Didenda Rp 188 M di Australia, Garuda Buka Suara

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
31 May 2019 14:41
Pengadilan Federal Australia telah memerintahkan maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) untuk membayar denda AU$ 19 juta (Rp 187,8 miliar)
Foto: Garuda Indonesia's Boeing 737 Max 8 (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Regulator persaingan usaha Australia, Kamis (30/2019), mengatakan Pengadilan Federal negara itu telah memerintahkan maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) untuk membayar denda AU$ 19 juta (Rp 187,8 miliar) karena melakukan penetapan harga (price fixing).

Proses pengadilan menemukan bahwa antara tahun 2003 hingga 2006, Garuda setuju untuk melakukan kesepakatan menetapkan harga untuk keamanan dan biaya tambahan bahan bakar, serta biaya bea cukai dari Indonesia, kata Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) dalam sebuah pernyataan.

Menanggapi hal tersebut, pihak Garuda Indonesia pun mengeluarkan pernyataan bahwa hal tersebut merupakan kasus lama dan pihaknya masih bisa melakukan banding. Mereka juga menentang pernyataan itu.

"Kejadian tersebut merupakan case lama yang terjadi sejak kurun waktu tahun 2003 hingga 2006 lalu, belum berkekuatan hukum tetap dan masih ada celah hukum yang memungkinkan untuk melakukan banding," tulis VP. Corporate Secretary M. Ikhsan Rosan dalam pernyataan resminya, Jumat.


"Garuda Indonesia menganggap bahwa perkara ini tidak fair dan Garuda Indonesia tidak pernah melakukan praktek tersebut dalam bisnisnya, dan tuduhan ini tidak patut dikenakan kepada Garuda Indonesia sebagai BUMN yang merupakan salah satu instrumen negara Republik Indonesia," tambahnya.

Maskapai milik negara ini dianggap melakukan penentuan harga (price fixing) dengan 15 maskapai pada tahun 2003 untuk rute pengangkutan kargo menuju wilayah Australia.

Dalam rilis tersebut, Garuda Indonesia juga menyebut hanya maskapainya dan maskapai Air New Zealand yang mengajukan upaya hukum sejak di tingkat pertama di Federal Court sampai dengan Kasasi ke High Court Australia mengenai masalah tersebut.

"13 airline lain memutuskan untuk melalui mekanisme perdamaian dengan mengaku bersalah, dan telah dikenai denda dan jumlah ganti rugi mulai dari AU$ 3 juta sampai dengan AU$ 20 juta," terangnya.

Garuda menjelaskan bahwa pada 31 Oktober 2014, Federal Court NSW menolak gugatan ACCC (dalam hal ini menguntungkan Garuda Indonesia dan Air New Zealand) dengan pertimbangan Pasar yang Bersangkutan (Yurisdiksi) di Indonesia. Namun, dalam pengadilan banding 14 Juni 2017, High Court Australia mengabulkan gugatan ACCC sehingga Garuda Indonesia-Air New Zealand dinyatakan bersalah atas tuduhan price fixing.

Didenda Rp 188 M di Australia, Garuda Buka SuaraFoto: Garuda Indonesia's Boeing 737 Max 8 (REUTERS/Willy Kurniawan)

Pada 30 Mei 2019, Federal Court Australia menjatuhkan putusan, dan Garuda Indonesia-Air New Zealand dikenakan denda sebesar AU$ 19 juta dan diminta untuk membayar biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh ACCC, katanya.

Pihak Garuda juga mengatakan, denda dalam perkara ini juga seharusnya tidak lebih dari AU$ 2,5 juta dengan pertimbangan bahwa pendapatan pengangkutan kargo Garuda dari Indonesia pada saat kejadian perkara ini terjadi adalah sebesar US$ 1,098 juta dan pendapatan pengangkutan kargo dari Hong Kong sebesar US$ 656 ribu.

"Terkait putusan pengadilan Australia ini Garuda Indonesia sebelumnya telah berkoordinasi intens dengan Kedubes Australia sejak tahun 2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri sejak tahun 2016 karena kasus hukum ini menyangkut "Interstate Diplomacy"," jelasnya.

"Garuda Indonesia sebelumnya juga telah berkoordinasi secara rutin dengan KPPU Indonesia," tambahnya.
(prm) Next Article Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tambah 8 Pesawat, Keluarkan Kocek Segini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular