Pemilu 2019
Andai Hari Ini Tidak Libur Coblosan, Rupiah Bisa Saja Menguat
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 April 2019 09:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, pasar keuangan Indonesia libur karena rakyat sedang terlibat pesta demokrasi. Ya, rakyat Indonesia sedang memilih para anggota legislatif sekaligus Presiden-Wakil Presiden dalam Pemilu 2019.
Salah satu pasar yang libur adalah spot valas. Walau pasar spot valas tutup, tetapi pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) di luar negeri masih dibuka. Kemungkinan pergerakan di pasar NDF hari ini akan menentukan nasib rupiah saat perdagangan pasar spot kembali dibuka esok hari.
Berikut kurs dolar AS terhadap rupiah di pasar NDF saat ini dibandingkan posisi penutupan pasar hari sebelumnya, mengutip Refinitiv:
Terlihat bahwa kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar NDF diperdagangkan menguat. Andai diperdagangkan di pasar spot hari ini dan benar-benar menguat, maka rupiah akan bergabung dengan mata uang utama Asia yang mayoritas juga digdaya di hadapan dolar AS.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:15 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sayang sekali rupiah tidak bisa memanfaatkan situasi dolar AS yang sedang tertekan. Pada pukul 09:17 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,07%.
Dolar AS tertekan karena tingginya risk appetite pelaku pasar. Dini hari tadi waktu Indonesia, Wall Street menunjukkan kinerja positif di mana Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,26%, S&P 500 menguat 0,05%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,3%.
Penyebabnya adalah laporan keuangan emiten di bursa saham New York yang lumayan oke. Misalnya Johnson & Johnson, yang pada kuartal I-2019 membukukan laba per saham (Earnings Per Share/EPS) US$ 2,1. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu US$ 2,03. Akibatnya, saham emiten berkode JNJ ini melesat 1,09%.
Kemudian BlackRock, perusahaan pengelola aset terbesar di dunia, mencatatkan pendapatan bersih US$ 1,05 miliar pada kuartal I-2019 sehingga menjadikan EPS berada di US$ 6,61. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang memperkirakan EPS sebesar US$ 6,13, yang menyebabkan harga saham BlackRock meroket 3,25%.
Hijaunya Wall Street membuat pelaku pasar berani masuk ke instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk di Asia. Dolar AS dilepas dan arus modal mengalir ke Benua Kuning. Sayang sekali rupiah tidak bisa ikut menikmatinya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Namun itu hanya mempertimbangkan kondisi eksternal, belum memasukkan faktor domestik. Ini yang agak tricky...
Pasalnya, sejak akhir pekan lalu sudah ada tanda-tanda bahwa investor (terutama asing) agak menjauh dari pasar keuangan Indonesia. Penyebabnya sudah jelas, ada ketidakpastian karena Indonesia sedang menghadapi Pemilu.
Tentu pelaku pasar tidak ingin terlalu agresif saat belum diketahui siapa yang akan memimpin Indonesia dalam 5 tahun ke depan. Apakah masih Joko Widodo (Jokowi), atau berganti menjadi Prabowo Subianto? Jika nanti sudah ada secercah kejelasan dari hasil hitung cepat (quick count), mungkin investor sudah bisa mendapat gambaran mengenai arah Indonesia ke depan.
Menarik untuk dinantikan bagaimana respons pelaku pasar kala perdagangan kembali dibuka esok hari. Apakah 'jagoan' investor diperkirakan menang sehingga pasar merekah? Atau justru kalah sehingga pasar anjlok?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Salah satu pasar yang libur adalah spot valas. Walau pasar spot valas tutup, tetapi pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) di luar negeri masih dibuka. Kemungkinan pergerakan di pasar NDF hari ini akan menentukan nasib rupiah saat perdagangan pasar spot kembali dibuka esok hari.
Berikut kurs dolar AS terhadap rupiah di pasar NDF saat ini dibandingkan posisi penutupan pasar hari sebelumnya, mengutip Refinitiv:
Periode | Kurs 16 April (15:57 WIB) | Kurs 17 April Maret (09:12 WIB) |
1 Pekan | Rp 14.100 | Rp 14.087,5 |
1 Bulan | Rp 14.155 | Rp 14.145 |
2 Bulan | Rp 14.225 | Rp 14.210 |
3 Bulan | Rp 14.281 | Rp 14.268,5 |
6 Bulan | Rp 14.487 | Rp 14.455 |
9 Bulan | Rp 14.630 | Rp 14.625 |
1 Tahun | Rp 14.805 | Rp 14.805 |
2 Tahun | Rp 15.522 | Rp 15.518 |
Terlihat bahwa kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar NDF diperdagangkan menguat. Andai diperdagangkan di pasar spot hari ini dan benar-benar menguat, maka rupiah akan bergabung dengan mata uang utama Asia yang mayoritas juga digdaya di hadapan dolar AS.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:15 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sayang sekali rupiah tidak bisa memanfaatkan situasi dolar AS yang sedang tertekan. Pada pukul 09:17 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,07%.
Dolar AS tertekan karena tingginya risk appetite pelaku pasar. Dini hari tadi waktu Indonesia, Wall Street menunjukkan kinerja positif di mana Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,26%, S&P 500 menguat 0,05%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,3%.
Penyebabnya adalah laporan keuangan emiten di bursa saham New York yang lumayan oke. Misalnya Johnson & Johnson, yang pada kuartal I-2019 membukukan laba per saham (Earnings Per Share/EPS) US$ 2,1. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu US$ 2,03. Akibatnya, saham emiten berkode JNJ ini melesat 1,09%.
Kemudian BlackRock, perusahaan pengelola aset terbesar di dunia, mencatatkan pendapatan bersih US$ 1,05 miliar pada kuartal I-2019 sehingga menjadikan EPS berada di US$ 6,61. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang memperkirakan EPS sebesar US$ 6,13, yang menyebabkan harga saham BlackRock meroket 3,25%.
Hijaunya Wall Street membuat pelaku pasar berani masuk ke instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk di Asia. Dolar AS dilepas dan arus modal mengalir ke Benua Kuning. Sayang sekali rupiah tidak bisa ikut menikmatinya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Namun itu hanya mempertimbangkan kondisi eksternal, belum memasukkan faktor domestik. Ini yang agak tricky...
Pasalnya, sejak akhir pekan lalu sudah ada tanda-tanda bahwa investor (terutama asing) agak menjauh dari pasar keuangan Indonesia. Penyebabnya sudah jelas, ada ketidakpastian karena Indonesia sedang menghadapi Pemilu.
Tentu pelaku pasar tidak ingin terlalu agresif saat belum diketahui siapa yang akan memimpin Indonesia dalam 5 tahun ke depan. Apakah masih Joko Widodo (Jokowi), atau berganti menjadi Prabowo Subianto? Jika nanti sudah ada secercah kejelasan dari hasil hitung cepat (quick count), mungkin investor sudah bisa mendapat gambaran mengenai arah Indonesia ke depan.
Menarik untuk dinantikan bagaimana respons pelaku pasar kala perdagangan kembali dibuka esok hari. Apakah 'jagoan' investor diperkirakan menang sehingga pasar merekah? Atau justru kalah sehingga pasar anjlok?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular