Dihajar Luar-Dalam, IHSG Ambruk 1,25%!

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 May 2019 16:56
Dihajar Luar-Dalam, IHSG Ambruk 1,25%!
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat tipis 0,04%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengakhiri perdagangan hari ini dengan koreksi sebesar 1,25% ke level 6.374,42.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan menguat, di mana indeks Hang Seng naik 0,83% dan indeks Kospi naik 0,42%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham Jepang dan China diliburkan pada hari ini.

Bursa saham Benua Kuning berhasil merangsek ke zona hijau seiring dengan damai dagang AS-China yang kian dekat saja. Pada hari Rabu, beberapa orang sumber mengatakan kepada CNBC International bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari Jumat mendatang (3/5/2019).

Sebagai informasi, pada hari Selasa (30/4/2019) delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Menjelang dimulainya negosiasi, pernyataan defensif diungkapkan Mnuchin yang pada akhirnya membuat pelaku pasar ragu bahwa kesepakatan dagang bisa segera diteken. Menurutnya, walaupun kedua negara sudah mendekati sebuah kesepakatan, kini negosiasi memasuki tahap di mana sebuah kesepakatan bisa diteken atau justru berakhir tanpa kesepakatan sama sekali.

"Kami berharap bahwa dalam 2 pertemuan di China dan (Washington) DC kami akan berada dalam suatu titik di mana kami dapat memberikan rekomendasi kepada presiden apakah kami dapat meneken kesepakatan atau tidak," papar Mnuchin ketika diwawancarai oleh Fox Business, seperti dilansir dari South China Morning Post.

Politico menyebut bahwa kesepakatan dagang AS-China akan membuat AS mencabut bea masuk sebesar 10% yang dibebankan kepada US$ 200 miliar produk impor asal China. Sementara itu, bea masuk senilai 25% terhadap produk impor asal Negeri Panda senilai US$ 50 miliar akan tetap dipertahankan hingga selepas pemilihan presiden tahun 2020.

Perkembangan terbaru tersebut kembali meyakinkan investor bahwa 2 negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut bisa segera mengakhiri ribut-ribut di bidang perdagangan yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan.

Jika kesepakatan dagang benar bisa segera disegel dan jika pengenaan bea masuk benar akan dicabut, perekonomian AS dan China bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Hasil pertemuan The Federal Reserve selaku bank sentral AS sukses memantik aksi jual di bursa saham tanah air. Cuma butuh satu kata dari Gubernur The Fed Jerome Powell untuk membuat pasar saham Indonesia terpuruk, yakni "sementara".

Memang, The Fed mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% dalam pertemuan kali ini, sesuai dengan ekspektasi. Namun, pelaku pasar berharap akan ada sinyal dari The Fed terkait dengan pemotongan tingkat suku bunga acuan pada tahun ini, seiring dengan lemahnya angka inflasi. Target inflasi The Fed adalah 2% sementara inflasi inti AS tercatat hanya 1,6% di kuartal pertama.

Namun, ekspektasi terkait pemotongan tingkat suku bunga acuan dimentahkan oleh Powell. Ia menjelaskan bahwa bank sentral masih memandang lemahnya inflasi merupakan hasil dari faktor-fakor yang bersifat "sementara", seperti rendahnya harga pakaian dan tiket pesawat, dilansir dari CNBC International.

"Kami memperkirakan faktor-faktor yang sifatnya sementara sedang mengambil peran," kata Powell dalam konferensi pers setelah pengumuman suku bunga acuan, Rabu. Ia juga menambahkan bahwa inflasi akan kembali ke kisaran target The Fed dan akan tetap simetris dengan sasaran tersebut.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 2 Mei 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini tinggal tersisa 38,4%, dari yang sebelumnya 40,1% pada tanggal 1 Mei. Pada bulan lalu, probabilitasnya sempat mencapai 41%.

Di sisi lain, probabilitas tingkat suku bunga acuan ditahan di level 2,25%-2,5% berada di level 48,6%, melonjak dari posisi sehari sebelumnya yang hanya 38,6%.

Di tengah berbagai ketidakpastian yang menyelimuti perekonomian dunia saat ini, pemotongan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed menjadi sesuatu yang sangat dinantikan pelaku pasar. Dari dalam negeri, tekanan bagi IHSG datang dari rilis angka inflasi yang mengecewakan. Sekitar sejam menjelang penutupan perdagangan sesi 1, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode April 2019.

Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa terjadi inflasi sebesar 0,44% secara bulanan, di atas konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,3%. Secara tahunan, tingkat inflasi pada bulan lalu adalah sebesar 2,83%.

Sebelum angka inflasi dirilis, IHSG ditransaksikan melemah 0,83% ke level 6.401,72, sebelum kemudian memperlebar pelemahannya menjadi 1,25% per akhir sesi 2.

Sejatinya, angka inflasi yang berada di atas ekspektasi bisa mengindikasikan bahwa konsumsi masyarakat Indonesia masih kuat memasuki kuartal-II 2019. Sepanjang kuartal-I 2019, konsumsi masyarakat Indonesia terbilang kuat.

Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1% secara tahunan pada Februari 2019, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5%.

Lantas, sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk periode Januari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2%, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%.

Namun, penyebab utama inflasi bulan April lebih tinggi dari ekspektasi adalah kenaikan harga bahan makanan yang mencapai 1,45%. Padahal, konsumsi masyarakat baru bisa dibilang kuat jika inflasi disumbang oleh komponen lainnya yang tak termasuk ke dalam kategori volatile.

Memasuki bulan Ramadan, jika tak ada kontrol yang baik dari pemerintah, harga bahan makanan bisa semakin melejit yang pada akhirnya justru akan menekan konsumsi masyarakat Indonesia.

Bermain aman, saham-saham sektor barang konsumsi sudah terlebih dulu dilego investor, menyeret IHSG ke zona merah. Hingga akhir sesi 2, indeks sektor barang konsumsi jatuh sebesar 1,64%.

Saham-saham barang konsumsi yang dilepas investor di antaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-3,34%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,6%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-2,27%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-3,14%), dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk/SIDO (-1,96%).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular