Sedih! Perang Dagang Bikin Defisit Neraca Dagang April Parah

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
16 May 2019 09:12
Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data ekspor dan impor pada April 2019.
Foto: Cover Topik/Perang Dagang/Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data ekspor dan impor pada April 2019, serta laporan neraca perdagangan pada periode tersebut.

Hasilnya, ekspor tercatat US$ 12,6 miliar atau turun 13,1% year on year (yoy), sedangkan impor US$ 15,10 miliar atau turun 6,58% yoy. Dengan hasil tersebut, neraca perdagangan pada April 2019 mencatatkan defisit hingga US$ 2,5 miliar.

Berdasarkan data Refinitiv, defisit bulanan ini merupakan terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit bulanan paling dalam tercatat sebesar US$ 2,3 miliar terjadi pada Juli 2013.


Kepala BPS Suhariyanto mengatakan mendekati momen Lebaran, impor memang biasanya meningkat. Tapi total impor dibandingkan April 2018 turun dan lebih kecil. Ia menilai, artinya ada beberapa komoditas yang dapat dikendalikan impornya.

Berdasarkan golongan, semua impor turun secara bulanan (month to month) tapi secara year on year naik, salah satunya barang konsumsi yang nilai impornya sebesar US$ 1,42 miliar.

Impor barang konsumsi naik hingga 24,12% (mtm) dan yang tertinggi dari golongan lain. Sedangkan yoy turun 5,37%. Barang konsumsi naik paling tinggi impornya adalah daging beku yang berasal dari India dan AS.

"Berbagai barang konsumsi dibutuhkan apalagi menjelang Lebaran. Pertama naik besar adalah daging frozen, apel segar dan pir meningkat dan beberapa barang konsumsi seperti running athletic shoes," ujar Suhariyanto di kantornya, Rabu (5/5/2019).


Adapun berdasarkan negara tujuan, ada yang naik impornya dan ada yang turun. Kenaikan terjadi dari China, Australia dan Kanada, sementara yang turun adalah dari Thailand, Argentina dan Finlandia.

Selain itu, penurunan ekspor juga terjadi secara kumulatif pada Januari-April 2019. Ekspor sebesar US$ 53,2 juta atau turun sebesar 9,39% dibandingkan Januari-April 2018.

Berdasarkan negara tujuan, secara kumulatif, ekspor mengalami penurunan ke China, Amerika Serikat dan Jepang. Suhariyanto mengatakan tantangan global seperti perang dagang menjadi penyebab ekspor turun secara kumulatif. Apalagi saat ini tensi perang dagang semakin memanas dan harus menjadi perhatian pemerintah.

Provinsi pengekspor Indonesia posisinya masih tidak berubah. Posisi pertama masih dipegang Jawa Barat, kemudian disusul Jawa Timur dan Kalimantan Timur.

"Provinsi ekspor enggak banyak berubah masih dominan di Jabar untuk ekspor kendaraan dan Jatim untuk ekspor dan CPO [minyak sawit]. Kita harapkan provinsi lain juga bisa tingkatkan ekspornya."

Berikut adalah Top 10 Barang Ekspor-Impor Non-migas Indonesia sepanjang April 2019:

10 Top Barang Ekspor
1. Bahan Bakar Mineral US$ 1,92 miliar
2. Lemak dan minyak hewan nabati US$ 1,11 miliar
3. Kendaraan dan bagiannya US$ 594,3 juta
4. Mesin atau peralatan listrik US$ 483,4 juta
5. Besi dan baja US$ 557,8 juta
6. Perhiasan permata US$ 285,7 juta
7. Karet dan barang dari karet US$ 551,7 juta
8. Mesin-mesin atau pesawat mekanik US$ 383,6 juta
9. Alas kaki US$ 376 juta
10. Pakaian jadi bukan rajutan US$ 328,1 juta

10 Top Barang Impor
1. Mesin peralatan listrik US$ 1,65 miliar
2. Plastik dan barang dari plastik US$ 757,7 juta
3. Serealia US$ 293,7 juta
4. Pupuk US$ 194,5 juta
5. Bubur kayu US$ 136,7 juta
6. Gula dan kembang gula US$ 161,1 juta
7. Filamen buatan US$ 163,7 juta
8. Garam, belerang, kapur US$ 71,2 juta
9. Kapal laut dan bangunan terapung US$ 104,8 juta
10. Kendaraan bermotor atau komponen US$ 45,8 juta.


(tas) Next Article GIobal Tertekan, Neraca Dagang RI Diramal Tekor US$ 152 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular