
Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan Bikin Harap-Harap Cemas
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 May 2019 13:07

Memanasnya konflik di Timur Tengah semakin membuat berbagai pihak khawatir, termasuk pelaku pasar.
Minggu, (12/5/2019), otoritas Uni Emirat Arab (UEA) mengabarkan bahwa telah terjadi sabotase pada empat kapal tanker komersial di dekat perairan Fujairah, yang mana salah satu hub perdagangan international yang terbesar di sekitar Selat Hormuz, mengutip Reuters.
Sehari berselang, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa dua dari empat kapal tanker yang menjadi korban sabotase merupakan milik kerajaan dinasti Saud, mengutip Reuters. Untungnya dalam insiden tersebut tidak ada korban jiwa maupun laporan tumpahan minyak.
Pasukan pengawal revolusi Iran (Islamic Revolutionary Guard Corps/IRGC) juga disebut sebagai fasilitator penyerangan empat kapal tanker (termasuk 2 milik Arab Saudi) di Fujairah, UEA pada hari Minggu (12/5/2019), berdasarkan keterangan perusahaan penilai Norwegia.
Seakan belum cukup panas, pada hari Selasa (14/5/2019) Al-Falih mengatakan telah terjadi penyerangan pada dua fasilitas di jaringan pipa minyak milik perusahaan Saudi Aramco oleh drone yang dilengkapi dengan alat peledak.
Arab Saudi menuding Iran sebagai dalang dibalik penyerangan tersebut. Menurut Arab Saudi, Iran lah yang memberi perintah kepada kelompok Houthi Yaman untuk melakukan sabotase pada fasilitas milik perusahaan Aramco.
Namun Kementerian Luar Negeri Iran membantah bahwa negaranya terlibat dalam penyerangan tersebut.
Hari Kamis (16/5/2019), Arab Saudi melancarkan serangan udara ke Ibukota Yaman, Sanaa yang dikuasai oleh kelompok Houthi.
Berdasarkan laporan Reuters, serangan tersebut menargetkan sembilan basis militer di wilayah kota Sanaa. Enam penduduk, yang mana empat diantaranya merupakan anak-anak dikabarkan tewas oleh stasiun televisi Houthi, Mesirah. Sementara 60 orang lainnya luka-luka, termasuk dua wanita Rusia yang bekerja di sektor kesehatan.
Tidak hanya dengan Arab Saudi, ketegangan hubungan Iran juga semakin memanas dengan Amerika Serikat (AS). Hal itu dipicu oleh langkah pemerintah AS dengan memberlakukan sanksi penuh terhadap Iran karena masih melanjutkan program nuklir. Negeri Paman Sam secara tegas melarang seluruh negara mitranya untuk membeli minyak dari Iran.
Tak hanya itu, Presiden AS, Donald Trump juga mengatakan bahwa pihaknya telah menambah jumlah kekuatan tempur militer di Timur Tengah. AS juga telah menempatkan kapal induk yang membawa pesawat tempur dan pesawat pengebom di kawasan Timur Tengah, mengutip Reuters, Minggu (5/5/2019). Bahkan pekan lalu AS telah menarik beberapa pegawai kedutaan besar di Baghdad, Iraq setelah insiden sabotase kapal tanker di Fujairah.
Iran kemudian mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan 'perang psikologis' dan sebuah 'permainan politik'.
Hari Jumat (17/5/2019), Deputi Urusan Parlemen IRGC, Mohammad Saleh Jokar mengatakan bahwa "Misil jarah pendek kami [Iran] dapat dengan mudah menghantam kapal perang AS di Teluk Persia", seperti yang dikabarkan kantor berita Fars, mengutip Reuters.
Menurut Jokar, AS tidak mampu untuk membiayai perang baru dan berada dalam kondisi tidak menguntungkan dalam hal jumlah personel dan kondisi sosial.
Di Washington, pejabat senior pemerintahan AS dikabarkan tengah menunggu kabar dari Iran melalui telepon. Belum ada kabar bahwa Negeri Persia bersedia berbicara langsung dengan Trump.
Sebelumnya Trump telah mendesak pimpinan Iran untuk menggelar dialog atas program nuklir dan ketegangan yang terjadi antara AS-Iran.
Gejolak yang terjadi di Timur Tengah bukan tidak mungkin memicu konflik bersenjata yang lebih luas. Apabila konflik terus memanas, potensi gejolak sosial-ekonomi global pun meningkat. Pelaku pasar akan semakin takut untuk agresif berinvestasi pada instrumen berisiko.
BERLANJUT KE HALAMAN 5>>>
Minggu, (12/5/2019), otoritas Uni Emirat Arab (UEA) mengabarkan bahwa telah terjadi sabotase pada empat kapal tanker komersial di dekat perairan Fujairah, yang mana salah satu hub perdagangan international yang terbesar di sekitar Selat Hormuz, mengutip Reuters.
Sehari berselang, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa dua dari empat kapal tanker yang menjadi korban sabotase merupakan milik kerajaan dinasti Saud, mengutip Reuters. Untungnya dalam insiden tersebut tidak ada korban jiwa maupun laporan tumpahan minyak.
Seakan belum cukup panas, pada hari Selasa (14/5/2019) Al-Falih mengatakan telah terjadi penyerangan pada dua fasilitas di jaringan pipa minyak milik perusahaan Saudi Aramco oleh drone yang dilengkapi dengan alat peledak.
Arab Saudi menuding Iran sebagai dalang dibalik penyerangan tersebut. Menurut Arab Saudi, Iran lah yang memberi perintah kepada kelompok Houthi Yaman untuk melakukan sabotase pada fasilitas milik perusahaan Aramco.
Namun Kementerian Luar Negeri Iran membantah bahwa negaranya terlibat dalam penyerangan tersebut.
Hari Kamis (16/5/2019), Arab Saudi melancarkan serangan udara ke Ibukota Yaman, Sanaa yang dikuasai oleh kelompok Houthi.
Berdasarkan laporan Reuters, serangan tersebut menargetkan sembilan basis militer di wilayah kota Sanaa. Enam penduduk, yang mana empat diantaranya merupakan anak-anak dikabarkan tewas oleh stasiun televisi Houthi, Mesirah. Sementara 60 orang lainnya luka-luka, termasuk dua wanita Rusia yang bekerja di sektor kesehatan.
Tidak hanya dengan Arab Saudi, ketegangan hubungan Iran juga semakin memanas dengan Amerika Serikat (AS). Hal itu dipicu oleh langkah pemerintah AS dengan memberlakukan sanksi penuh terhadap Iran karena masih melanjutkan program nuklir. Negeri Paman Sam secara tegas melarang seluruh negara mitranya untuk membeli minyak dari Iran.
Tak hanya itu, Presiden AS, Donald Trump juga mengatakan bahwa pihaknya telah menambah jumlah kekuatan tempur militer di Timur Tengah. AS juga telah menempatkan kapal induk yang membawa pesawat tempur dan pesawat pengebom di kawasan Timur Tengah, mengutip Reuters, Minggu (5/5/2019). Bahkan pekan lalu AS telah menarik beberapa pegawai kedutaan besar di Baghdad, Iraq setelah insiden sabotase kapal tanker di Fujairah.
Iran kemudian mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan 'perang psikologis' dan sebuah 'permainan politik'.
Hari Jumat (17/5/2019), Deputi Urusan Parlemen IRGC, Mohammad Saleh Jokar mengatakan bahwa "Misil jarah pendek kami [Iran] dapat dengan mudah menghantam kapal perang AS di Teluk Persia", seperti yang dikabarkan kantor berita Fars, mengutip Reuters.
Menurut Jokar, AS tidak mampu untuk membiayai perang baru dan berada dalam kondisi tidak menguntungkan dalam hal jumlah personel dan kondisi sosial.
Di Washington, pejabat senior pemerintahan AS dikabarkan tengah menunggu kabar dari Iran melalui telepon. Belum ada kabar bahwa Negeri Persia bersedia berbicara langsung dengan Trump.
Sebelumnya Trump telah mendesak pimpinan Iran untuk menggelar dialog atas program nuklir dan ketegangan yang terjadi antara AS-Iran.
Gejolak yang terjadi di Timur Tengah bukan tidak mungkin memicu konflik bersenjata yang lebih luas. Apabila konflik terus memanas, potensi gejolak sosial-ekonomi global pun meningkat. Pelaku pasar akan semakin takut untuk agresif berinvestasi pada instrumen berisiko.
BERLANJUT KE HALAMAN 5>>>
(taa/dru)
Next Page
Rilis Data Ekonomi Global
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular