
Ringgit Terpuruk, Harga CPO Jatuh Tak Dalam
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
18 April 2019 15:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) balik melemah pada perdagangan Kamis (18/4/2019) siang, menghentikan penguatan yang sudah berlangsung selama dua hari beruntun.
Pada pukul 14:15 WIB, harga CPO acuan kontrak Juni di Bursa Malaysia Derivatives Exchange melemah 0,63% ke posisi MYR 2.191/ton, setelah melesat 1,47% kemarin (17/4/2019).
Faktor utama penyebab pelemahan harga CPO hari ini diyakini pelaku pasar berasal dari minyak kedelai.
"[Harga] sawit terkoreksi karena pasar eksternal yang juga melemah, namun dibatasi oleh pelemahan ringgit," ujar pelaku pasar yang berbasis di Kuala Lumpur, mengutip Reuters.
Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak kedelai di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) amblas hingga 0,9%. Hari ini, juga masih terus terkoreksi 0,1%.
Tentu saja itu bukan kabar baik bagi CPO. Sebab minyak sawit merupakan substitusi yang hampir sempurna dari minyak kedelai. Alhasil keduanya bersaing mendapatkan pangsa pasar (market share) di bursa minyak nabati global. Kala harga minyak kedelai turun, maka akan memberi tarikan ke bawah pada pergerakan harga CPO.
Namun nilai tukar ringgit yang melemah di hadapan dolar memberi dorongan sehingga harga CPO tak jatuh terlalu dalam.
Lembaga penyusun indeks obligasi global, FTSE Russell mengatakan bahwa obligasi pemerintah Malaysia bisa dikeluarkan dalam daftar indeks akibat permasalahan akses dan likuiditas, mengutip Reuters, Rabu (17/4/2019). Pasar keuangan Malaysia seperti kehilangan daya tarik. Aliran dana mengalir deras ke luar Negeri Jiran.
Tak heran sejak hingga pukul 14:00 WIB, ringgit melemah hingga 0,22%, membuat US$ 1 dibanderol dengan harga MYR 4,142. Pada posisi tersebut, ringgit menyentuh titik paling lemah di tahun 2019.
Dengan begitu transaksi kontrak CPO menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain, membuat daya tariknya meningkat.
Terlepas dari kedua hal tersebut, faktor fundamental di pasar CPO masih belum terlalu mendukung.
Minggu lalu pelaku pasar sudah dibuat kecewa dengan stok minyak sawit Malaysia hingga bulan Maret yang hanya berkurang sedikit ke posisi 2,91 juta ton. Stok yang masih dekat ke posisi tertinggi dalam 2 dekade tersebut sudah tentu akan sulit untuk memberi dorongan yang kuat.
Apalagi pada hari Senin (15/4/2019) lembaga survei kargo, AmSpec Agri Malaysia memproyeksikan peningkatan ekspor sawit periode 1-15 April hanya sebesar 1,5%.
Sulit untuk membayangkan harga sawit akan meningkat dengan mantap. Sejauh ini pergerakan harga sawit hanya terpengaruh faktor pasar eksternal saja.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/hps) Next Article Inventori Masih Penuh, Harga CPO Terendah Dalam 1 Minggu
Pada pukul 14:15 WIB, harga CPO acuan kontrak Juni di Bursa Malaysia Derivatives Exchange melemah 0,63% ke posisi MYR 2.191/ton, setelah melesat 1,47% kemarin (17/4/2019).
"[Harga] sawit terkoreksi karena pasar eksternal yang juga melemah, namun dibatasi oleh pelemahan ringgit," ujar pelaku pasar yang berbasis di Kuala Lumpur, mengutip Reuters.
Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak kedelai di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) amblas hingga 0,9%. Hari ini, juga masih terus terkoreksi 0,1%.
Tentu saja itu bukan kabar baik bagi CPO. Sebab minyak sawit merupakan substitusi yang hampir sempurna dari minyak kedelai. Alhasil keduanya bersaing mendapatkan pangsa pasar (market share) di bursa minyak nabati global. Kala harga minyak kedelai turun, maka akan memberi tarikan ke bawah pada pergerakan harga CPO.
Namun nilai tukar ringgit yang melemah di hadapan dolar memberi dorongan sehingga harga CPO tak jatuh terlalu dalam.
Lembaga penyusun indeks obligasi global, FTSE Russell mengatakan bahwa obligasi pemerintah Malaysia bisa dikeluarkan dalam daftar indeks akibat permasalahan akses dan likuiditas, mengutip Reuters, Rabu (17/4/2019). Pasar keuangan Malaysia seperti kehilangan daya tarik. Aliran dana mengalir deras ke luar Negeri Jiran.
Tak heran sejak hingga pukul 14:00 WIB, ringgit melemah hingga 0,22%, membuat US$ 1 dibanderol dengan harga MYR 4,142. Pada posisi tersebut, ringgit menyentuh titik paling lemah di tahun 2019.
Dengan begitu transaksi kontrak CPO menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain, membuat daya tariknya meningkat.
Terlepas dari kedua hal tersebut, faktor fundamental di pasar CPO masih belum terlalu mendukung.
Minggu lalu pelaku pasar sudah dibuat kecewa dengan stok minyak sawit Malaysia hingga bulan Maret yang hanya berkurang sedikit ke posisi 2,91 juta ton. Stok yang masih dekat ke posisi tertinggi dalam 2 dekade tersebut sudah tentu akan sulit untuk memberi dorongan yang kuat.
Apalagi pada hari Senin (15/4/2019) lembaga survei kargo, AmSpec Agri Malaysia memproyeksikan peningkatan ekspor sawit periode 1-15 April hanya sebesar 1,5%.
Sulit untuk membayangkan harga sawit akan meningkat dengan mantap. Sejauh ini pergerakan harga sawit hanya terpengaruh faktor pasar eksternal saja.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/hps) Next Article Inventori Masih Penuh, Harga CPO Terendah Dalam 1 Minggu
Most Popular