
Tuah Rating S&P Masih Ampuh Selamatkan Pasar SUN Hari Ini
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
13 June 2019 18:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat hari ini dan membuat tingkat imbal hasil (yield) wajarnya turun signifikan, seiring dengan sentimen positif peringkat utang Indonesia yang dinaikkan akhir Mei.
Sentimen positif masih bertahan meskipun data cadangan devisa valas Indonesia turun dan global sedang diselimuti sentimen negatif perang dagang yang menekan bursa saham nasional.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak seiring dengan koreksi yang justru terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang lain, tetapi sejalan dengan pasar obligasi negara maju.
Data PT Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA) menunjukkan penguatan harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan yield wajarnya.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 9 basis poin (bps) menjadi 7,18%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: IBPA
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik IBPA masih menguat. Indeks tersebut naik 1,03 poin (0,42%) menjadi 250,23 dari posisi kemarin 249,19.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 558 bps, setara dari posisi kemarin. Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,115% dari posisi kemarin 2,119%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada Februari.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi seri lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 950,39 triliun SBN, atau 38,01% dari total beredar Rp 2.500 triliun berdasarkan data per 12 Juni.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 57,14 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti koreksi yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,05% dan 0,32%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di China, India, Singapura, dan Thailand. Di negara maju, pengautan terjadi di pasar bund Jerman, OAT Perancis, gilt Inggris, dan US Treasury AS.
Hal tersebut mencerminkan investor sedang berlindung di pasar obligasi negara maju untuk menghindari risiko yang sedang berkontraksi di pasar keuangan global.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Harga SUN Boleh Koreksi, tapi Masih Digemari Asing
Sentimen positif masih bertahan meskipun data cadangan devisa valas Indonesia turun dan global sedang diselimuti sentimen negatif perang dagang yang menekan bursa saham nasional.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak seiring dengan koreksi yang justru terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang lain, tetapi sejalan dengan pasar obligasi negara maju.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 9 basis poin (bps) menjadi 7,18%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Wajar Obligasi Negara Acuan 13 Jun'19 | ||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 12 Jun'19 (%) | Yield 13 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0077 | 5 tahun | 7.2728 | 7.1828 | -9.00 |
FR0078 | 10 tahun | 7.7083 | 7.6325 | -7.58 |
FR0068 | 15 tahun | 8.0496 | 7.9761 | -7.35 |
FR0079 | 20 tahun | 8.1932 | 8.1194 | -7.38 |
Avg movement | -7.83 |
Yield Obligasi Negara Acuan 13 Jun'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 12 Jun'19 (%) | Yield 13 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 12 Jun'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.296 | 7.25 | -4.60 | 7.1828 |
FR0078 | 10 tahun | 7.701 | 7.696 | -0.50 | 7.6325 |
FR0068 | 15 tahun | 8.07 | 8.054 | -1.60 | 7.9761 |
FR0079 | 20 tahun | 8.202 | 8.18 | -2.20 | 8.1194 |
Avg movement | -2.23 |
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik IBPA masih menguat. Indeks tersebut naik 1,03 poin (0,42%) menjadi 250,23 dari posisi kemarin 249,19.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 558 bps, setara dari posisi kemarin. Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,115% dari posisi kemarin 2,119%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada Februari.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi seri lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 13 Jun'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 12 Jun'19 (%) | Yield 13 Jun'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.221 | 2.22 | 3 bulan-5 tahun | 35.9 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.889 | 1.866 | 2 tahun-5 tahun | 0.5 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.828 | 1.807 | 3 tahun-5 tahun | -5.4 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.881 | 1.861 | 3 bulan-10 tahun | 10.5 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.127 | 2.115 | 2 tahun-10 tahun | -24.9 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 950,39 triliun SBN, atau 38,01% dari total beredar Rp 2.500 triliun berdasarkan data per 12 Juni.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 57,14 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga tidak seperti koreksi yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,05% dan 0,32%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di China, India, Singapura, dan Thailand. Di negara maju, pengautan terjadi di pasar bund Jerman, OAT Perancis, gilt Inggris, dan US Treasury AS.
Hal tersebut mencerminkan investor sedang berlindung di pasar obligasi negara maju untuk menghindari risiko yang sedang berkontraksi di pasar keuangan global.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 12 Jun'19 (%) | Yield 13 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8 | 8.03 | 3.00 |
China | 3.302 | 3.29 | -1.20 |
Jerman | -0.235 | -0.24 | -0.50 |
Perancis | 0.118 | 0.111 | -0.70 |
Inggris | 0.869 | 0.835 | -3.40 |
India | 7.036 | 7.015 | -2.10 |
Jepang | -0.113 | -0.108 | 0.50 |
Malaysia | 3.731 | 3.736 | 0.50 |
Filipina | 5.177 | 5.238 | 6.10 |
Rusia | 7.66 | 7.71 | 5.00 |
Singapura | 2.008 | 1.957 | -5.10 |
Thailand | 2.205 | 2.155 | -5.00 |
Amerika Serikat | 2.127 | 2.115 | -1.20 |
Afrika Selatan | 8.33 | 8.4 | 7.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Harga SUN Boleh Koreksi, tapi Masih Digemari Asing
Most Popular