
Saat Rupiah Tertindas, Ada 'Sang Naga' yang Murka
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
24 May 2019 08:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Tak ada yang ingin jika nilai tukar rupiah terus terpuruk lawan dolar Amerika Serikat (AS), tak terkecuali Bank Indonesia (BI) yang menjadi garda terdepan mengawal stabilitas nilai tukar.
Rupiah memang dalam beberapa hari terakhir melemah, tertekan oleh ketidakpastian di pasar keuangan global dan domestik. Namun, Kamis (23/5/2019) kemarin mata uang dalam negeri ini menguat cukup signifikan.
Dengan kondisi ini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menekankan bahwa BI akan terus ada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar terus sesuai dengan fundamentalnya. BI akan terus melakukan intervensi baik di pasar valuta asing (valas) maupun sekunder.
"Kami sudah beli SBN dari pasar sekunder Rp19,47 triliun. Ini umumnya dari SBN dan SBSN yang umumnya dilepas asing. Kami gunakan ini SBN ini adalah di dalam langkah lakukan operasi moneter kita," tegasnya saat konferensi pers KSSK di kantor Kementerian Keuangan, kemarin.
Diketahui, nilai tukar rupiah terhadap greenback ditutup menguat di perdagangan pasar spot kemarin. Rupiah berhasil memutus rantai pelemahan selama tiga hari dengan performa yang cukup meyakinkan.
Pada Kamis (23/5/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.465 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,38% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menjadi yang terkuat di Asia.
Penguatan rupiah kemarin dipicu oleh mulai berkurangnya ketidakpastian di domestik yang mendorong masuknya arus modal asing ke pasar obligasi negara dan saham, yang kemudian diikuti oleh pelepasan devisa oleh kalangan eksportir.
Saat ini memang kondisi global masih penuh tantangan. Ketika rupiah terpuruk, BI harus menggelontorkan banyak dolar layaknya 'naga' yang menyemburkan api.
Di tengah terus menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia karena semakin memanasnya sengketa dagang AS-China, tidak mungkin rupiah akan berbalik menguat bila tidak ada campur tangan BI. Bank sentral sepertinya berupaya keras untuk mencegah kurs rupiah tidak tembus di atas Rp 14.550/US$.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah menuturkan keberadaan BI yang konsisten berada di pasar adalah untuk memastikan bahwa bila rupiah melemah maka harus berjalan secara gradual.
"Namun, pada momentum tertentu Bank Indonesia perlu mengambil langkah yang tegas untuk menahan atau membalik arah pelemahan agar kepercayaan pasar dan masyarakat tetap terjaga terhadap rupiah," tegas Nanang kepada CNBC Indonesia.
BI, sambung Nanang, masih terus mewaspadai dinamika di pasar keuangan global dan memonitor perkembangan kebutuhan devisa untuk siklus pembayaran deviden oleh korporasi.
Tensi sengketa dagang AS-China masih terus perlu dicermati. Sebagaimana diketahui, menyusul pembatasan kerja sama perusahaan China Huawei dengan beberapa perusahaan AS
Pemerintahan AS akan menargetkan lebih banyak perusahaan teknologi China di tengah perang dagang yang berkecamuk.
"Oleh karena itu, Bank Indonesia akan terus mengawal stabilitas rupiah dengan tiga bauran instrumen, yaitu stabilisasi di pasar spot, pasar DNDF [Domestic Non-Delivery Forward], dan pasar obligasi negara," tutup Nanang.
(prm) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Rupiah memang dalam beberapa hari terakhir melemah, tertekan oleh ketidakpastian di pasar keuangan global dan domestik. Namun, Kamis (23/5/2019) kemarin mata uang dalam negeri ini menguat cukup signifikan.
Dengan kondisi ini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menekankan bahwa BI akan terus ada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar terus sesuai dengan fundamentalnya. BI akan terus melakukan intervensi baik di pasar valuta asing (valas) maupun sekunder.
Diketahui, nilai tukar rupiah terhadap greenback ditutup menguat di perdagangan pasar spot kemarin. Rupiah berhasil memutus rantai pelemahan selama tiga hari dengan performa yang cukup meyakinkan.
Pada Kamis (23/5/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.465 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,38% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menjadi yang terkuat di Asia.
Penguatan rupiah kemarin dipicu oleh mulai berkurangnya ketidakpastian di domestik yang mendorong masuknya arus modal asing ke pasar obligasi negara dan saham, yang kemudian diikuti oleh pelepasan devisa oleh kalangan eksportir.
Saat ini memang kondisi global masih penuh tantangan. Ketika rupiah terpuruk, BI harus menggelontorkan banyak dolar layaknya 'naga' yang menyemburkan api.
![]() |
Di tengah terus menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia karena semakin memanasnya sengketa dagang AS-China, tidak mungkin rupiah akan berbalik menguat bila tidak ada campur tangan BI. Bank sentral sepertinya berupaya keras untuk mencegah kurs rupiah tidak tembus di atas Rp 14.550/US$.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah menuturkan keberadaan BI yang konsisten berada di pasar adalah untuk memastikan bahwa bila rupiah melemah maka harus berjalan secara gradual.
"Namun, pada momentum tertentu Bank Indonesia perlu mengambil langkah yang tegas untuk menahan atau membalik arah pelemahan agar kepercayaan pasar dan masyarakat tetap terjaga terhadap rupiah," tegas Nanang kepada CNBC Indonesia.
BI, sambung Nanang, masih terus mewaspadai dinamika di pasar keuangan global dan memonitor perkembangan kebutuhan devisa untuk siklus pembayaran deviden oleh korporasi.
Tensi sengketa dagang AS-China masih terus perlu dicermati. Sebagaimana diketahui, menyusul pembatasan kerja sama perusahaan China Huawei dengan beberapa perusahaan AS
Pemerintahan AS akan menargetkan lebih banyak perusahaan teknologi China di tengah perang dagang yang berkecamuk.
"Oleh karena itu, Bank Indonesia akan terus mengawal stabilitas rupiah dengan tiga bauran instrumen, yaitu stabilisasi di pasar spot, pasar DNDF [Domestic Non-Delivery Forward], dan pasar obligasi negara," tutup Nanang.
(prm) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular