Rupiah 'Kesetanan', Yen Sampai Peso Jadi Korban

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 May 2019 15:22
Rupiah 'Kesetanan', Yen Sampai Peso Jadi Korban
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat cukup tajam di perdagangan pasar spot hari ini. Tidak cuma dolar AS, mata uang utama Asia pun jadi korban keganasan rupiah. 

Pada Jumat (31/5/2019) pukul 15:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.260. Rupiah menguat 0,94% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Kenaikan Yesus Kristus. 

Bahkan rupiah sempat menguat di kisaran 1%. Namun tidak lama kemudian apresiasi rupiah agak menipis. 


Namun bukan cuma dolar AS. Satu per satu mata uang Asia juga berhasil ditaklukkan oleh rupiah. Bahkan di hadapan beberapa tetangganya, penguatan rupiah mencapai 1%. 

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Benua Kuning terhadap dolar AS pada pukul 15:01 WIB: 



Awalnya perjalanan rupiah hari ini santai saja. Sejak pembukaan pasar sampai lewat tengah hari, rupiah manteng saja di Rp 14.375/US$ atau menguat 0,14%. 


Namun rupiah kemudian tersengat oleh kabar dari Standard and Poor's (S&P). Lembaga pemeringkat (rating agency) yang terkenal konservatif itu menaikkan peringkat surat utang pemerintah Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Ini menjadi kali pertama Indonesia diganjar peringkat BBB sejak 1995. 


"Kami menaikkan peringkat utang sebagai cerminan kuatnya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan yang mendukungnya seiring perkiraan kembali terpilihnya Presiden Joko Widodo (Jokowi). Peringkat utang Indonesia akan terus didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah," sebut keterangan tertulis S&P. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Menurut S&P, Indonesia memang layak mendapatkan 'hadiah' kenaikan rating. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 4,1%. Jauh di atas negara-negara dengan peringkat utang yang sama yaitu 2,2%. 

"Institusi politik dan ekonomi Indonesia secara umum stabil dan relatif tidak ada yang meragukan legitimasinya. Meski pemerintahan Widodo menerapkan kebijakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat jelang Pemilu, tetapi kami meyakini ini hanya sementara. Kami memperkirakan momentum reformasi tetap akan berjalan ketika pemerintahan sudah terbentuk," jelas keterangan S&P. 

Sepanjang pemerintahan Jokowi, S&P juga memperkirakan defisit anggaran negara stabil rendah di kisaran 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, beban utang relatif minim. 

"Kami memperkirakan rasio utang pemerintah akan bertahan di bawah 30% PDB. Dengan beban utang yang rendah, liabilitas pemerintah juga terbatas," lanjut keterangan S&P.

Keputusan S&P ini membuat rupiah yang awalnya tenang menjadi 'kesetanan'. Rupiah pun meminta korban, mulai dari dolar AS hingga mata uang Asia.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular