
Antisipasi Dampak AS-China, Ini Bocoran Strategi BCA
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
12 June 2019 16:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China ditengarai akan berimbas pada kondisi perekonomian dalam negeri, tak terkecuali bagi sektor perbankan Tanah Air.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengakui ketegangan perang dagang. AS-China yang hingga kini belum juga menghasilkan kesepakatan, akan berimbas pada melambatnya pertumbuhan ekonomi di China. Indonesia, kata Jahja, sebagai negara pengekspor komoditas batu bara ke Negeri Tirai Bambu juga akan terkena dampaknya.
"Kita perhatikan perang dagang itu terutama berapa jauh growth dari China, kita ini seperti ekor dari dragon, kalau naganya lesu ekornya lesu, karena apa? komoditas," ungkap Jahja usa acara Halalbihalal BCA bersama media di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Menurut Jahja, sebagai negara yang memiliki ketergantungan terhadap ekspor komoditas, hal ini akan menguntungkan dari sisi penciptaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Namun kondisi ini akan sangat kontras ketika China sudah mulai membatasi permintaan batu bara dari Indonesia karena perang dagang, sehingga secara otomatis ekspansi korporasi juga akan terhambat.
"Kalau komoditas lesu itu menjadi masalah buying power [daya beli] kita, karena kekuatan ekspor berkurang lalu employment [pekerjaan] juga tersendat, itu yang menjadi masalah," kata Jahja menambahkan.
"Jadi harus kita antisipasi betapa pengaruh ke growth dari China dari pengaruh perang dagang ini," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rudy Budiardjo, Senior Vice President Investor Relations BCA mengatakan, dalam mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global, perseroan selalu mendiversifikasi portofolio kredit.
Perseroan akan menyesuaikan struktur pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang saat ini masih ditopang sektor konsumer, sehingga BBCA akan fokus memperkuat penyaluran kredit di sektor konsumer. "Kalau ekonomi global sedang lesu harus memperkuat domestic demand," kata Rudy kepada CNBC Indonesia.
Sementara itu, Senior Executive Vice President BCA, Raymon Yonarto mengatakan perseroan cenderung mengurangi porsi kredit ke sektor pertambangan batu bara yang memang sejak tahun lalu harganya jatuh. Perseroan hanya akan memberikan pinjaman ke kreditor besar yang sudah eksisting.
"Kredit pertambangan ada, tapi jumlahnya tidak besar, karena risikonya sangat tinggi," kata Raymon.
Dalam siaran persnya, pada triwulan I 2019 portofolio kredit BBCA meningkat 13,2% YoY (year on year) menjadi Rp 532 triliun, ditopang oleh pertumbuhan kredit usaha pada segmen korporasi sebesar 15,8% YoY menjadi Rp207,8 triliun dan komersial dan UKM yang meningkat 14,7% YoY menjadi Rp184,7 triliun.
Saham BBCA minus 1,10% di level Rp 29.225/saham pada penutupan perdagangan sore ini dengan kapitalisasi pasar Rp 720,54 triliun.
Simak total kredit BBCA kuartal I-2019.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Bos BCA Optimistis Kredit Q1 Tumbuh 13%, Ini Kuncinya!
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengakui ketegangan perang dagang. AS-China yang hingga kini belum juga menghasilkan kesepakatan, akan berimbas pada melambatnya pertumbuhan ekonomi di China. Indonesia, kata Jahja, sebagai negara pengekspor komoditas batu bara ke Negeri Tirai Bambu juga akan terkena dampaknya.
"Kita perhatikan perang dagang itu terutama berapa jauh growth dari China, kita ini seperti ekor dari dragon, kalau naganya lesu ekornya lesu, karena apa? komoditas," ungkap Jahja usa acara Halalbihalal BCA bersama media di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Menurut Jahja, sebagai negara yang memiliki ketergantungan terhadap ekspor komoditas, hal ini akan menguntungkan dari sisi penciptaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Namun kondisi ini akan sangat kontras ketika China sudah mulai membatasi permintaan batu bara dari Indonesia karena perang dagang, sehingga secara otomatis ekspansi korporasi juga akan terhambat.
"Kalau komoditas lesu itu menjadi masalah buying power [daya beli] kita, karena kekuatan ekspor berkurang lalu employment [pekerjaan] juga tersendat, itu yang menjadi masalah," kata Jahja menambahkan.
"Jadi harus kita antisipasi betapa pengaruh ke growth dari China dari pengaruh perang dagang ini," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rudy Budiardjo, Senior Vice President Investor Relations BCA mengatakan, dalam mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global, perseroan selalu mendiversifikasi portofolio kredit.
Perseroan akan menyesuaikan struktur pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang saat ini masih ditopang sektor konsumer, sehingga BBCA akan fokus memperkuat penyaluran kredit di sektor konsumer. "Kalau ekonomi global sedang lesu harus memperkuat domestic demand," kata Rudy kepada CNBC Indonesia.
Sementara itu, Senior Executive Vice President BCA, Raymon Yonarto mengatakan perseroan cenderung mengurangi porsi kredit ke sektor pertambangan batu bara yang memang sejak tahun lalu harganya jatuh. Perseroan hanya akan memberikan pinjaman ke kreditor besar yang sudah eksisting.
"Kredit pertambangan ada, tapi jumlahnya tidak besar, karena risikonya sangat tinggi," kata Raymon.
Dalam siaran persnya, pada triwulan I 2019 portofolio kredit BBCA meningkat 13,2% YoY (year on year) menjadi Rp 532 triliun, ditopang oleh pertumbuhan kredit usaha pada segmen korporasi sebesar 15,8% YoY menjadi Rp207,8 triliun dan komersial dan UKM yang meningkat 14,7% YoY menjadi Rp184,7 triliun.
Saham BBCA minus 1,10% di level Rp 29.225/saham pada penutupan perdagangan sore ini dengan kapitalisasi pasar Rp 720,54 triliun.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Bos BCA Optimistis Kredit Q1 Tumbuh 13%, Ini Kuncinya!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular