
Neraca Dagang Bikin Tak Nyaman, Asing Obral Saham Rp 320 M
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
16 May 2019 12:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing kembali bergerak cepat meninggalkan pasar saham Indonesia karena ketegangan perdagangan tampaknya akan kembali terpicu karena kebijakan terbaru Presiden AS Donald Trump akan membatasi ruang pergerakan raksasa teknologi asal China, Huawei.
Padahal pada awal perdagangan sesi I indeks harga saham Gabungan (IHSG) sempat melipir ke zona hijau dengan menguat tipis 0,06%. Akan tetapi, seiring kabar kebijakan terbaru AS tersebut menyebar luas, IHSG kembali terperosok.
Hingga perdagangan sesi I, IHSG anjlok 1,05% ke level 5.917,79 dan investor asing tercatat membukukan aksi jual bersih mencapai Rp 320,67 miliar di semua pasar.
Emiten-emiten yang paling banyak dilepas asing dipimpin oleh perusahaan yang terdaftar dalam indeks LQ45, diantaranya PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 86,99 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 71,63 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 45,68 miliar), PT Wahana Interfood Nusantara Tbk/COCO (Rp 21,6 miliar), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 20,09 miliar).
Seentimen neraca dagang defisit masih jadi pemicu keluarnya asing dari bursa saham domestik. Neraca dagang yang defisit dan harga minyak yang menguat, maka akan sangat sulit untuk meredam defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).
Pasalnya, jika CAD tidak mampu diredam, instrumen berbasis rupiah menjadi tidak menarik dan resiko rugi kurs bagi para investor asing semakin melebar.
Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Dari ekternal, Rabu (15/5/2019) waktu setempat Trump menyampaikan bahwa Negeri Paman Sam berada dalam kondisi 'darurat nasional' karena ada ancaman tinggi dari industri teknologi. Alhasil, Departemen Perdagangan AS merespon dengan memasukkan Huawer Technologies dan 70 perusahaan lainnya ke dalam daftar Biro Industri dan Keamanan (BIS).
Hal ini berarti perusahaan-perusahaan domestik AS tidak boleh menjual atau melakukan transfer teknologi ke Huawei tanpa lisensi atau izin yang diberikan oleh BIS.
Ketegangan antara AS dan China yang tiada akhir tentunya akan menekan perekonomian kedua negara dan menyeret laju pertumbuhan ekonomi dunia. Ini tentunya bukan kabar baik bagi tanah air.
Pasalnya AS dan China merupakan partner dagang utama Indonesia, jika kondisi perekonomian kedua negara negatif, maka akan mempengaruhi jumlah permintaan barang atau ekspor dari Indonesia. Defisit neraca dagang bisa makin parah.
Dalam rilis data terbarunya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa sepanjang bulan April neraca perdagangan tanah air mencatatkan defisit hingga US$ 2,5 miliar. Berdasarkan data Refinitiv, capaian tersebut adalah defisit terbesar sepanjang sejarah Indonesia. BPS menyebutkan salah satu alasannya neraca dagang anjlok adalah perlambatan perekonomian global.
Lebih lanjut, konflik yang sedang terjadi di timur tengah kembali mendorong harga minyak naik. Pukul 11:42 WIB harga minyak jenis Brent naik 0,57% ke level US$ 72,18/barel.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Bukan Asing yang Bikin IHSG Ambrol 2%, tapi...
Padahal pada awal perdagangan sesi I indeks harga saham Gabungan (IHSG) sempat melipir ke zona hijau dengan menguat tipis 0,06%. Akan tetapi, seiring kabar kebijakan terbaru AS tersebut menyebar luas, IHSG kembali terperosok.
Hingga perdagangan sesi I, IHSG anjlok 1,05% ke level 5.917,79 dan investor asing tercatat membukukan aksi jual bersih mencapai Rp 320,67 miliar di semua pasar.
Seentimen neraca dagang defisit masih jadi pemicu keluarnya asing dari bursa saham domestik. Neraca dagang yang defisit dan harga minyak yang menguat, maka akan sangat sulit untuk meredam defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).
Pasalnya, jika CAD tidak mampu diredam, instrumen berbasis rupiah menjadi tidak menarik dan resiko rugi kurs bagi para investor asing semakin melebar.
Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Dari ekternal, Rabu (15/5/2019) waktu setempat Trump menyampaikan bahwa Negeri Paman Sam berada dalam kondisi 'darurat nasional' karena ada ancaman tinggi dari industri teknologi. Alhasil, Departemen Perdagangan AS merespon dengan memasukkan Huawer Technologies dan 70 perusahaan lainnya ke dalam daftar Biro Industri dan Keamanan (BIS).
Hal ini berarti perusahaan-perusahaan domestik AS tidak boleh menjual atau melakukan transfer teknologi ke Huawei tanpa lisensi atau izin yang diberikan oleh BIS.
Ketegangan antara AS dan China yang tiada akhir tentunya akan menekan perekonomian kedua negara dan menyeret laju pertumbuhan ekonomi dunia. Ini tentunya bukan kabar baik bagi tanah air.
Pasalnya AS dan China merupakan partner dagang utama Indonesia, jika kondisi perekonomian kedua negara negatif, maka akan mempengaruhi jumlah permintaan barang atau ekspor dari Indonesia. Defisit neraca dagang bisa makin parah.
Dalam rilis data terbarunya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa sepanjang bulan April neraca perdagangan tanah air mencatatkan defisit hingga US$ 2,5 miliar. Berdasarkan data Refinitiv, capaian tersebut adalah defisit terbesar sepanjang sejarah Indonesia. BPS menyebutkan salah satu alasannya neraca dagang anjlok adalah perlambatan perekonomian global.
Lebih lanjut, konflik yang sedang terjadi di timur tengah kembali mendorong harga minyak naik. Pukul 11:42 WIB harga minyak jenis Brent naik 0,57% ke level US$ 72,18/barel.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Bukan Asing yang Bikin IHSG Ambrol 2%, tapi...
Most Popular