
Defisit Parah, Ini Ramuan Jokowi Tekan Defisit Dagang
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
21 May 2019 09:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan sudah mewanti-wanti soal terjadinya defisit neraca perdagangan April 2019 yang faktanya menjadi defisit perdagangan terburuk sepanjang sejarah Republik Indonesia berdiri.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan defisit neraca perdagangan pada April 2019 mencapai US$ 2,5 miliar. Sebelumnya, defisit yang terdalam pernah terjadi pada Juli 2013 sebesar US$ 2,3 miliar.
"Namanya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, itu memang persoalan besar kita. Bolak balik saya sampaikan," keluh Jokowi di sela-sela kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur, Senin (20/5/2019).
"Tapi rumusnya, kalau ekspor tidak meningkat, kemudian barang subtitusi impornya tidak diproduksi sendiri di dalam negeri, mau sampai kapan rampung?" kata Presiden.
Jokowi menekankan, kunci untuk mengatasi defisit neraca perdagangan adalah hilirisasi sumber daya alam (SDA) dan komoditas serta meningkatkan kinerja industri manufaktur. Menurut Jokowi, sudah saatnya industri nasional bangkit.
"Jangan sampai kirim barang mentah, raw material. Kuncinya di situ aja. Contohnya avtur. Sekarang enggak impor, nanti mulai bulan depan sudah enggak ada impor avtur dan solar," tegas Jokowi.
"Karena sudah dikerjakan di dalam negeri. Semua kok impar-impor. Sampai kapanpun defisit pasti. Yang paling penting itu bagaimana menyelesaikan persoalan," imbuhnya.
Sebagai informasi, penyebab utama pembengkakan defisit neraca dagang kali ini ada pada kinerja ekspor yang sangat memprihatinkan. Sepanjang bulan April, Indonesia hanya mampu mencetak ekspor senilai US$ 12,6 miliar, atau turun hingga 10,8% dibandingkan April tahun lalu (year-on-year/YoY).
Kinerja ekspor paling buruk terjadi di sektor migas yang hanya mampu mengekspor senilai US$ 740 juta, atau turun hingga 37,06% YoY.
Namun, sejatinya ekspor migas memang sudah seharusnya turun karena saat ini minyak jatah ekspor produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebagian besar dibeli oleh Pertamina. Selain itu ekspor migas hanya memiliki andil 5,89% terhadap total ekspor bulan lalu.
Seharusnya yang menjadi sorotan adalah kinerja ekspor non-migas karena menyumbang hingga 94,11% dari total ekspor sepanjang bulan April. Parahnya, ekspor-non migas tercatat hanya sebesar US$ 11,86 miliar, atau turun hingga 10,96% YoY.
Sektor industri pengolahan, yang merupakan komponen terbesar penyusun non-migas, kali ini amblas hingga 11,82% YoY menjadi tinggal US$ 9,42 miliar.
Harga-harga komoditas yang berjatuhan menjadi salah satu penyebab utama buruknya kinerja ekspor non-migas. Itulah yang menyebabkan nilai ekspor komoditas utama Indonesia anjlok.
Bahkan berdasarkan data BPS, lima komoditas ekspor utama Indonesia pada bulan April 2019 mendapat rapor merah alias terkontraksi secara YoY.
(tas) Next Article Bukan Jokowi, Airlangga Buka Perdagangan Saham BEI 2021
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan defisit neraca perdagangan pada April 2019 mencapai US$ 2,5 miliar. Sebelumnya, defisit yang terdalam pernah terjadi pada Juli 2013 sebesar US$ 2,3 miliar.
"Namanya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, itu memang persoalan besar kita. Bolak balik saya sampaikan," keluh Jokowi di sela-sela kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur, Senin (20/5/2019).
"Tapi rumusnya, kalau ekspor tidak meningkat, kemudian barang subtitusi impornya tidak diproduksi sendiri di dalam negeri, mau sampai kapan rampung?" kata Presiden.
Jokowi menekankan, kunci untuk mengatasi defisit neraca perdagangan adalah hilirisasi sumber daya alam (SDA) dan komoditas serta meningkatkan kinerja industri manufaktur. Menurut Jokowi, sudah saatnya industri nasional bangkit.
"Jangan sampai kirim barang mentah, raw material. Kuncinya di situ aja. Contohnya avtur. Sekarang enggak impor, nanti mulai bulan depan sudah enggak ada impor avtur dan solar," tegas Jokowi.
"Karena sudah dikerjakan di dalam negeri. Semua kok impar-impor. Sampai kapanpun defisit pasti. Yang paling penting itu bagaimana menyelesaikan persoalan," imbuhnya.
Sebagai informasi, penyebab utama pembengkakan defisit neraca dagang kali ini ada pada kinerja ekspor yang sangat memprihatinkan. Sepanjang bulan April, Indonesia hanya mampu mencetak ekspor senilai US$ 12,6 miliar, atau turun hingga 10,8% dibandingkan April tahun lalu (year-on-year/YoY).
Kinerja ekspor paling buruk terjadi di sektor migas yang hanya mampu mengekspor senilai US$ 740 juta, atau turun hingga 37,06% YoY.
Namun, sejatinya ekspor migas memang sudah seharusnya turun karena saat ini minyak jatah ekspor produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebagian besar dibeli oleh Pertamina. Selain itu ekspor migas hanya memiliki andil 5,89% terhadap total ekspor bulan lalu.
Sektor industri pengolahan, yang merupakan komponen terbesar penyusun non-migas, kali ini amblas hingga 11,82% YoY menjadi tinggal US$ 9,42 miliar.
Harga-harga komoditas yang berjatuhan menjadi salah satu penyebab utama buruknya kinerja ekspor non-migas. Itulah yang menyebabkan nilai ekspor komoditas utama Indonesia anjlok.
Bahkan berdasarkan data BPS, lima komoditas ekspor utama Indonesia pada bulan April 2019 mendapat rapor merah alias terkontraksi secara YoY.
![]() |
(tas) Next Article Bukan Jokowi, Airlangga Buka Perdagangan Saham BEI 2021
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular