakan dalam sebuah pidato bahwa pemotongan tingkat suku bunga acuan mungkin perlu segera dilakukan.
Bagi pasar saham dunia, pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed merupakan kabar positif karena akan membuka ruang bagi bank sentral negara-negara lain untuk melakukan pelonggaran yang pada akhirnya akan memacu laju pertumbuhan ekonomi.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Di sisi lain, potensi eskalasi perang dagang AS-China menjadi sentimen negatif yang memantik aksi jual di bursa saham regional. Hingga kini, rencana pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan dengan Presiden China Xi Jinping di gelaran KTT G-20 pada akhir bulan ini di Jepang masih juga belum jelas.
Semakin mendekati akhir bulan Juni, belum ada kepastian bahwa keduanya akan bertemu, walau memang Washington masih ingin kedua pemimpin negara bertemu guna membuka jalan menuju damai dagang.
"Namun belum ada proses formalisasi," ujar Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.
Sebelumnya, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi.
"Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat, dikutip dari Reuters.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Perang dagang belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China terlihat sudah begitu tertekan. Menjelang akhir pekan kemarin, produksi industri periode Mei 2019 diumumkan hanya tumbuh 5% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 5,5%, dilansir dari Trading Economics.
Kemudian, investasi barang modal tercatat hanya tumbuh sebesar 5,6% secara tahunan dalam periode Januari-Mei 2019, di bawah capaian pertumbuhan periode Januari-April 2019 yang sebesar 6,1%. Capaian tersebut juga berada di bawah konsensus yang sebesar 6,1%, dilansir dari Trading Economics.
Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular