4 Kejanggalan Lapkeu Garuda, Nomor 3 Patut Dicermati!
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
29 April 2019 18:13

Kejanggalan ketiga adalah, hingga kuartal I-2019 belum ada kas masuk yang dibayarkan oleh MAT. Hal tersebut dapat terlihat dari tidak adanya penurunan nilai pada pos piutang usaha yang terkait dengan kesepakatan tersebut.
Dalam PSAK 23, karena perusahaan mengakui pendapatan meski belum ada kas masuk, maka nilai pendapatan yang diakui, kemudian dicatat sebagai piutang usaha.
Ini berarti, jika sudah ada kas masuk dari transaksi tersebut, maka otomatis nilai pada pos piutang usaha akan berkurang. Nah, dengan belum terdeteksinya kas masuk, maka syarat "kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke perusahaan" patut dipertanyakan.
Benarkah MAT mempunyai kinerja yang mumpuni untuk membayar hak penyediaan layanan konektivitas tersebut?
Dalam pos piutang lain-lain pada laporan keuangan tahun lalu, terdapat piutang atas nama MAT sebesar US$ 233,13 juta, sedangkan piutang atas nama Sriwijaya tercatat US$ 30,8 juta.
Nah, pada pos yang sama di laporan interim kuartal I-2019, tidak terdapat perubahan nilai untuk piutang lain-lain atas nama MAT dan Sriwijaya. Ini berarti, baik MAT atau pun Sriwijaya belum membayar utang mereka ke Garuda Indonesia.
Kejanggalan keempat, fakta bahwa Sriwijaya diharuskan memberi insentif sebesar US$ 28 juta kepada Garuda Indonesia sebagai kompensasi atas keikutsertaan Sriwijaya pada perjanjian layanan konektivitas dengan MAT.
Sejatinya, hubungan antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya hanya sebatas Kerja Sama Operasi (KSO), jadi Sriwijaya bukan termasuk entitas anak perusahaan.
Oleh karena itu patut dipertanyakan ketika atas keikutsertaan Sriwijaya pada kesepakatan antara Garuda Indonesia dengan MAT, Sriwijaya hanya memperoleh US$ 2 juta dari total kompensasi sebesar US$ 30 juta.
Kejanggalan-kejanggalan inilah yang akhirnya menyeret pihak-pihak yang terlibat dipanggil oleh pemangku kebijakan.
Manajemen GIAA menerima surat panggilan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dijadwalkan pemanggilan itu dilakukan pada Selasa besok, 30 April.
Sementara itu, akuntan publik yang bertanggung jawab atas laporan keuangan Garuda Indonesia juga dipanggil oleh BEI dan Kementerian Keuangan.
Pada dasarnya kisruh laporan keuangan Garuda ini murni kejanggalan, bukan persoalan politik. Dengan demikian, diharapkan pemanggilan tersebut bisa memberikan kejelasan agar kisruh ini bisa terang-benderang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas)
Dalam PSAK 23, karena perusahaan mengakui pendapatan meski belum ada kas masuk, maka nilai pendapatan yang diakui, kemudian dicatat sebagai piutang usaha.
Ini berarti, jika sudah ada kas masuk dari transaksi tersebut, maka otomatis nilai pada pos piutang usaha akan berkurang. Nah, dengan belum terdeteksinya kas masuk, maka syarat "kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke perusahaan" patut dipertanyakan.
Dalam pos piutang lain-lain pada laporan keuangan tahun lalu, terdapat piutang atas nama MAT sebesar US$ 233,13 juta, sedangkan piutang atas nama Sriwijaya tercatat US$ 30,8 juta.
Nah, pada pos yang sama di laporan interim kuartal I-2019, tidak terdapat perubahan nilai untuk piutang lain-lain atas nama MAT dan Sriwijaya. Ini berarti, baik MAT atau pun Sriwijaya belum membayar utang mereka ke Garuda Indonesia.
Kejanggalan keempat, fakta bahwa Sriwijaya diharuskan memberi insentif sebesar US$ 28 juta kepada Garuda Indonesia sebagai kompensasi atas keikutsertaan Sriwijaya pada perjanjian layanan konektivitas dengan MAT.
Sejatinya, hubungan antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya hanya sebatas Kerja Sama Operasi (KSO), jadi Sriwijaya bukan termasuk entitas anak perusahaan.
Oleh karena itu patut dipertanyakan ketika atas keikutsertaan Sriwijaya pada kesepakatan antara Garuda Indonesia dengan MAT, Sriwijaya hanya memperoleh US$ 2 juta dari total kompensasi sebesar US$ 30 juta.
Kejanggalan-kejanggalan inilah yang akhirnya menyeret pihak-pihak yang terlibat dipanggil oleh pemangku kebijakan.
Manajemen GIAA menerima surat panggilan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dijadwalkan pemanggilan itu dilakukan pada Selasa besok, 30 April.
Sementara itu, akuntan publik yang bertanggung jawab atas laporan keuangan Garuda Indonesia juga dipanggil oleh BEI dan Kementerian Keuangan.
Pada dasarnya kisruh laporan keuangan Garuda ini murni kejanggalan, bukan persoalan politik. Dengan demikian, diharapkan pemanggilan tersebut bisa memberikan kejelasan agar kisruh ini bisa terang-benderang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular