
Perang Dagang Memanas, Pasar Obligasi Koreksi Lagi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
20 May 2019 20:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali terkoreksi pada perdagangan di awal pekan ini. Koreksi terjadi di tengah sentimen negatif dari perang dagang yang semakin memanas.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 7 basis poin (bps) menjadi 8,57%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,39 poin (0,16%) menjadi 242,98 dari posisi kemarin 243,37.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 569 bps, melebar dari posisi kemarin 565 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,39% dari posisi kemarin 2,38%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang mulai terjadi sejak perang dagang China-AS kembali bulan ini.
Inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun lebih dinanti pelaku pasar global karena merupakan indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 954,43 triliun SBN, atau 38,44% dari total beredar Rp 2.483 triliun berdasarkan data per 17 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 61,18 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun positif sejak awal tahun, posisi asing di pasar sudah berkurang Rp 8,14 triliun sejak akhir April.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang melonjak signifikan yaitu 1,38%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi luas dengan penguatan yang hanya terjadi di India dan Rusia.
Di negara maju, tidak ada pasar obligasi pemerintah denominasi lokal yang menguat.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 7 basis poin (bps) menjadi 8,57%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 20 Mei'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 17 Mei'19 (%) | Yield 20 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 20 Mei'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.526 | 7.567 | 4.10 | 7.5262 |
FR0078 | 10 tahun | 8.034 | 8.091 | 5.70 | 8.0514 |
FR0068 | 15 tahun | 8.509 | 8.579 | 7.00 | 8.5591 |
FR0079 | 20 tahun | 8.576 | 8.62 | 4.40 | 8.6535 |
Avg movement | 5.30 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,39 poin (0,16%) menjadi 242,98 dari posisi kemarin 243,37.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 569 bps, melebar dari posisi kemarin 565 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,39% dari posisi kemarin 2,38%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang mulai terjadi sejak perang dagang China-AS kembali bulan ini.
Inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun lebih dinanti pelaku pasar global karena merupakan indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 20 Mei'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 17 Mei'19 (%) | Yield 20 Mei'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.393 | 2.401 | 3 bulan-5 tahun | 22 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.202 | 2.21 | 2 tahun-5 tahun | 2.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.149 | 2.155 | 3 tahun-5 tahun | -2.6 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.178 | 2.181 | 3 bulan-10 tahun | 0.8 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.393 | 2.393 | 2 tahun-10 tahun | -18.3 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 954,43 triliun SBN, atau 38,44% dari total beredar Rp 2.483 triliun berdasarkan data per 17 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 61,18 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun positif sejak awal tahun, posisi asing di pasar sudah berkurang Rp 8,14 triliun sejak akhir April.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang melonjak signifikan yaitu 1,38%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi luas dengan penguatan yang hanya terjadi di India dan Rusia.
Di negara maju, tidak ada pasar obligasi pemerintah denominasi lokal yang menguat.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 17 Mei'19 (%) | Yield 20 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.01 | 9.1 | 9.00 |
China | 3.283 | 3.298 | 1.50 |
Jerman | -0.105 | -0.102 | 0.30 |
Perancis | 0.287 | 0.294 | 0.70 |
Inggris | 1.035 | 1.046 | 1.10 |
India | 7.362 | 7.285 | -7.70 |
Jepang | -0.057 | -0.043 | 1.40 |
Malaysia | 3.818 | 3.819 | 0.10 |
Filipina | 5.822 | 5.861 | 3.90 |
Rusia | 8.11 | 8.03 | -8.00 |
Singapura | 2.138 | 2.157 | 1.90 |
Thailand | 2.46 | 2.47 | 1.00 |
Amerika Serikat | 2.392 | 2.393 | 0.10 |
Afrika Selatan | 8.445 | 8.51 | 6.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular