4 Kejanggalan Lapkeu Garuda, Nomor 3 Patut Dicermati!
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
29 April 2019 18:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejanggalan pada laporan keuangan BUMN penerbangan, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) masih hangat diperbincangkan pelaku pasar.
Kejanggalan ini dimulai dari laporan keuangan perusahaan yang membukukan laba bersih US$ 809.846 pada 2018 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$).
Padahal jika ditilik lebih detail, perusahaan yang resmi berdiri pada 21 Desember 1949 dengan nama Garuda Indonesia Airways ini semestinya merugi.
Pasalnya, total beban usaha yang dibukukan perusahaan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar, di mana US$ 206,08 juta lebih besar dibandingkan total pendapatan tahun 2018.
Kinerja bottom line atau laba GIAA berhasil diselamatkan dari satu perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) bernilai US$ 239,94 juta.
Perjanjian tersebut terkait pemberian hak royalti atas penyediaan layanan konektivitas dan konten hiburan pada pesawat milik Grup Garuda Indonesia dan Grup Sriwijaya.
Perjanjian inilah yang penuh kejanggalan. Apa saja kejanggalannya?
Pertama, kompensasi atas kesepakatan berumur 15 tahun tersebut, diakui seluruhnya pada laporan laba rugi tahun lalu dalam pos pendapatan lain-lain.
Dalam laporan keuangan 2018, GIAA menyampaikan bahwa imbalan atas kesepakatan dengan MAT tidak dapat dikembalikan, alhasil perusahaan memutuskan untuk mengakuinya saat penyerahan hak kepada MAT pada tahun 2018.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 memang memperbolehkan pengakuan pendapatan meskipun pada transaksi tersebut belum ada kas yang tercatat masuk atau metode kas basis akrual.
Namun, pendapatan yang boleh diakui harus memenuhi beberapa persyaratan. Inilah yang menjadi kejanggalan kedua.
Pendapatan boleh diakui, asal sudah ada bukti serah terima resmi dan/atau MAT sudah mulai memasang peralatan konektivitas tersebut dan tercatat dalam invoice.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Kejanggalan ini dimulai dari laporan keuangan perusahaan yang membukukan laba bersih US$ 809.846 pada 2018 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$).
Padahal jika ditilik lebih detail, perusahaan yang resmi berdiri pada 21 Desember 1949 dengan nama Garuda Indonesia Airways ini semestinya merugi.
Kinerja bottom line atau laba GIAA berhasil diselamatkan dari satu perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) bernilai US$ 239,94 juta.
Perjanjian tersebut terkait pemberian hak royalti atas penyediaan layanan konektivitas dan konten hiburan pada pesawat milik Grup Garuda Indonesia dan Grup Sriwijaya.
Perjanjian inilah yang penuh kejanggalan. Apa saja kejanggalannya?
Pertama, kompensasi atas kesepakatan berumur 15 tahun tersebut, diakui seluruhnya pada laporan laba rugi tahun lalu dalam pos pendapatan lain-lain.
Dalam laporan keuangan 2018, GIAA menyampaikan bahwa imbalan atas kesepakatan dengan MAT tidak dapat dikembalikan, alhasil perusahaan memutuskan untuk mengakuinya saat penyerahan hak kepada MAT pada tahun 2018.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 memang memperbolehkan pengakuan pendapatan meskipun pada transaksi tersebut belum ada kas yang tercatat masuk atau metode kas basis akrual.
Namun, pendapatan yang boleh diakui harus memenuhi beberapa persyaratan. Inilah yang menjadi kejanggalan kedua.
Pendapatan boleh diakui, asal sudah ada bukti serah terima resmi dan/atau MAT sudah mulai memasang peralatan konektivitas tersebut dan tercatat dalam invoice.
Benarkah ada dokumen terkait serah terima tersebut?
Lalu, jumlah pendapatan dapat diukur secara andal atau dapat dipertanggungjawabkan. Imbalan atau kompensasi atas penyerahan hak kepada MAT sesuai dengan ekspektasi manfaat ekonomi yang akan didapat ke depannya. Apakah nilainya memang sudah sesuai? Tidak terlalu mahal dan murah, apalagi fakta bahwa hak tersebut diberikan selama 15 tahun.
Bagaimana kejanggalan ketiga?
Lalu, jumlah pendapatan dapat diukur secara andal atau dapat dipertanggungjawabkan. Imbalan atau kompensasi atas penyerahan hak kepada MAT sesuai dengan ekspektasi manfaat ekonomi yang akan didapat ke depannya. Apakah nilainya memang sudah sesuai? Tidak terlalu mahal dan murah, apalagi fakta bahwa hak tersebut diberikan selama 15 tahun.
Bagaimana kejanggalan ketiga?
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Next Page
Nomor 3 Perhatikan
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular