Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan Bikin Harap-Harap Cemas

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 May 2019 13:07
Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan Bikin Harap-Harap Cemas
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu terbukti bukan masa yang baik untuk pasar keuangan Tanah Air. Tercatat selama lima hari perdagangan (13-17/5/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 6,16% ke level 5.826,67.

Nasib serupa juga dialami oleh mata uang Garuda, rupiah, yang mana terdepresiasi 0,87% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada periode yang sama. Hingga penutupan perdagangan Jumat (17/5/2019) kurs rupiah berada di posisi Rp 14.445/US$.

Tapi itu adalah masa lalu, yang harus dijadikan pelajaran untuk menyongsong hari yang baru.

Namun bagaimana nasib pasar keuangan dalam negeri untuk pekan depan?

Tim Riset CNBC Indonesia merangkum setidaknya ada 4 sentimen penting yang berpotensi menjadi penggerak pasar pekan depan.

Kelanjutan Perang Dagang AS-China

Dinamika perang dagang dua raksasa ekonomi dunia ini masih patut untuk terus diamati. Sebab potensi meningkatnya ketegangan hubungan AS dan China masih tetap menghantui.

Sebagai latar belakang, pada hari Jumat dua pekan lalu (10/5/2019), pemerintah AS melalui Kantor Perwakilan Dagang telah secara resmi memberlakukan tarif baru sebesar 25% (dari yang semula 10%) terhadap produk China senilai US$ 200 miliar. Membalas, China pada hari Senin (13/5/2019) juga mengumumkan kenaikan tarif yang berkisar antara 5%-25% terhadap produk impor asal Negeri Paman Sam senilai US$ 60 miliar.

Namun saat itu kedua belah pihak masih menunjukkan keinginan untuk terus melakukan perundingan untuk mencapai suatu kesepakatan. Bahkan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin dikabarkan tengah mempersiapkan keberangkatannya ke Beijing untuk melanjutkan dialog dalam waktu dekat.

Namun semua itu buyar karena pada hari Kamis (16/5/2019) Presiden AS, Donald Trump mengumumkan kondisi darurat nasional terkait ancaman pada sektor teknologi. Hal itu membuat Huawei dimasukkan ke dalam daftar hitam, yang artinya melarang seluruh perusahaan AS untuk bertransaksi dengan Huawei tanpa ijin dari pemerintah AS.

China pun meradang dengan menyebutkan bahwa langkah yang diambil oleh AS telah semakin memperparah hubungan dagang antara kedua negara.

"Kami meminta AS untuk berhenti melangkah lebih jauh, supaya perusahaan-perusahaan asal China dapat merasakan situasi yang lebih normal dalam berbisnis, serta untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dalam perang dagang AS-China," papar Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng dalam konferensi pers pada hari Kamis, dikutip dari CNBC International.

Bahkan berdasarkan laporan dari Bloomberg, pemerintah China dikatakan tidak lagi tertarik untuk melanjutkan perundingan. Rencana Mnuchin untuk ke Beijing menjadi masih abu-abu.

Akan tetapi, belakangan Departemen Perdagangan AS mengatakan bahwa pihaknya mungkin saja menerbitkan ijin sementara kepada perusahaan atau perorangan yang telah memiliki perangkat Huawei untuk tetap dapat 'menjaga kinerja' jaringan dan peralatannya, mengutip Reuters, Sabtu (18/5/2019). Ijin tersebut akan berlaku selama 90 hari, tapi tidak mengakomodir transaksi baru.

Hingga berita ini diturunkan, juru bicara Huawei belum memberi tanggapan atas penerbitan ijin tersebut.

Masih belum jelas reaksi China atas pancingan yang diberikan oleh AS. Namun setidaknya masih ada kemungkinan AS dan China untuk mau kembali melanjutkan perundingan.

Bila sinyal-sinyal positif muncul dari China, maka setidaknya potensi eskalasi perang dagang dapat sedikit dikurangi. Harapannya dapat membangkitkan gairah investor untuk masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Tapi bila tidak, Trump sudah pernah meminta pemerintahannya untuk memproses pemberlakuan tarif 25% bagi produk China lain senilai US$ 325 miliar. Sebelumnya produk-produk tersebut tidak terdampak perang dagang, alias tidak ada tarif.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>>

Potensi Perang Dagang Otomotif

Setelah rencana penundaan pengenaan bea impor produk otomotif dikabarkan pada hari Rabu (16/5/2019), akhirnya Gedung Putih mengeluarkan pernyataan resmi.

Hari Minggu (19/5/2019) Trump memberi mandat kepada jajarannya untuk melakukan negosiasi atas impor produk-produk otomotif, mengutip Reuters.

Sebagai informasi, pada Februari 2019 Departemen Perdagangan AS mengatakan bahwa impor produk-produk otomotif telah mengancam keamanan nasional karena menghambat kemampuan produsen mobil AS untuk mengembangkan teknologi baru. Sejak saat itu pula pemerintahan Trump berencana memberlakukan tarif impor atas produk otomotif.

Bila itu dilakukan, sejatinya AS akan membuka pintu perang dagang batu terhadap produsen otomotif seluruh dunia, dimana Jerman dan Jepang merupakan pemain kunci.

Kini setidaknya ada proses negosiasi yang bisa mencegah terjadinya perang dagang baru.

Walaupun memang, Trump hanya memberikan waktu selama 180 hari untuk melakukan dialog dagang dengan para produsen otomotif dunia. Jika tidak ada hasil yang cukup memuaskan, Trump mengatakan akan memutuskan sendiri langkah yang perlu diambil.

Sebagai gambaran, pada tahun 2017, AS tercatat mengimpor produk-produk otomotif senilai US$ 191 miliar. Sedangkan pangsa pasar global mobil-mobil buatan AS telah turun dari yang semula 36% di tahun 1995, menjadi tinggal 12% tahun 2017. Sementara di AS sendiri, mobil made in USA hanya mendapat pangsa pasar sebesar 22%.
Perkembangan negosiasi otomotif ini menjadi penting untuk terus dipantau, karena akan bila auranya negatif, akan memperparah dampak perang dagang AS-China yang tengah berkecamuk.

BERLANJUT KE HALAMAN 3>>>


Gonjang-Ganjing Pilpres 2019

Dari dalam negeri, kisruh politik terkait Pemilihan Umum (Pemilu) yang sudah dilaksanakan pada 17 April 2019 silam juga berpotensi membuat pasar keuangan terpengaruh.

Berdasarkan Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Pemilu 2019 hingga hari Minggu (19/5/2019) pukul 08:00 WIB, pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin masih memimpin dengan perolehan suara sebesar 55,71%. Sementara pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Sandiaga Uno hanya sebesar 44,28%.

Jika tidak ada halangan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan hasil resmi Pemilu 2019 pada hari Rabu (22/5/2019).

Akan tetapi, sinyal-sinyal penolakan hasil pemilu oleh kubu Prabowo-Sandiaga sudah mulai santer diperlihatkan. Bahkan keduanya sempat menggelar simposium yang bertajuk 'Mengungkap Fakta Kecurangan Pemilu 2019' di Hotel Grand Sahid Jaya pada hari Selasa (14/5/2019).

Dalam simposium tersebut Prabowo mengatakan bahwa banyak terjadi kecurangan dalam proses Pemilu 2019.

"Masyarakat disuguhi banyak cerita banyak tsunami amplop politik uang yang dikawal aparat pemerintah rakyat sebagai pemilik kedaulatan terlena. Rakyat dipaksa memilih yang memberikan iming-iming uang," ujarnya.

Prabowo menegaskan bahwa pihaknya akan menolak hasil perhitungan Pilpres 2019 yang curang. "Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakbenaran dan ketidakjujuran," jelasnya.

Bahkan, mengutip CNN Indonesia, Prabowo akan memimpin massa untuk turun ke jalan pada 22 Mei mendatang, usai KPU menyelesaikan perhitungan suara Pemilu 2019.

Berdasarkan keterangan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya, Laksamana Purnawirawan Tedjo Edhy Purdijatno, setidaknya ada tiga hal yang akan disuarakan dalam aksi tersebut.

Pertama, terkait tanggung jawab negara atas meninggalnya ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Kedua, tuntutan tanggung jawab kepada penyelenggara pemilu atas dugaan kecurangan yang terjadi secara masif, sistematis, dan terstruktur.

Ketiga, massa akan menolak hasil penyelenggaraan pemilu yang dinilai banyak terjadi kecurangan.

Hingga saat ini aparat keamanan, TNI dan Polri tengah berupaya untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Namun aksi ini berpotensi membuat kondisi negara menjadi labil dan dan tidak pasti. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, namun yang jelas keributan bukanlah suatu hal yang bagus bagi pasar keuangan.

Ketidakpastian yang menjadi musuh utama investor berpeluang muncul dan membuat gairah investasi di pasar keuangan dalam negeri menjadi surut.

BERLANJUT KE HALAMAN 4>>>


Memanasnya konflik di Timur Tengah semakin membuat berbagai pihak khawatir, termasuk pelaku pasar.

Minggu, (12/5/2019), otoritas Uni Emirat Arab (UEA) mengabarkan bahwa telah terjadi sabotase pada empat kapal tanker komersial di dekat perairan Fujairah, yang mana salah satu hub perdagangan international yang terbesar di sekitar Selat Hormuz, mengutip Reuters.

Sehari berselang, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa dua dari empat kapal tanker yang menjadi korban sabotase merupakan milik kerajaan dinasti Saud, mengutip Reuters. Untungnya dalam insiden tersebut tidak ada korban jiwa maupun laporan tumpahan minyak.

Pasukan pengawal revolusi Iran (Islamic Revolutionary Guard Corps/IRGC) juga disebut sebagai fasilitator penyerangan empat kapal tanker (termasuk 2 milik Arab Saudi) di Fujairah, UEA pada hari Minggu (12/5/2019), berdasarkan keterangan perusahaan penilai Norwegia.

Seakan belum cukup panas, pada hari Selasa (14/5/2019) Al-Falih mengatakan telah terjadi penyerangan pada dua fasilitas di jaringan pipa minyak milik perusahaan Saudi Aramco oleh drone yang dilengkapi dengan alat peledak.

Arab Saudi menuding Iran sebagai dalang dibalik penyerangan tersebut. Menurut Arab Saudi, Iran lah yang memberi perintah kepada kelompok Houthi Yaman untuk melakukan sabotase pada fasilitas milik perusahaan Aramco.

Namun Kementerian Luar Negeri Iran membantah bahwa negaranya terlibat dalam penyerangan tersebut.

Hari Kamis (16/5/2019), Arab Saudi melancarkan serangan udara ke Ibukota Yaman, Sanaa yang dikuasai oleh kelompok Houthi.

Berdasarkan laporan Reuters, serangan tersebut menargetkan sembilan basis militer di wilayah kota Sanaa. Enam penduduk, yang mana empat diantaranya merupakan anak-anak dikabarkan tewas oleh stasiun televisi Houthi, Mesirah. Sementara 60 orang lainnya luka-luka, termasuk dua wanita Rusia yang bekerja di sektor kesehatan.

Tidak hanya dengan Arab Saudi, ketegangan hubungan Iran juga semakin memanas dengan Amerika Serikat (AS). Hal itu dipicu oleh langkah pemerintah AS dengan memberlakukan sanksi penuh terhadap Iran karena masih melanjutkan program nuklir. Negeri Paman Sam secara tegas melarang seluruh negara mitranya untuk membeli minyak dari Iran.

Tak hanya itu, Presiden AS, Donald Trump juga mengatakan bahwa pihaknya telah menambah jumlah kekuatan tempur militer di Timur Tengah. AS juga telah menempatkan kapal induk yang membawa pesawat tempur dan pesawat pengebom di kawasan Timur Tengah, mengutip Reuters, Minggu (5/5/2019). Bahkan pekan lalu AS telah menarik beberapa pegawai kedutaan besar di Baghdad, Iraq setelah insiden sabotase kapal tanker di Fujairah.

Iran kemudian mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan 'perang psikologis' dan sebuah 'permainan politik'.

Hari Jumat (17/5/2019), Deputi Urusan Parlemen IRGC, Mohammad Saleh Jokar mengatakan bahwa "Misil jarah pendek kami [Iran] dapat dengan mudah menghantam kapal perang AS di Teluk Persia", seperti yang dikabarkan kantor berita Fars, mengutip Reuters.

Menurut Jokar, AS tidak mampu untuk membiayai perang baru dan berada dalam kondisi tidak menguntungkan dalam hal jumlah personel dan kondisi sosial.

Di Washington, pejabat senior pemerintahan AS dikabarkan tengah menunggu kabar dari Iran melalui telepon. Belum ada kabar bahwa Negeri Persia bersedia berbicara langsung dengan Trump.

Sebelumnya Trump telah mendesak pimpinan Iran untuk menggelar dialog atas program nuklir dan ketegangan yang terjadi antara AS-Iran.

Gejolak yang terjadi di Timur Tengah bukan tidak mungkin memicu konflik bersenjata yang lebih luas. Apabila konflik terus memanas, potensi gejolak sosial-ekonomi global pun meningkat. Pelaku pasar akan semakin takut untuk agresif berinvestasi pada instrumen berisiko.

BERLANJUT KE HALAMAN 5>>>
Berikut jadwal rilis data ekonomi beberapa negara utama dunia pada pekan depan:

Senin 20 Mei 2019
  • Rilis data pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal I-2019 (06:50 WIB)
Selasa 21 Mei 2019
  • Rilis data penjualan rumah bukan baru (existing) Amerika Serikat (AS) periode April (21:00 WIB)
Rabu 22 Mei 2019
  • Rilis data pemesanan mesin Jepang periode Maret (06:50 WIB)
  • Rilis data neraca perdagangan (ekspor-impor) Jepang periode April (06:50 WIB)
Kamis 23 Mei 2019
  • Rilis pembacaan awal Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Jepang periode Mei versi Nikkei (07:30 WIB)
  • Rilis pembacaan awal PMI Manufaktur Zona Euro periode Mei versi Markit(15:00 WIB)
  • Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS untuk minggu yang berakhir pada 18 Mei (19:30 WIB)
  • Rilis pembacaan awal PMI Manufaktur AS periode Mei versi Markit (20:45 WIB)
  • Rilis data penjualan rumah baru AS periode April (21:00 WIB)
Jumat 24 Mei 2019
  • Rilis data tingkat inflasi Jepang periode April (06:30 WIB)
  • Rilis data pemesanan barang tahan lama AS periode April (19:30 WIB)


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular