Bukannya Bangkit Rupiah Malah Terlemah di Asia, Kok Bisa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 May 2019 11:41
Bukannya Bangkit Rupiah Malah Terlemah di Asia, Kok Bisa?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Sentimen eksternal dan domestik memang sedang kurang mendukung penguatan rupiah. 

Pada Jumat (10/5/2019) pukul 11:12 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.360. Rupiah melemah 0,1% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 3 Januari. 

 

Padahal pada awal-awal perdagangan, rupiah sempat menguat. Namun penguatan itu terus menipis, habis, dan rupiah pun melemah. Rupiah pun kemungkinan batal bangkit.


Bahkan depresiasi rupiah menjadi yang paling dalam di antara mata uang utama Asia. Maklum, sampai saat ini mata uang Benua Kuning mayoritas masih menguat di hadapan dolar AS. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 11:22 WIB: 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari sisi eksternal, rupiah terbeban oleh perkembangan hubungan AS-China. Awal pekan ini, Presiden Donald Trump mengancam bakal menaikkan tarif bea masuk untuk impor produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. 


Ancaman tersebut menjadi kenyataan. Mengutip Reuters, kenaikan bea masuk itu sudah berlaku dan mencakup lebih dari 5.700 produk di antaranya modem dan router internet, papan sirkuit elektronik, furnitur, suku cadang kendaraan bermotor, penyedot debu, dan bahan-bahan bangunan. 

China pun bereaksi. Mengutip kantor berita Xinhua, Beijing sangat menyesali kebijakan Trump tersebut. China pun akan segera melancarkan kebijakan serupa sebagai pembalasan. 

Padahal hari ini Wakil Perdana Menteri China Liu He masih berada di Washington untuk berdialog dengan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin. Pemerintah China berharap pertemuan ini bisa menghasilkan sesuatu yang positif. 

"Semoga AS dan China bisa bertemu dan menyelesaikan segala permasalahan melalui kerja sama dan konsultasi," sebut pernyataan tertulis Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Reuters. 

Perkembangan ini membuat investor cemas. Damai dagang AS-China yang belum lama ini sangat mungkin terwujud, sekarang malah berbalik 180 derajat. Justru yang terjadi adalah AS-China sepertinya akan memasuki perang dagang babak selanjutnya. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Sementara dari dalam negeri, kemungkinan investor merespons rilis data ekonomi terbaru yaitu Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2019. Bank Indonesia mencatat NPI surplus US$ 2,4 miliar. Sementara defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) adalah US$ 7 miliar atau 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 


Transaksi berjalan adalah pos yang sangat dicermati oleh pasar. Sebab, transaksi berjalan. Sebab transaksi berjalan mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, sebuah sumber yang lebih tahan lama ketimbang kamar sebelah yaitu portofolio di pasar keuangan (hot money). 

Memang benar defisit transaksi berjalan lebih rendah ketimbang kuartal IV-2018 yang mencapai 3,6% PDB. Namun dibandingkan posisi yang sama tahun lalu, defisitnya membengkak karena pada kuartal I-2018 berada di 2,01% PDB. 

Artinya, arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa masih belum memadai bahkan semakin seret. Ini membuat kekuatan fondasi penopang rupiah berkurang sehingga ke depan mata uang Tanah Air kemungkinan masih akan cenderung melemah. 

Investor mana yang mau memegang aset yang prospeknya mendung? Oleh karena itu, aset-aset berbasis rupiah mengalami tekanan jual sehingga mata uang ini melemah. 



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular