
Dibuka Kuat, Rupiah Langsung Lemas Lagi
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 April 2019 08:25

Apa mau di kata, dolar AS memang sedang perkasa. Pada pukul 08:07 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,06%.
Kekuatan dolar AS datang dari proyeksi terbaru seputar pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam. The Federal Reserve/The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2019 sebesar 2,8% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Lebih baik ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu 2,4%.
Proyeksi ini semakin mempertegas bahwa ekonomi Negeri Adidaya masih kuat, sehingga kekhawatiran terhadap risiko resesi bisa dikesampingkan dulu. Akhir pekan lalu, data penjualan ritel di AS juga menggembirakan dengan pertumbuhan 1,6% month-on-month (MoM), kenaikan tertinggi sejak September 2017.
Kemudian klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 13 April turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000. Ini merupakan klaim terendah sejak September 1969.
Artinya, tekanan inflasi masih akan membayangi perekonomian AS sehingga kemungkinan The Fed belum mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Hal ini bisa menjadi sentimen positif bagi dolar AS.
Selain itu, perkembangan harga minyak juga masih memberikan tekanan kepada rupiah. Pada pukul 08:15 WIB, harga minyak jenis light sweet masih melonjak 2,59%.
Bagi rupiah, kenaikan harga minyak berpotensi menjadi musibah. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ketika harga minyak melonjak, maka biaya importasi komoditas ini pun ikut membengkak. Akibatnya, tekanan di transaksi berjalan (current account) akan semakin berat dan rupiah kian kekurangan modal untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kekuatan dolar AS datang dari proyeksi terbaru seputar pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam. The Federal Reserve/The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2019 sebesar 2,8% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Lebih baik ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu 2,4%.
Proyeksi ini semakin mempertegas bahwa ekonomi Negeri Adidaya masih kuat, sehingga kekhawatiran terhadap risiko resesi bisa dikesampingkan dulu. Akhir pekan lalu, data penjualan ritel di AS juga menggembirakan dengan pertumbuhan 1,6% month-on-month (MoM), kenaikan tertinggi sejak September 2017.
Artinya, tekanan inflasi masih akan membayangi perekonomian AS sehingga kemungkinan The Fed belum mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Hal ini bisa menjadi sentimen positif bagi dolar AS.
Selain itu, perkembangan harga minyak juga masih memberikan tekanan kepada rupiah. Pada pukul 08:15 WIB, harga minyak jenis light sweet masih melonjak 2,59%.
Bagi rupiah, kenaikan harga minyak berpotensi menjadi musibah. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ketika harga minyak melonjak, maka biaya importasi komoditas ini pun ikut membengkak. Akibatnya, tekanan di transaksi berjalan (current account) akan semakin berat dan rupiah kian kekurangan modal untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular