
Yah! Investor Asing Kabur Lagi, IHSG Anjlok 1,08%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 May 2019 17:07

Keperkasaan dolar AS menjadi faktor yang membuat investor menjauhi bursa saham tanah air. Memang, pada hari ini rupiah membukukan penguatan sebesar 0,03% di pasar spot ke level Rp 14.370/dolar AS, menandai penguatan selama 4 hari beruntun.
Namun, yang membuat pelaku pasar khawatir adalah posisi indeks dolar AS yang begitu kuat. Hingga akhir perdagangan di bursa saham tanah air, indeks dolar AS membukukan penguatan sebesar 0,14%. Indeks dolar AS bahkan sempat menguat hingga 0,23%.
Sebagai informasi, indeks dolar AS merupakan indeks yang menggambarkan pergerakan dolar AS terhadap mata uang negara-negara mitra dagang utamanya.
Dolar AS mendapatkan suntikan energi seiring dengan kekhawatiran terkait eskalasi perang dagang AS-China. Kemarin, Trump mengatakan bahwa pihaknya saat ini tidak siap untuk meneken kesepakatan dagang dengan China.
“Saya rasa mereka mungkin berharap bahwa mereka meneken kesepakatan dagang yang sudah ada di atas meja sebelum mereka mencoba untuk menegosiasikan ulang,” kata Trump, dilansir dari Bloomberg.
“Mereka ingin meneken kesepakatan dagang. Saat ini, kami tidak siap untuk melakukannya.” ungkap Trump.
Trump kemudian mengungkapkan bahwa bea masuk yang dikenakan oleh AS terhadap produk impor asal China dapat dinaikkan dengan sangat signifikan dan mudah.
Ke depan, jika dolar AS tetap begitu perkasa, tentu ada potensi rupiah akan ikut terseret ke zona depresiasi. Apalagi, secara fundamental rupiah memang masih rapuh.
Belum lama ini, defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) periode kuartal-I 2019 diumumkan senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Pada kuartal-II 2019, nampaknya CAD masih akan dalam. Pasalnya, neraca dagang (yang merupakan komponen dari transaksi berjalan) membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019.
Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> (ank/tas)
Namun, yang membuat pelaku pasar khawatir adalah posisi indeks dolar AS yang begitu kuat. Hingga akhir perdagangan di bursa saham tanah air, indeks dolar AS membukukan penguatan sebesar 0,14%. Indeks dolar AS bahkan sempat menguat hingga 0,23%.
Sebagai informasi, indeks dolar AS merupakan indeks yang menggambarkan pergerakan dolar AS terhadap mata uang negara-negara mitra dagang utamanya.
“Saya rasa mereka mungkin berharap bahwa mereka meneken kesepakatan dagang yang sudah ada di atas meja sebelum mereka mencoba untuk menegosiasikan ulang,” kata Trump, dilansir dari Bloomberg.
“Mereka ingin meneken kesepakatan dagang. Saat ini, kami tidak siap untuk melakukannya.” ungkap Trump.
Trump kemudian mengungkapkan bahwa bea masuk yang dikenakan oleh AS terhadap produk impor asal China dapat dinaikkan dengan sangat signifikan dan mudah.
Ke depan, jika dolar AS tetap begitu perkasa, tentu ada potensi rupiah akan ikut terseret ke zona depresiasi. Apalagi, secara fundamental rupiah memang masih rapuh.
Belum lama ini, defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) periode kuartal-I 2019 diumumkan senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
![]() |
Pada kuartal-II 2019, nampaknya CAD masih akan dalam. Pasalnya, neraca dagang (yang merupakan komponen dari transaksi berjalan) membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019.
Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> (ank/tas)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular