
Pasar Obligasi RI Terkoreksi di Hari Kejepit Nasional
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
31 May 2019 12:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah dalam mata uang rupiah kembali terkoreksi meskipun tipis di tengah hari kejepit nasional mengingat belum ada sentimen positif yang kuat di tengah kondisi pasar keuangan global yang semakin tidak kondusif.
Penurunan harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 3,4 basis poin (bps) menjadi 8,06%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Koreksi terjadi di tengah semakin memanasnya perang dagang China-Amerika Serikat di mana pemerintahan Negeri Tirai Bambu melempar ancaman ekspor mineral unik yang menjadi bahan baku perangkat telekomunikasi hingga pertahanan (rare earth).
Yield Obligasi Negara Acuan 31 Mei'19
Sumber: Refinitiv
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 588 bps, melebar dari posisi kemarin 579 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,18% dari posisi kemarin 2,22%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada Agustus tahun lalu.
Inversi kedua tenor tersebut sudah mencapai 18 basis poin, terbesar setidaknya sejak tahun lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 31 Mei'2019
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 951 triliun SBN, atau 38,07% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 24 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 57,75 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun demikian, sepanjang Mei ini investor asing sudah keluar dari pasar SUN senilai Rp 11,57 triliun dan sepekan lalu nilai dana asing keluar mencapai Rp 3,43 triliun.
Koreksi pasar surat utang hari ini tidak terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas yang masing-masingnya malah menguat 0,99% dan 0,14%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara luas yaitu di China, India, Singapura, dan Singapura.
Di negara maju, penguatan masih terjadi secara luas yaitu di pasar bund Jerman, JGB Jepang, dan US Treasury di AS.
Hal tersebut mencerminkan pelaku pasar global masih menyasar instrumen bund, JGB, dan US Treasury yang dianggap menjadi instrumen yang paling aman di antara obligasi pemerintah negara lain di tengah kekhawatiran perang dagang dan belum jelasnya kelanjutan Brexit.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Penurunan harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 3,4 basis poin (bps) menjadi 8,06%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Koreksi terjadi di tengah semakin memanasnya perang dagang China-Amerika Serikat di mana pemerintahan Negeri Tirai Bambu melempar ancaman ekspor mineral unik yang menjadi bahan baku perangkat telekomunikasi hingga pertahanan (rare earth).
Yield Obligasi Negara Acuan 31 Mei'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 29 Mei'19 (%) | Yield 31 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 29 Mei'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.565 | 7.574 | 0.90 | 7.5386 |
FR0078 | 10 tahun | 8.034 | 8.068 | 3.40 | 8.0142 |
FR0068 | 15 tahun | 8.504 | 8.523 | 1.90 | 8.5139 |
FR0079 | 20 tahun | 8.503 | 8.505 | 0.20 | 8.4746 |
Avg movement | 1.60 |
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 588 bps, melebar dari posisi kemarin 579 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,18% dari posisi kemarin 2,22%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada Agustus tahun lalu.
Inversi kedua tenor tersebut sudah mencapai 18 basis poin, terbesar setidaknya sejak tahun lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 31 Mei'2019
Seri | Benchmark | Yield 29 Mei'19 (%) | Yield 31 Mei'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.372 | 2.369 | 3 bulan-5 tahun | 38.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.073 | 2.019 | 2 tahun-5 tahun | 3.7 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.018 | 1.964 | 3 tahun-5 tahun | -1.8 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.031 | 1.982 | 3 bulan-10 tahun | 18.5 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.225 | 2.184 | 2 tahun-10 tahun | -16.5 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 951 triliun SBN, atau 38,07% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 24 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 57,75 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun demikian, sepanjang Mei ini investor asing sudah keluar dari pasar SUN senilai Rp 11,57 triliun dan sepekan lalu nilai dana asing keluar mencapai Rp 3,43 triliun.
Koreksi pasar surat utang hari ini tidak terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas yang masing-masingnya malah menguat 0,99% dan 0,14%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara luas yaitu di China, India, Singapura, dan Singapura.
Di negara maju, penguatan masih terjadi secara luas yaitu di pasar bund Jerman, JGB Jepang, dan US Treasury di AS.
Hal tersebut mencerminkan pelaku pasar global masih menyasar instrumen bund, JGB, dan US Treasury yang dianggap menjadi instrumen yang paling aman di antara obligasi pemerintah negara lain di tengah kekhawatiran perang dagang dan belum jelasnya kelanjutan Brexit.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 29 Mei'19 (%) | Yield 31 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.44 | 8.44 | 0.00 |
China | 3.323 | 3.332 | 0.90 |
Jerman | -0.169 | -0.177 | -0.80 |
Perancis | 0.23 | 0.239 | 0.90 |
Inggris | 0.897 | 0.904 | 0.70 |
India | 7.124 | 7.133 | 0.90 |
Jepang | -0.082 | -0.092 | -1.00 |
Malaysia | 3.813 | 3.807 | -0.60 |
Filipina | 5.649 | 5.649 | 0.00 |
Rusia | 7.99 | 7.91 | -8.00 |
Singapura | 2.106 | 2.108 | 0.20 |
Thailand | 2.415 | 2.385 | -3.00 |
Amerika Serikat | 2.225 | 2.184 | -4.10 |
Afrika Selatan | 8.485 | 8.485 | 0.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular