Pemilu 2019

Jokowi Effect Bikin Saham, Rupiah & Obligasi Berlari Kencang

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 April 2019 14:56
Jokowi Effect Bikin Saham, Rupiah & Obligasi Berlari Kencang
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemenangan pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin versi hasil hitung cepat (quick count) dari sejumlah lembaga survei membuat euforia pasar keuangan Indonesia. Pasar saham, obligasi dan nilai tukar rupiah bergerak di luar kebiasaan karena optimisme pelaku pasar.

Kemarin (17/4/2019), pemilihan presiden (pilpres) dan para anggota legislatif dilakukan secara serentak. Pada pemilu tahun ini, akan dipilih sepasang presiden dan wakil presiden, 575 anggota DPR RI, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPR Provinsi, dan 17.610 anggota DPRD Kota/Kabupaten.

Sejauh ini, hasil hitung cepat dari berbagai lembaga kompak memenangkan pasangan calon nomor urut 01 yakni Joko Widodo- Ma'ruf Amin. Hasil hitung cepat dari Litbang Kompas misalnya, sudah menerima sebanyak 99,8% suara masuk dengan 54,4% suara jatuh ke pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Kemudian, hitung cepat dari Indo Barometer (99,7% suara masuk) menunjukkan bahwa sebanyak 54,3% suara jatuh ke Jokowi selaku petahana.

Lantas, bisa dibilang Jokowi menang besar pada tahun ini. Pada pilpres 2014, Jokowi 'hanya' mengalahkan Prabowo dengan marjin 53,15% berbanding 46,85%.

Hingga berita ini diturunkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditransaksikan menguat 0,61% ke level 6.521,29. Pada pembukaan perdagangan, IHSG langsung melejit 1,35% ke level 6.568,85. IHSG kemudian meroket hingga 2,39% ke titik tertingginya di level 6.636,33, sebelum menipiskan penguatan-`nya menjadi 0,61%.

Bagi pasar saham, kemenangan Joko Widodo- Ma'ruf Amin memang sudah kami prediksi akan menjadi berkah. Pasalnya, Jika berkaca kepada sejarah, IHSG selalu memberikan imbal hasil yang menggiurkan di tahun pemilu, dengan catatan bahwa hasil pemilihan presiden sesuai dengan proyeksi dari mayoritas lembaga survei. Pada pemilihan presiden edisi 2019, mayoritas lembaga survei memang sebelumnya menjagokan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang.

Pada tahun 2004, IHSG melejit hingga 44,6%. Pada tahun 2009, IHSG meroket hingga 87%. Sementara pada tahun 2014 kala Jokowi terpilih untuk periode pertamanya sebagai presiden, IHSG melejit 22,3%.

Perlu diingat pula, imbal hasil IHSG sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan hari Selasa, 16/4/2019) baru sebesar 4,63%, sehingga menyisakan upside yang begitu besar jika berkaca kepada performa IHSG di tahun-tahun pemilu sebelumnya.

Wajar saja jika investor begitu gencar menyasar saham-saham di Indonesia. Mereka tak mau kehilangan potensi cuan yang masih begitu besar.

Komentar Faisal Basri Soal Kemenangan Jokowi di Quick Count
[Gambas:Video CNBC]
Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 1,2 triliun di pasar saham tanah air. Derasnya aliran modal yang mengalir ke pasar saham tanah air lantas membuat rupiah perkasa.

Di pasar spot, rupiah menguat 0,32% ke level Rp 14.035/dolar AS. Rupiah bahkan sempat ditransaksikan di kisaran Rp 13.000. Titik terkuat rupiah pada hari ini berada di level Rp 13.990/dolar AS, seperti dilansir dari Refinitiv.

Penguatan IHSG dan rupiah pada hari ini bisa dibilang murni karena kemenangan Jokowi. Pasalnya, indeks saham dan mata uang negara-negara kawasan Asia lainnya justru sedang melemah.

Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei turun 0,84%, indeks Shanghai jatuh 0,39%, indeks Hang Seng tekroreksi 0,61%, indeks Straits Times melemah 0,28%, dan indeks Kospi jeblok 1,43%.

Sementara itu, yuan melemah 0,1% melawan dolar AS di pasar spot, dolar Singapura melemah 0,06%, won melemah 0,46%, ringgit melemah 0,24%, dan peso melemah 0,08%.

Pelaku pasar keuangan Asia sedang dipaksa bermain defensif pada hari ini seiring dengan potensi perang dagang AS-Uni Eropa yang kian nyata. Mengutip Reuters, Uni Eropa telah merilis daftar produk AS yang berpotensi dikenakan bea masuk. Nilainya mencapai US$ 20 miliar.

Produk-produk AS yang bisa terkena bea masuk di antaranya adalah pesawat terbang, helikopter, produk kimia, ikan beku, jeruk sitrus, saus sambal, tembakau, koper, traktor, hingga konsol video game.

Langkah ini merupakan balasan atas ancaman AS yang berencana memberlakukan bea masuk untuk impor produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Rencana AS tersebut dilandasi oleh kekesalan Presiden Donald Trump yang menuding  bahwa Uni Eropa memberikan subsidi yang kelewat besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat.

"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menemukan bahwa Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus yang kemudian mempengaruhi AS. Kami akan menerapkan bea masuk kepada (impor) produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Uni Eropa sudah mengambil keuntungan dari perdagangan dengan AS selama bertahun-tahun. Ini akan segera berakhir!" keluh Trump di Twitter pada tanggal 9 April. Tak mau kalah dengan pasar saham, pasar obligasi Indonesia pun membukukan apresiasi pada hari ini.

Di pasar obligasi, yang menjadi acuan adalah tenor 5 (FR0077), 10 (FR0078), 15 (FR0068), dan 20 tahun (FR0079). Pada hari ini, imbal hasil obligasi tenor 5, 10, 15, dan 20 tahun turun masing-masing sebesar 3,9 bps, 5,1 bps, 4,6 bps, dan 6,2 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Melihat penurunan yield yang siginifikan tersebut, patut diduga bahwa investor asing juga melakukan aksi beli di pasar obligasi tanah air, walaupun tidak bisa dikonfirmasi 100% lantaran datanya baru dirilis oleh Kementerian Keuangan dalam beberapa hari mendatang.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular