Sah! 3 Hari Sudah IHSG Sempoyongan di Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 May 2019 17:13
Sah! 3 Hari Sudah IHSG Sempoyongan di Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan pertama di pekan ini dengan noda hitam. Dibuka melemah 1,02%, IHSG mengakhiri perdagangan dengan pelemahan sebesar 1% ke level 6.256,35, menandai koreksi selama 3 hari beruntun.

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia lainnya yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai anjlok 5,58%, indeks Hang Seng jatuh 2,9%, dan indeks Straits Times terpangkas 2,99%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham Jepang dan Korea Selatan diliburkan pada hari ini.

Eskalasi perang dagang AS-China membuat pelaku pasar melakukan aksi jual di bursa saham Asia dengan intensitas yang besar. Sekedar mengingatkan, pada hari Selasa (30/4/2019) delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Selepas pertemuan berlangsung, beberapa orang sumber mengatakan kepada CNBC International bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari Jumat pekan ini (10/5/2019).

Namun, kini optimisme itu sirna dan situasinya justru berbalik 180 derajat. Presiden AS Donald Trump nyatanya memutuskan untuk menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari yang saat ini 10% menjadi 25% nantinya. Lebih lanjut, produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang saat ini bebas bea masuk dalam waktu dekat akan dibebankan bea masuk senilai 25%.

Trump beralasan bahwa negosiasi dagang dengan China berlangsung begitu lambat lantaran pihak Beijing menginginkan negosiasi ulang terkait dengan poin-poin kesepakatan dagang kedua negara.

"Selama 10 bulan terakhir, China membayar bea masuk 25% untuk importasi produk-produk high-tech senilai US$ 50 miliar dan 10% untuk produk-produk lain senilai US$ 200 miliar. Pembayaran ini sedikit banyak berperan dalam kinclongnya data ekonomi kita. Bea masuk senilai 10% akan naik menjadi 25% pada Jumat. Sementara US$ 325 miliar importasi produk-produk China belum kena bea masuk, tetapi dalam waktu dekat akan dikenakan 25%...." cuit Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.

Memang, masih ada harapan bahwa kesepakatan dagang pada akhirnya bisa dicapai. Sebelumnya, China disebut mempertimbangkan untuk membatalkan dialog dagang dengan AS pada pekan ini di Washington, seperti dilaporkan oleh Wall Street Journal yang kami kutip dari CNBC Internatonal. Mengutip seorang sumber, Wall Street Journal melaporkan bahwa China disebut terkejut dengan ancaman Trump.

Namun, pihak China mengatakan pada hari ini bahwa para negosiatornya masih bersiap untuk mengunjungi AS pekan ini guna menggelar negosiasi dagang. Hal tersebut diungkapkan oleh Geng Shuang selaku Juru Bicara Kementerian Luar negeri China. Namun, tetap ada kekhawatiran lantaran Geng tak bisa mengonfirmasi apakah Wakil Perdana Menteri Liu He akan tetap berada dalam rombongan sesuai dengan rencana awal.
Dari dalam negeri, tekanan bagi IHSG datang dari rilis angka pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan. Sekitar 1 jam menjelang perdagangan sesi 1 ditutup, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa perekonomian Indonesia tumbuh 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal-I 2019, sedikit lebih tinggi dibandingkan capaian kuartal-I 2018 yang sebesar 5,06% YoY.

Namun tetap saja, pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY.

Sebelumnya, gelaran pemilihan umum pada bulan April diproyeksikan akan mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi. Namun, hal ini ternyata tak terjadi.

"Proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2019 kami berada di level 5,16%, utamanya karena lemahnya pertumbuhan investasi berhasil diminimalisir oleh kencangnya pertumbuhan konsumsi, seiring dengan belanja terkait pemilihan umum," papar Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro dalam email yang diterima CNBC Indonesia.

Senada dengan Satria, hal serupa juga diungkapkan oleh Ekonom Moody's Analytics Katrina Ell.

"Konsumsi rumah tangga telah diuntungkan oleh stabilnya harga energi dan perputaran uang yang lebih tinggi menjelang pemilihan umum pada bulan April," papar Katrina dalam email yang diterima CNBC Indonesia.

Laju pertumbuhan ekonomi yang kurang oke, apalagi jika berlanjut ke kuartal-II yang seharusnya menjadi puncak konsumsi masyarakat lantaran ada kehadiran bulan Ramadan, tentu akan menekan kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di tanah air.

Ditambah dengan eskalasi perang dagang AS-China, perekonomian Indonesia di kuartal-II 2019 dipastikan akan penuh dengan tantangan. Secara sektoral, sektor jasa keuangan yang anjlok 1,96% menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi koreksi IHSG. Sektor jasa keuangan anjlok seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUKU 4: harga saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 4,05%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 3,42%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 1,63%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 1,43%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 0,97%.

Saham-saham bank besar di tanah air menjadi sasaran jual investor lantaran kinerja rupiah yang begitu memprihatinkan. Hingga sore hari, rupiah melemah 0,28% di pasar spot ke level Rp 14.290/dolar AS.

Lantas, sudah 10 beruntun rupiah tak pernah mencetak apresiasi. Kali terakhir rupiah menguat adalah sehari selepas gelaran pemilihan umum atau pada tanggal 18 April silam. Selepas itu, rupiah ditransaksikan melemah atau setidaknya flat.

Kala rupiah terus saja gagal menguat bahkan cenderung melemah, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka.

Eskalasi perang dagang AS-China dan lemahnya angka pertumbuhan ekonomi membuat investor melepas rupiah secara besar-besaran dan mengalihkannya kepada dolar AS selaku safe haven. Apalagi, perekonomian AS sedang oke sehingga mata uangnya menjadi lebih menarik di mata investor.

Sepanjang bulan April, data resmi pemerintah AS mencatat bahwa telah tercipta 263.000 lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian, jauh di atas konsensus yang sebanyak 181.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Pada bulan Maret, penciptaan lapangan kerja di luar sektor pertanian tercatat sebanyak 189.000.

Sementara itu, tingkat pengangguran turun ke level 3,6% dari yang sebelumnya 3,8%, di mana hal tersebut merupakan titik pengangguran terendah sejak 1969. Data terkait tenaga kerja tersebut diumumkan oleh pemerintah AS pada hari Jumat (3/5/2019).

Selain ampuh dalam memantik aksi jual atas saham-saham bank BUKU 4, pelemahan rupiah juga terbukti ampuh dalam mendorong investor asing untuk melepas saham-saham di tanah air. Per akhir sesi 2, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 836,8 miliar.

Kala rupiah terus saja gagal menguat bahkan cenderung melemah, tentu investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs, sehingga wajar jika aksi jual mereka lakukan di bursa saham tanah air.

Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada hari ini di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 271 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 134 miliar), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 117,9 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 101,4 miliar), dan PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 98,8 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular