Laba 2018 Janggal, BEI Siap Beri Sanksi Garuda Indonesia!
Monica Wareza, CNBC Indonesia
03 May 2019 13:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan siap memberikan sanksi kepada BUMN penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan meminta perusahaan pelat merah ini kembali melakukan penyesuaian atas laporan keuangan periode 2018.
Laporan keuangan (lapkeu) tersebut menjadi polemik antara manajemen Garuda dengan dua orang komisaris perusahaan yang menolak laporan tersebut karena dinilai janggal ketika Garuda membukukan laba 'tidak wajar' di tahun lalu.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI IGD Nyoman Yetna Setia menegaskan kesiapan Bursa untuk memberikan sanksi tersebut, meskipun otoritas bursa saat ini masih menunggu manajemen Garuda untuk menyelesaikan proses pemeriksaan atas laporan keuangan 2018.
Bursa juga berkoordinasi dengan beberapa pihak lain yang terkait guna menghasilkan keputusan yang tepat.
"Sikapnya bisa apapun sesuai ketentuan, misalnya penyajian apa yang perlu disesuaikan. Kalau harus dikenakan sanksi ya kami kenakan sanksi. Kita tunggu tanggapan mereka [manajemen Garuda], untuk selesaikan proses dan kami perlakukan sama dengan yang lain, kalau perlu disesuaikan ya disesuaikan [lapkeu]," kata Yetna di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (3/5).
Menurut dia, BEI juga melakukan konsultasi dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang mendera emiten ini.
Lapkeu Garuda Indonesia sebelumnya ditolak oleh dua komisaris yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, akibat laporan yang dinilai janggal, sebab perusahaan sudah mengantongi laba bersih di akhir 2018 yang diuntungkan dari kontrak kerja sama dengan periode 15 tahun, dengan pihak ketiga.
Yetna menilai ketidaksepahaman mengenai laporan tersebut seharusnya sudah diselesaikan perusahaan secara internal.
Artinya, sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan RUPST) digelar, pihak perusahaan terlebih dahulu melakukan koordinasi dan membicarakan mengenai ketidaksepahaman tersebut.
"Kalau tidak ada kesamaan pemahaman sudah dibicarakan belum? Sudah dipanggil direksi dan komisaris. Ini pengakuan mereka ya," imbuhnya.
Kejanggalan ini dimulai dari laporan keuangan Garuda tahun 2018 yang membukukan laba bersih US$ 809.846 pada 2018 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$).
Padahal jika ditilik lebih detail, perusahaan yang resmi berdiri pada 21 Desember 1949 dengan nama Garuda Indonesia Airways ini semestinya merugi.
Bagaimana tanggapan OJK soal kisruh lapkeu Garuda?
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tambah 8 Pesawat, Keluarkan Kocek Segini
Laporan keuangan (lapkeu) tersebut menjadi polemik antara manajemen Garuda dengan dua orang komisaris perusahaan yang menolak laporan tersebut karena dinilai janggal ketika Garuda membukukan laba 'tidak wajar' di tahun lalu.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI IGD Nyoman Yetna Setia menegaskan kesiapan Bursa untuk memberikan sanksi tersebut, meskipun otoritas bursa saat ini masih menunggu manajemen Garuda untuk menyelesaikan proses pemeriksaan atas laporan keuangan 2018.
Bursa juga berkoordinasi dengan beberapa pihak lain yang terkait guna menghasilkan keputusan yang tepat.
"Sikapnya bisa apapun sesuai ketentuan, misalnya penyajian apa yang perlu disesuaikan. Kalau harus dikenakan sanksi ya kami kenakan sanksi. Kita tunggu tanggapan mereka [manajemen Garuda], untuk selesaikan proses dan kami perlakukan sama dengan yang lain, kalau perlu disesuaikan ya disesuaikan [lapkeu]," kata Yetna di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (3/5).
Menurut dia, BEI juga melakukan konsultasi dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang mendera emiten ini.
Lapkeu Garuda Indonesia sebelumnya ditolak oleh dua komisaris yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, akibat laporan yang dinilai janggal, sebab perusahaan sudah mengantongi laba bersih di akhir 2018 yang diuntungkan dari kontrak kerja sama dengan periode 15 tahun, dengan pihak ketiga.
Yetna menilai ketidaksepahaman mengenai laporan tersebut seharusnya sudah diselesaikan perusahaan secara internal.
Artinya, sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan RUPST) digelar, pihak perusahaan terlebih dahulu melakukan koordinasi dan membicarakan mengenai ketidaksepahaman tersebut.
"Kalau tidak ada kesamaan pemahaman sudah dibicarakan belum? Sudah dipanggil direksi dan komisaris. Ini pengakuan mereka ya," imbuhnya.
Kejanggalan ini dimulai dari laporan keuangan Garuda tahun 2018 yang membukukan laba bersih US$ 809.846 pada 2018 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$).
Padahal jika ditilik lebih detail, perusahaan yang resmi berdiri pada 21 Desember 1949 dengan nama Garuda Indonesia Airways ini semestinya merugi.
Bagaimana tanggapan OJK soal kisruh lapkeu Garuda?
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tambah 8 Pesawat, Keluarkan Kocek Segini
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular