
Jadi, Suku Bunga Acuan The Fed Tetap, Naik, atau Turun?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 May 2019 11:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak pasar keuangan dunia dalam beberapa waktu terakhir dipengaruhi oleh 1 hal utama: The Federal Reserve. Pada hari Rabu (1/5/2019) waktu setempat, bank sentral Amerika Serikat (AS) itu mengumumkan hasil pertemuannya di mana tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level 2,25%-2,5%, sesuai ekspektasi pasar.
Namun, tak disangka-sangka Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan kolega ternyata mengeluarkan pernyataan yang jauh dari kata dovish. Padahal, sebelumnya pelaku pasar begitu yakin bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan akan dikonfirmasi melalui pernyataan Powell selepas pertemuan tersebut.
"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.
Sebelumnya, kuatnya laju perekonomian AS sudah terbaca dari angka pertumbuhan ekonominya. Pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 belum lama ini diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tambah Powell.
Di tengah berbagai ketidakpastian yang menyelimuti perekonomian dunia saat ini seperti perang dagang AS-China, perang dagang AS-Uni Eropa, dan Brexit, pemotongan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed menjadi sesuatu yang sangat dinantikan pelaku pasar. Namun, pernyataan dari The Fed justru mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan akan terus dipertahankan.
Merespons hasil pertemuan The Fed, Wall Street ditutup melemah selama 2 hari beruntun (Rabu dan Kamis).
Namun pada hari Jumat (3/5/2019), Wall Street justru kompak menghijau. Pada perdagangan terakhir di pekan ini tersebut, indeks Dow Jones dan S&P 500 menguat masing-masing sebesar 0,75% dan 0,96%, sementara indeks Nasdaq Composite melejit 1,58%.
Apakah pandangan pelaku pasar terhadap arah kebijakan The Fed sudah berubah sehingga Wall Street bisa melesat?
BERLANJUT KE HALAMAN 2
Data terkait tenaga kerja yang dirilis menjelang akhir pekan telah memunculkan harapan bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan di AS sejatinya masih bisa dilakukan.
Sepanjang bulan April, data resmi pemerintah AS mencatat bahwa telah tercipta 263.000 lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian, jauh di atas konsensus yang sebanyak 181.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Pada bulan Maret, penciptaan lapangan kerja di luar sektor pertanian tercatat sebanyak 189.000.
Sementara itu, tingkat pengangguran turun ke level 3,6% dari yang sebelumnya 3,8%, di mana hal tersebut merupakan titik pengangguran terendah sejak 1969.
Sebagai informasi, dalam pengambilan keputusannya The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni pasar tenaga kerja dan inflasi. Data penciptaan lapangan kerja dan tingkat pengangguran yang menggembirakan sejatinya bisa menimbulkan ekspektasi bahwa The Fed akan terdorong untuk mengubah stance-nya, dari yang saat ini cenderung mempertahankan suku bunga acuan menjadi mengerek naik.
Namun, yang menjadi pembeda adalah kenaikan tingkat upah yang lemah. Pada bulan April, rata-rata upah per jam di AS hanya naik 0,2% secara bulanan, di bawah konsensus yang memperkirakan kenaikan sebesar 0,3%, dilansir dari Forex Factory.
Dengan kenaikan upah yang lemah, maka tingkat inflasi (yang merupakan dasar pertimbangan The Fed lainnya dalam mengambil keputusan) juga akan sulit terkerek naik. Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi adalah 2%. Per Maret 2019, pertumbuhan Core PCE Price Index baru sebesar 1,6%, masih cukup jauh di bawah target The Fed.
Sebagai informasi, kali terakhir pertumbuhan Core PCE Price Index mencapai 2% atau sesuai dengan target The Fed adalah pada Desember 2018 silam. Seiring dengan lemahnya pertumbuhan upah yang pada akhirnya bisa menyebabkan inflasi terus jinak, opsi pemangkasan tingkat suku bunga acuan kini nampak kembali ke atas meja.
Bagi pasar keuangan Indonesia pekan depan, hal ini tentu menjadi kabar baik: pasar saham, pasar obligasi, dan rupiah akan memiliki ruang untuk membukukan penguatan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article The Fed: Ekonomi AS Cerah, Kebijakan Tetap Sama
Namun, tak disangka-sangka Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan kolega ternyata mengeluarkan pernyataan yang jauh dari kata dovish. Padahal, sebelumnya pelaku pasar begitu yakin bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan akan dikonfirmasi melalui pernyataan Powell selepas pertemuan tersebut.
"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.
"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tambah Powell.
Di tengah berbagai ketidakpastian yang menyelimuti perekonomian dunia saat ini seperti perang dagang AS-China, perang dagang AS-Uni Eropa, dan Brexit, pemotongan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed menjadi sesuatu yang sangat dinantikan pelaku pasar. Namun, pernyataan dari The Fed justru mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan akan terus dipertahankan.
Merespons hasil pertemuan The Fed, Wall Street ditutup melemah selama 2 hari beruntun (Rabu dan Kamis).
Namun pada hari Jumat (3/5/2019), Wall Street justru kompak menghijau. Pada perdagangan terakhir di pekan ini tersebut, indeks Dow Jones dan S&P 500 menguat masing-masing sebesar 0,75% dan 0,96%, sementara indeks Nasdaq Composite melejit 1,58%.
Apakah pandangan pelaku pasar terhadap arah kebijakan The Fed sudah berubah sehingga Wall Street bisa melesat?
BERLANJUT KE HALAMAN 2
Data terkait tenaga kerja yang dirilis menjelang akhir pekan telah memunculkan harapan bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan di AS sejatinya masih bisa dilakukan.
Sepanjang bulan April, data resmi pemerintah AS mencatat bahwa telah tercipta 263.000 lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian, jauh di atas konsensus yang sebanyak 181.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Pada bulan Maret, penciptaan lapangan kerja di luar sektor pertanian tercatat sebanyak 189.000.
Sementara itu, tingkat pengangguran turun ke level 3,6% dari yang sebelumnya 3,8%, di mana hal tersebut merupakan titik pengangguran terendah sejak 1969.
Sebagai informasi, dalam pengambilan keputusannya The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni pasar tenaga kerja dan inflasi. Data penciptaan lapangan kerja dan tingkat pengangguran yang menggembirakan sejatinya bisa menimbulkan ekspektasi bahwa The Fed akan terdorong untuk mengubah stance-nya, dari yang saat ini cenderung mempertahankan suku bunga acuan menjadi mengerek naik.
Namun, yang menjadi pembeda adalah kenaikan tingkat upah yang lemah. Pada bulan April, rata-rata upah per jam di AS hanya naik 0,2% secara bulanan, di bawah konsensus yang memperkirakan kenaikan sebesar 0,3%, dilansir dari Forex Factory.
Dengan kenaikan upah yang lemah, maka tingkat inflasi (yang merupakan dasar pertimbangan The Fed lainnya dalam mengambil keputusan) juga akan sulit terkerek naik. Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi adalah 2%. Per Maret 2019, pertumbuhan Core PCE Price Index baru sebesar 1,6%, masih cukup jauh di bawah target The Fed.
Sebagai informasi, kali terakhir pertumbuhan Core PCE Price Index mencapai 2% atau sesuai dengan target The Fed adalah pada Desember 2018 silam. Seiring dengan lemahnya pertumbuhan upah yang pada akhirnya bisa menyebabkan inflasi terus jinak, opsi pemangkasan tingkat suku bunga acuan kini nampak kembali ke atas meja.
Bagi pasar keuangan Indonesia pekan depan, hal ini tentu menjadi kabar baik: pasar saham, pasar obligasi, dan rupiah akan memiliki ruang untuk membukukan penguatan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article The Fed: Ekonomi AS Cerah, Kebijakan Tetap Sama
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular