Hore! Investor Asing Mulai Kembali ke Pasar Saham

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 May 2019 11:19
Hore! Investor Asing Mulai Kembali ke Pasar Saham
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini dengan koreksi tipis sebesar 0,02% ke level 6.056,41. Namun, tak perlu waktu lama bagi IHSG untuk membalikkan keadaan.

Hanya dalam hitungan menit, IHSG sudah merangsek ke zona hijau. Pada pukul 10:40 WIB, IHSG ditransaksikan menguat 0,61% ke level 6.094,49.

IHSG mengjijau kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia sedang ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai turun 0,34%, indeks Hang Seng turun 0,74%, indeks Straits Times turun 0,25%, dan indeks Kospi turun 0,12%.

Investor asing memegang peranan penting dalam mendorong IHSG ke zona hijau di tengah panasnya perang dagang AS-China yang berhasil membuat bursa saham regional terkulai.

Hingga berita ini ditulis, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 132,8 miliar di pasar reguler. Jika investor asing tetap mencatatkan beli bersih hingga akhir perdagangan, maka akan memutus rentetan jual bersih yang sudah berlangsung selama 16 hari beruntun.


Keperkasaan rupiah menjadi kunci di balik optimisme investor asing untuk kembali masuk pasar saham tanah air. Hingga berita ini diturunkan, rupiah menguat 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.355/dolar AS, menjadikannya mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menandai apresiasi selama 3 hari beruntun.

Rupiah terus menunjukkan performa yang menggembirakan pasca sebelumnya terus-menerus bergerak melemah. Jika dihitung sejak awal bulan ini hingga penutupan perdagangan tanggal 22 Mei, rupiah melemah hingga 1,93% melawan dolar AS di pasar spot.


Pelemahan rupiah yang signifikan tersebut membuat investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga mau tak mau aksi jual dilakukan di pasar saham. Kini, ketika kondisi mulai berbalik, investor asing kembali mengincar saham-saham di Indonesia.

Saham-saham yang banyak diburu investor asing pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 67,9 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 60,7 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 25,3 miliar), PT Ace Hardware Indonesia Tbk/ACES (Rp 4,1 miliar), dan PT Mitra Adiperkasa Tbk/MAPI (Rp 1,4 miliar).
Ada 2 hal yang memotori penguatan rupiah dalam 3 hari perdagangan terakhir. Pertama, rupiah nampak sudah selesai ‘dihukum’ oleh pelaku pasar. Pada bulan ini, rupiah sempat diterpa tekanan jual seiring dengan kehadiran awan hitam yang menyelimuti bernama defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD).

CAD periode kuartal-I 2019 diumumkan senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Pada kuartal-II 2019, nampaknya CAD masih akan dalam. Pasalnya, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019. Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.

Kalau neraca dagang (yang merupakan komponen dari transaksi berjalan) saja sudah membukukan defisit yang begitu dalam, tentu CAD akan sulit diredam. Ada kemungkinan, CAD untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih dalam dibandingkan CAD untuk keseluruhan tahun 2018 yang sebesar 2,98% dari PDB.

Kedua, penguatan rupiah dalam 3 hari perdagangan terakhir dimotori oleh rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Belum lama ini, pembacaan awal atas data Manufacturing PMI periode Mei 2019 versi Markit diumumkan di level 50,6, di bawah konsensus yang sebesar 53, dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti periode April 2019 diumumkan flat alias tak mencatatkan perubahan secara bulanan. Padahal, konsensus memperkirakan ada pertumbuhan sebesar 0,1%, dilansir dari Forex Factory.

Dengan data ekonomi AS yang mengecewakan, ekspektasi bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan menjadi membesar dan praktis membuat dolar AS menjadi kehilangan pijakan untuk menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular