
Laba 2018 Meroket, ABM Investama Tebar Dividen Rp 100 M
tahir saleh, CNBC Indonesia
02 May 2019 18:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten pertambangan Grup Tiara Marga Trakindo, PT ABM Investama Tbk (ABMM) mengumumkan pembagian dividen sebesar Rp 100 miliar atau setara dengan Rp 36,32/saham dari laba bersih yang dicapai perusahaan tahun lalu kepada para pemegang saham.
Keputusan ini diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) ABM Investama yang digelar di Jakarta pada Kamis ini (2/5/2019).
Tahun lalu, ABMM mencetak laba bersih yang cukup fantastis sebesar US$ 65,49 juta atau setara dengan Rp 930 miliar (asumsi kurs Rp 14.200/US$), atau meroket 1.075% dari perolehan di tahun sebelumnya US$ 5,57 juta. Dengan demikian, besaran dividen tersebut sekitar 11% dari laba bersih 2018.
Direktur Utama ABM Andi Djajanegara mengatakan pembagian dividen ini merupakan yang ketiga kali dilakukan perusahaan sejak ABM resmi menjadi perusahaan terbuka dengan mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Desember 2011.
Terakhir kali ABM memberikan dividen di tahun 2014 untuk tahun buku 2013.
"Pembagian dividen ini menjadi salah satu komitmen kami terhadap para pemegang saham yang terus mendukung strategi yang dilakukan perusahaan. Kami juga bersyukur bahwa tahun 2018 ABM berhasil meraih laba tertinggi sepanjang sejarah perusahaan ini berdiri," kata Andi dalam siaran pers, Kamis (2/5).
Selain dividen, RUPST ABMM juga mengumumkan perubahan susunan direksi dan dewan komisaris:
Dewan Komisaris
1. Komisaris Utama : Rachmat Mulyana Hamami
2. Komisaris : Mivida Hamami
3. Komisaris Independen : Arief Tarunakarya Surowidjojo
Dewan Direksi
1.Direktur Utama : Achmad Ananda Djajanegara
2. Direktur Keuangan : Adrian Erlangga
Pada 2018, pendapatan bersih ABM mencapai US$ 773,07 juta, tumbuh 11,92% dari 2017 sebesar US$ 690,73 juta.
"Dengan strategi yang tepat dan operasional yang excellent di seluruh lini bisnis, ABM berhasil meningkatkan produksi batu bara sekaligus meningkatkan efisiensi," ujar Andi.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Keuangan ABM Adrian Erlangga menjelaskan pada 2018 harga rata-rata batu bara mengalami volatilitas dan cenderung menurun pada kuartal IV tahun lalu.
Namun, penguatan sinergi, terutama optimalisasi operasional di antara seluruh entitas bisnis Grup ABM membuat kinerja perusahaan tetap terjaga secara positif.
"Kami akan menawarkan jasa pengelolaan tambang melalui kerja sama strategis dengan pemilik tambang. Proses awal produksi hingga pemasaran batu bara akan dilakukan oleh Grup ABM," jelas Adrian.
Tahun ini, ABMM menargetkan dapat memproduksi batu bara sebanyak 12 juta ton. Produksi tersebut berasal dari tambang PT Tunas Inti Abadi (TIA) di Kalimantan Selatan dan dari tambang PT Mifa Bersaudara (Mifa) dan PT Bara Energi Lestari (BEL) di Aceh.
Sejalan dengan menipisnya cadangan batu bara di TIA, perseroan akan lebih fokus mengembangkan tambang Mifa serta menerapkan proses Mining Value Chain pada tambang lainnya.
"Spesifikasi dan kualitas batubara yang dimiliki Mifa dan TIA masih dibutuhkan oleh sejumlah negara Asia seperti Cina, India, Vietnam dan Thailand. Kami bersyukur konsumen kami di luar negeri permintaannya masih sangat tinggi," kata Adrian.
Andi juga optimistis tahun 2019 industri batu bara akan lebih stabil. Perekonomian global yang tetap positif dan kebutuhan batu bara di dalam negeri yang juga terus meningkat akan menjadi katalisator bisnis batubara.
"ABM akan terus memperkuat sinergi, terutama mendorong bisnis inti kami yaitu CK [PT Cipta Kridatama] dan Reswara [PT Reswara Minergi Hartama] untuk mampu bersaing dan mengoptimalkan peluang yang sangat terbuka di industri ini," tutup Andi.
(prm) Next Article ABM Investama Raih Kontrak Baru Tembus Rp 4,75 T
Keputusan ini diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) ABM Investama yang digelar di Jakarta pada Kamis ini (2/5/2019).
Tahun lalu, ABMM mencetak laba bersih yang cukup fantastis sebesar US$ 65,49 juta atau setara dengan Rp 930 miliar (asumsi kurs Rp 14.200/US$), atau meroket 1.075% dari perolehan di tahun sebelumnya US$ 5,57 juta. Dengan demikian, besaran dividen tersebut sekitar 11% dari laba bersih 2018.
Direktur Utama ABM Andi Djajanegara mengatakan pembagian dividen ini merupakan yang ketiga kali dilakukan perusahaan sejak ABM resmi menjadi perusahaan terbuka dengan mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Desember 2011.
Terakhir kali ABM memberikan dividen di tahun 2014 untuk tahun buku 2013.
"Pembagian dividen ini menjadi salah satu komitmen kami terhadap para pemegang saham yang terus mendukung strategi yang dilakukan perusahaan. Kami juga bersyukur bahwa tahun 2018 ABM berhasil meraih laba tertinggi sepanjang sejarah perusahaan ini berdiri," kata Andi dalam siaran pers, Kamis (2/5).
Selain dividen, RUPST ABMM juga mengumumkan perubahan susunan direksi dan dewan komisaris:
Dewan Komisaris
1. Komisaris Utama : Rachmat Mulyana Hamami
2. Komisaris : Mivida Hamami
3. Komisaris Independen : Arief Tarunakarya Surowidjojo
Dewan Direksi
1.Direktur Utama : Achmad Ananda Djajanegara
2. Direktur Keuangan : Adrian Erlangga
![]() |
Pada 2018, pendapatan bersih ABM mencapai US$ 773,07 juta, tumbuh 11,92% dari 2017 sebesar US$ 690,73 juta.
"Dengan strategi yang tepat dan operasional yang excellent di seluruh lini bisnis, ABM berhasil meningkatkan produksi batu bara sekaligus meningkatkan efisiensi," ujar Andi.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Keuangan ABM Adrian Erlangga menjelaskan pada 2018 harga rata-rata batu bara mengalami volatilitas dan cenderung menurun pada kuartal IV tahun lalu.
Namun, penguatan sinergi, terutama optimalisasi operasional di antara seluruh entitas bisnis Grup ABM membuat kinerja perusahaan tetap terjaga secara positif.
"Kami akan menawarkan jasa pengelolaan tambang melalui kerja sama strategis dengan pemilik tambang. Proses awal produksi hingga pemasaran batu bara akan dilakukan oleh Grup ABM," jelas Adrian.
Tahun ini, ABMM menargetkan dapat memproduksi batu bara sebanyak 12 juta ton. Produksi tersebut berasal dari tambang PT Tunas Inti Abadi (TIA) di Kalimantan Selatan dan dari tambang PT Mifa Bersaudara (Mifa) dan PT Bara Energi Lestari (BEL) di Aceh.
Sejalan dengan menipisnya cadangan batu bara di TIA, perseroan akan lebih fokus mengembangkan tambang Mifa serta menerapkan proses Mining Value Chain pada tambang lainnya.
"Spesifikasi dan kualitas batubara yang dimiliki Mifa dan TIA masih dibutuhkan oleh sejumlah negara Asia seperti Cina, India, Vietnam dan Thailand. Kami bersyukur konsumen kami di luar negeri permintaannya masih sangat tinggi," kata Adrian.
Andi juga optimistis tahun 2019 industri batu bara akan lebih stabil. Perekonomian global yang tetap positif dan kebutuhan batu bara di dalam negeri yang juga terus meningkat akan menjadi katalisator bisnis batubara.
"ABM akan terus memperkuat sinergi, terutama mendorong bisnis inti kami yaitu CK [PT Cipta Kridatama] dan Reswara [PT Reswara Minergi Hartama] untuk mampu bersaing dan mengoptimalkan peluang yang sangat terbuka di industri ini," tutup Andi.
(prm) Next Article ABM Investama Raih Kontrak Baru Tembus Rp 4,75 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular