Isu Perang Dagang Kembali Merahkan Wall Street

Prima Wirayani, CNBC Indonesia
23 May 2019 06:30
Indeks-indeks saham Wall Street ditutup di zona merah, Rabu (22/5/2019).
Foto: Bursa Tokyo (AP Photo/Richard Drew)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks-indeks saham Wall Street ditutup di zona merah, Rabu (22/5/2019), ketika kabar memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China menjadi sentimen negatif bagi pasar.

Sementara itu, anjloknya harga saham pembuat chip Qualcomm dan saham-saham peritel lainnya turut membuat pasar lesu.

Dow Jones Industrial Average melemah 0,39%, S&P 500 terkoreksi 0,28%, sementara Nasdaq composite turun 0,45% di akhir perdagangan.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan kepada CNBC International bahwa kunjungan ke Beijing untuk memulai lagi nego dagang belum direncanakan hingga saat ini. Hal itu menurunkan harapan pasar bahwa penyelesaian perang dagang AS-China akan tercapai dalam waktu dekat.


Di lain pihak, pemblokiran yang dijatuhkan pemerintah AS kepada raksasa teknologi China Huawei membuat Beijing memikirkan kembali hubungan ekonominya dengan Washington, tulis surat kabar South China Morning Post, dilansir dari CNBC International.

Laporan itu juga menyatakan China tengah mempertimbangkan menghentikan pembelian gas alam dari AS. Pada 2017, China membeli minyak mentah dan gas alam cair AS senilai US$6,3 miliar.

Sementara itu, saham Qualcomm terjun bebas 10,9% dan mencatatkan penurunan harian terbesarnya sejak 23 Januari 2017 setelah hakim AS memutuskan bahwa perusahaan pembuat chip itu melanggar undang-undang antimonopoli. Qualcomm dinyatakan telah secara melawan hukum membatasi persaingan di sektor chip ponsel.

Saham-saham para peritel juga rontok setelah beberapa perusahaan melaporkan kinerja yang lebih lemah dari perkiraan. Lowe anjlok 11,9% sementara Nordstrom harus rela ambruk 9,3%.

Isu Perang Dagang Kembali Merahkan Wall StreetFoto: Bursa New York (AP Photo/Richard Drew))

Pasar juga mencerna rilis risalah rapat bank sentral Federal Reserve. Dokumen itu mengindikasikan bank sentral tidak akan membuat perubahan suku bunga untuk beberapa waktu.

"Kontrak berjangka (futures) mengindikasikan sekali penurunan (suku bunga) di 2019 dan dua kali di 2020. Saat ini kita belum melihatnya kecuali kondisi ekonomi terus melemah," kata Jeff Zipper, direktur pelaksana investasi di US Bank Wealth Management.

"Tentu saja ada kekhawatiran akan terjadinya perlambatan meskipun tidak sampai mengakibatkan resesi," tambahnya.
(prm) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular