AS-Iran Tak Akur, Harga Minyak Terbang Tinggi

22 April 2019 14:55
Pada pukul 14:30 WIB, harga minyak Brent kontrak Juni terbang hingga 2,33% ke level US$ 73,65/barel
Foto: Iran (REUTERS/Morteza Nikoubazl/)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penguatan harga minyak makin menjadi-jadi pada perdagangan Senin (22/4/2019) siang.

Pada pukul 14:30 WIB, harga minyak Brent kontrak Juni terbang hingga 2,33% ke level US$ 73,65/barel. Sedangkan jenis light sweet (WTI) meroket hingga 2,2% ke posisi US$ 65,41/barel.



Pasokan minyak Iran yang terancam tak dapat dijual diduga kuat menjadi energi yang melontarkan harga minyak hari ini. Pasalnya pemerintah Amerika Serikat (AS) dikabarkan akan mengakhiri masa keringanan atas sanksi yang dijatuhkan kepada Iran.

"Mulai tanggal 2 Mei, Departemen Luar Negeri AS tidak akan lagi memberi keringanan sanksi kepada negara mana pun yang saat ini mengimpor minyak mentah atau kondensat asal Iran," tulis kolumnis Washington Post pada hari Minggu (21/4/2019), mengutip Reuters.

Sebagai informasi, sejak November 2018 AS telah melarang seluruh negara mitranya untuk membeli minyak asal Negeri Persia. Bila ada yang tetap mengimpor minyak dari Iran, AS mengancam akan memberikan sanksi kepada negara teresebut.

Namun belakangan Negeri Paman Sam memberi keringanan bagi delapan negara yaitu, China, India, Jepang, Korea Selatan, taiwan, Turki, Italia, dan Yunani untuk dapat tetap mengimpor minyak Iran untuk waktu yang terbatas.

Dengan berakhirnya masa keringanan sanksi, maka minyak hasil produksi Iran makin sulit untuk dilepas ke pasar. Apalagi sekarang ini hampir seluruh negara di dunia punya hubungan dengan AS.

Bila tak ada lagi yang bisa membeli minyak Iran, maka pasokan global akan berkurang sangat signifikan.

Berdasarkan data Refinitiv, ekspor minyak Iran pada bulan Maret 2019 mencapai 1,68 juta barel. Julmlah sebesar itulah yang berpeluang hilang dari pasar. Lebih besar dari kebijakan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel/hari.

Kebijakan OPEC saja sudah mampu mengangkat harga minyak lebih dari 30% sejak awal tahun. Apalagi ditambah hilangnya minyak Iran. Akan tetapi pelaku pasar masih hati-hati. Sebab dengan begitu potensi OPEC dan Rusia untuk meningkatkan produksi mulai tengah tahun 2019 makin besar.

Seperti yang telah diketahui, OPEC+ (OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia) sepakat memangkas produksi 1,2 juta barel/hari hanya sampai bulan Juni. Tanggal 25-26 Juni mendatang, OPEC+ akan menggelar pertemuan di Wina, Austria untuk membahas kelanjutan kebijakan tersebut.

Sebelumnya, Rusia sudah menunjukkan gelagat nafsu memompa minyak lebih banyak. Seorang pejabat Gazprom Neft (perusahaan minyak Rusia), memprediksi kesepakatan pemangkasan produksi minyak OPEC+ akan berakhir pada tengah tahun 2019.

"Dalam proyeksi tahun ini, kami mengasumsikan kesepakatan [pemangkasan produksi minyak] akan efektif hingga tengah rahun. Dengan begitu, produksi minyak kami akan meningkat 1,5% dibanding tahun lalu," ujar Vadim Yakovev, Deputi CEO GAzprom Neft, mengutip Reuters, Rabu (17/4/2019).

Bila produksi minyak Rusia dan OPEC kembali ditingkatkan tanpa adanya batasan, tentu bukan berita baik bagi keseimbangan fundamental di pasas global. Risiko pelemahan harga seperti yang terjadi pada kuartal IV-2018 masih ada. Investor pun masih tetap waspada.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(gus) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular