Investasi & Penjualan Ritel China Terpukul Perang Dagang

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
15 May 2019 14:44
China, pada Rabu (15/05/2019), melaporkan pertumbuhan penjualan ritel dan produksi industri yang lebih lemah di April.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - China, pada Rabu (15/05/2019), melaporkan pertumbuhan penjualan ritel dan produksi industri yang lebih lemah di April. Hal ini menambah tekanan pada Beijing untuk mengeluarkan lebih banyak stimulus saat perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) makin panas.

Penjualan pakaian turun untuk pertama kalinya sejak 2009. Ini menunjukkan konsumen China kini menjadi lebih cemas akan kondisi ekonomi bahkan sebelum kenaikan bea impor AS Jumat lalu.

Secara keseluruhan penjualan ritel naik 7,2% di April dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini adalah laju paling lambat sejak Mei 2003, menurut data dari Biro Statistik Nasional (NBS). Angka ini lebih rendah dari 8,7% capaian di Maret dan perkiraan 8,6%.

Data menunjukkan bahwa konsumen sekarang mulai mengurangi pengeluaran untuk produk sehari-hari dari perawatan pribadi hingga kosmetik, dan terus menghindari barang-barang mahal seperti mobil.

"Penjualan ritel yang lemah berasal dari kemunduran dalam pekerjaan dan menurunnya pendapatan kelompok berpenghasilan menengah dan rendah," kata Nie Wen, seorang ekonom di Hwabao Trust, dilansir dari Reuters, Rabu (15/05/2019).


Pertumbuhan output industri melambat lebih dari yang diprediksi, menjadi 5,4% pada April, jatuh dari 8,5% di Maret, yang beberapa analis telah duga didorong oleh faktor musiman dan sementara.

Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan output akan tumbuh sebesar 6,5%.

Ekspor China secara tak terduga menyusut pada April karena menghadapi tarif impor AS dan permintaan global yang lebih lemah, sementara pesanan pabrik baru dari dalam dan luar negeri tetap lamban.

Produksi kendaraan bermotor merosot hampir 19%, penurunan bulanan paling curam yang pernah ada. Awal pekan ini, data industri menunjukkan penjualan mobil di China turun 14,6% pada April, penurunan dalam 10 bulan berturut-turut.

"Masih ada ketidakpastian yang menghantui kinerja ekonomi. Ketegangan antara China dan AS telah kembali, sementara kekhawatiran tentang permintaan yang tidak mencukupi di seluruh dunia meningkat," kata Nie.

Sementara itu, pertumbuhan investasi aset tetap melambat menjadi 6,1% dalam empat bulan pertama tahun ini. Analis memperkirakan akan naik 6,4% dari 6,3% pada kuartal pertama tahun ini.

Investasi & Penjualan Ritel China Terpukul Perang DagangFoto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Pertumbuhan pengeluaran infrastruktur tetap stabil pada 4,4% pada Januari-April, mungkin mencerminkan hasil yang lebih lambat dari yang diperkirakan dalam upaya Beijing untuk mempercepat pembangunan proyek jalan, kereta api, dan pelabuhan.

Investasi aset tetap sektor swasta melambat tajam menjadi 5,5% dari 6,4%, menunjukkan sektor ini terus menghadapi kesulitan meskipun ada upaya bank sentral untuk mendapatkan pinjaman yang lebih terjangkau bagi perusahaan-perusahaan yang kekurangan uang. Sektor swasta menyumbang mayoritas lapangan kerja di China dan sekitar 60% dari keseluruhan investasi.

Salah satu dari beberapa titik terang dalam data adalah investasi properti, pendorong pertumbuhan utama.

Investasi real estat naik 12% di bulan April dari tahun sebelumnya, tidak berubah dari bulan Maret, menurut perhitungan Reuters. Tetapi permintaan untuk rumah baru tetap lemah, mencerminkan perlambatan ekonomi yang lebih luas.
(prm) Next Article Satu demi Satu Tanda-tanda Perlambatan Ekonomi China Muncul

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular