Pemilu 2019
Rupiah Terlemah Ketiga di Asia, Apa Kabar Jokowi Effect?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 April 2019 16:45

Dolar AS begitu perkasa karena dukungan rilis data yang ciamik. Penjualan ritel di AS pada Maret naik 1,6% month-on-month (MoM), kenaikan tertinggi sejak September 2017. Jauh membaik dibandingkan Februari yang turun 0,2% MoM.
Sementara penjualan ritel inti naik 1% MoM, juga membaik ketimbang Februari yang minus 0,3%. Penjualan ritel inti mencerminkan konsumsi rumah tangga dalam komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB).
Data lainnya adalah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 13 April turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000. Ini merupakan klaim terendah sejak September 1969.
Data ini menggambarkan bahwa daya beli dan konsumsi tetap kuat sehingga sepertinya akan sulit melihat laju inflasi melambat. Ketika inflasi terakselerasi dan stabil di kisaran 2% seperti yang ditargetkan The Federal Reserve/The Fed, maka peluang penurunan suku bunga acuan menjadi mengecil.
Saat ini dolar AS tidak bisa berharap Federal Funds Rate naik seperti tahun lalu, tidak turun saja sudah alhamdulillah. Suku bunga acuan yang ditahan di kisaran 2,25-2,5% (median 2,375%) sudah cukup untuk menjadi sentimen positif bagi dolar AS.
Selain itu, perkembangan harga minyak juga tidak mendukung rupiah. Pada pukul 16:14 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 2,67% dan 2,37%.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak lebih menjadi sebuah bencana. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Jika harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Akhirnya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan semakin dalam sehingga rupiah kekurangan modal untuk menguat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Sementara penjualan ritel inti naik 1% MoM, juga membaik ketimbang Februari yang minus 0,3%. Penjualan ritel inti mencerminkan konsumsi rumah tangga dalam komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB).
Data lainnya adalah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 13 April turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000. Ini merupakan klaim terendah sejak September 1969.
Saat ini dolar AS tidak bisa berharap Federal Funds Rate naik seperti tahun lalu, tidak turun saja sudah alhamdulillah. Suku bunga acuan yang ditahan di kisaran 2,25-2,5% (median 2,375%) sudah cukup untuk menjadi sentimen positif bagi dolar AS.
Selain itu, perkembangan harga minyak juga tidak mendukung rupiah. Pada pukul 16:14 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 2,67% dan 2,37%.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak lebih menjadi sebuah bencana. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Jika harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Akhirnya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan semakin dalam sehingga rupiah kekurangan modal untuk menguat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Jokowi Effect Sudah Selesai?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular