Duh! Cuma Hijau Sesaat, IHSG Berkubang di Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 May 2019 09:45
Duh! Cuma Hijau Sesaat, IHSG Berkubang di Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Selepas perdagangan diliburkan kemarin (1/5/2019) seiring dengan peringatan Hari Buruh, kini bursa saham tanah air terjebak di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebenarnya naik tipis 0,04% ke level 6,458.12. Namun kini, situasinya berbalik 180 derajat. Pada pukul 9:32 WIB, IHSG ditransaksikan melemah 0,48% ke level 6.424,11.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan menguat, di mana indeks Hang Seng naik 0,25% dan indeks Kospi naik 0,35%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham Jepang dan China diliburkan pada hari ini.

Bursa saham Benua Kuning berhasil merangsek ke zona hijau seiring dengan damai dagang AS-China yang kian dekat saja. Pada hari Rabu, beberapa orang sumber mengatakan kepada CNBC International bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari Jumat mendatang (3/5/2019).

Sebagai informasi, pada hari Selasa dan Rabu, delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Menjelang dimulainya negosiasi, pernyataan defensif diungkapkan Mnuchin yang pada akhirnya membuat pelaku pasar ragu bahwa kesepakatan dagang bisa segera diteken. Menurutnya, walaupun kedua negara sudah mendekati sebuah kesepakatan, kini negosiasi memasuki tahap di mana sebuah kesepakatan bisa diteken atau justru berakhir tanpa kesepakatan sama sekali.

"Kami berharap bahwa dalam 2 pertemuan di China dan (Washington) DC kami akan berada dalam suatu titik di mana kami dapat memberikan rekomendasi kepada presiden apakah kami dapat meneken kesepakatan atau tidak," papar Mnuchin ketika diwawancarai oleh Fox Business, seperti dilansir dari South China Morning Post.

Lantas, perkembangan terbaru tersebut kembali meyakinkan investor bahwa 2 negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut bisa segera mengakhiri ribut-ribut di bidang perdagangan yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan.
Hasil pertemuan The Federal Reserve selaku bank sentral AS sukses memantik aksi jual di bursa saham tanah air. Walaupun menahan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% seperti ekspektasi, Jerome Powell dan kolega ternyata mengeluarkan pernyataan yang jauh dari kata dovish.

"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.

Sebelumnya, kuatnya laju perekonomian AS sudah terbaca dari angka pertumbuhan ekonominya. Pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 belum lama ini diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.

"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tambah Powell.

Padahal, di tengah berbagai ketidakpastian yang menyelimuti perekonomian dunia, nada-nada dovish dari The Fed menjadi sesuatu yang sangat dinantikan pelaku pasar. Dari dalam negeri, pelaku pasar was-was dalam menantikan rilis angka inflasi. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis angka inflasi periode April 2019.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,3%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,665%.

Rilis angka inflasi bulan April menjadi sangat penting lantaran akan memberikan petunjuk terkait dengan kuat-lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia menjelang periode Ramadan yang merupakan puncak konsumsi masyarakat Indonesia.

Sepanjang kuartal-I 2019, konsumsi masyarakat Indonesia terbilang kuat. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1% secara tahunan pada Februari 2019, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5%.

Lantas, sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk periode Januari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2%, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%.

Jika angka inflasi berada jauh di bawah ekspektasi, maka pelaku pasar bisa dibuat yakin bahwa tren kuatnya konsumsi masyarakat Indonesia tak akan berlanjut di kuartal-II. Bermain aman, saham-saham sektor barang konsumsi sudah terlebih dulu dilego investor, menyeret IHSG ke zona merah.

Hingga berita ini diturunkan, indeks sektor barang konsumsi jatuh sebesar 0,58%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular