Tak Mau Kalah dengan Rupiah, IHSG Terburuk Ketiga di Asia!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 May 2019 09:45
Tak Mau Kalah dengan Rupiah, IHSG Terburuk Ketiga di Asia!
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung jatuh sebesar 0,88% pada pembukaan perdagangan Selasa hari ini (14/5/2019) ke level 6.081,4.

Pada pukul 09:16 WIB, pelemahan IHSG sudah bertambah dalam menjadi 1,17% ke level 6.063,73.

IHSG seakan tak mau kalah dengan rupiah yang saat ini melemah sebesar 0,24% di pasar spot dan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan Asia. Jika dibandingkan dengan indeks saham lainnya di kawasan Asia, kinerja IHSG pada pagi hari ini menjadi yang terburuk ketiga.



Perang dagang AS-China lagi-lagi menjadi faktor yang memicu sell-off atau ramai aksi jual di bursa saham Benua Kuning.

Kemarin, China mengumumkan balasannya atas pengenaan bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan. Seperti diketahui, pada hari Jumat (10/5/2019) AS resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.


Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa bea masuk bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20 dan 25%, dari yang sebelumnya berada di level 5% dan 10%. Barang-barang agrikultur menjadi sasaran dari pemerintah China.

Ketika berlaku pada tanggal 1 Juni, importir asal China akan membayar bea masuk yang lebih tinggi ketika mendatangkan produk agrikultur seperti kacang tanah, gula, gandum, ayam dan kalkun dari Negeri Paman Sam.

Dalam sebuah pernyataan, China menyebut bahwa bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan kemarin telah membahayakan kepentingan kedua negara serta tak sesuai dengan ekspektasi dari dunia internasional, seperti dilansir dari CNBC International.

Tak Mau Kalah dengan Rupiah, IHSG Terburuk Ketiga di Asia!Foto: Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, tengah, dikawal oleh pengawal dan delegasi meninggalkan hotel di Beijing, Jumat, 29 Maret 2019. Negosiator perdagangan AS yang dipimpin oleh Mnuchin dan Perwakilan Dagang Robert Lighthizer tiba di Beijing untuk memulai putaran baru pembicaraan yang bertujuan untuk mengakhiri perang tarif atas ambisi teknologi China saat para pejabat mengisyaratkan mereka mungkin akan membuat kemajuan. (AP / Andy Wong)

Memang, ada perkembangan positif terkait perang dagang AS-China. Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa dirinya belum membuat keputusan terkait dengan apakah produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang akan dikenakan bea masuk.

"Kami memiliki hak untuk mengenakan (bea masuk terhadap) US$ 325 miliar lainnya (produk impor asal China) sebesar 25%," kata Trump sebelum kemudian menambahkan "Saya belum membuat keputusan tersebut."

Namun tetap saja, perang dagang antarkedua negara sudah tereskalasi. AS sudah resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk asal China senilai US$ 200 miliar, sementara kebijakan balasan dari China sudah diumumkan dan tak lama lagi akan berlaku.


Sebelum perang dagang tereskalasi saja, perekonomian China terlihat sudah begitu tersakiti. Kemarin, penjualan mobil di China periode April 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 14,6% secara tahunan, jauh lebih buruk dibandingkan kontraksi bulan Maret yang sebesar 5,2% saja. Kontraksi pada bulan April menandai yang ke-10 secara beruntun.

Sebagai informasi, belum lama ini China resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 ke kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%.

Jika yang terealisasi nantinya adalah target pertumbuhan ekonomi di batas bawah (6%), maka itu akan menjadi pertumbuhan ekonomi terlemah dalam nyaris 3 dekade. Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi China tercatat tumbuh sebesar 6,6%.

Mengingat status China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China tentu akan membawa dampak yang signifikan bagi perekonomian negara-negara lain.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> Walaupun sudah membukukan jual bersih Rp 3,04 triliun di pasar saham Tanah Air sepanjang pekan lalu dan Rp 694,6 miliar pada perdagangan kemarin, investor asing nyatanya belum berhenti keluar dari Indonesia. Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 149,6 miliar.

Pelemahan rupiah yang terus berlangsung membuat investor asing tak memiliki pilihan lain selain melakukan aksi jual. Ketika rupiah terus melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual dilakukan di pasar saham tanah air.


Dolar AS selaku safe haven menjadi pilihan utama investor di tengah eskalasi perang dagang AS-China.

Selain itu, kinerja rupiah juga dibebani oleh rilis data perdagangan internasional. Besok (15/5/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode April 2019.

Konsensus yang dihimpun Refinitiv memperkirakan bahwa neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 500 juta.

Jika benar neraca dagang Indonesia membukukan defisit, maka akan mematahkan tren positif yang sudah dibukukan dalam dua bulan sebelumnya. Pada Maret, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 540 juta dan pada Februari positif US$ 330 juta.

Ketika neraca dagang membukukan defisit, maka defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) akan menjadi sulit untuk diredam.


Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).

Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular