Tren Reli Obligasi Jelang Pemilu Sulit Terjadi Kali Ini

Market - Irvin Avriano A, CNBC Indonesia
16 April 2019 12:39
Pasar obligasi rupiah pemerintah berpotensi keluar jalur dari tren positif yang terbentuk dalam dua tahun pemilu terakhir 2009 dan 2014 Foto: Obligasi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi rupiah pemerintah berpotensi keluar jalur dari tren positif yang terbentuk dalam 2 pekan di 2 tahun pemilu terakhir, yaitu 2009 dan 2014 karena posisi imbal hasil (yield) saat ini sudah terlalu tinggi.

Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa dalam pilpres kali ini, investor surat utang pemerintah juga lebih tidak yakin terhadap kondisi pasar dan pemerintahan, yang juga ditambah faktor global yang kurang bersahabat.

Pada pemilu sebelumnya yaitu 2004, belum ditemukan jejak historis penetapan seri surat utang negara (SUN) acuan 10 tahun pada periode di mana pengelolaan SUN masih dilakukan oleh Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON) yang baru berganti nama menjadi Direktorat Pengelolaan SUN. 

Pada 2009 dan 2014, pada periode 2 pekan kalender sebelum tanggal pemilihan presiden, pasar obligasi menguat yang tercermin dari naiknya harga SUN tenor acuan 10 tahun serta penurunan tingkat imbal hasil (yield) tenor tersebut.  

Seri 10 tahun merupakan seri yang kerap dijadikan acuan di pasar obligasi dengan dasar penghitungan 100 basis poin (bps) setara dengan 1%, di mana kenaikan harga dapat terlihat dari penurunan yield karena pergerakan keduanya saling bertolak belakang di pasar sekunder surat utang. 

Pada 2009, terjadi kenaikan harga dan penurunan yield seri acuan 10 tahun secara signifikan, yaitu 74,2 bps pada rentang waktu 23 Juni-7 Juli. Penguatan harga tersebut seiring dengan mulai membaiknya kondisi ekonomi pada 2009, pasca krisis KPR kualitas buruk (subprime mortgage) di Amerika Serikat (AS) 2007-2008.  

Sepanjang tahun pilpres yang memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden untuk fase kedua tersebut, yield seri acuan 10 tahun yaitu FR0036 sebesar 268 basis poin (bps) menjadi 9,75% dari 12,43%. 

TanggalYield FR0036 2009
6/23/200911.578
6/24/200911.409
6/25/200911.161
6/26/200911.165
6/30/200911.12
7/2/200910.836
7/6/200911.119
7/7/200910.836
7/8/2009Pilpres
Sumber: Refinitiv 

Tren penguatan pasar obligasi berlanjut pada 2014, ketika terjadi penurunan yield seri acuan 10 tahun meskipun lebih tipis yaitu 3,9 bps pada periode 25 Juni-8 Juli. 

TanggalFR0070 2014
6/25/20148.203
6/26/20148.257
6/27/20148.294
6/30/20148.241
7/1/20148.178
7/2/20148.106
7/3/20148.095
7/4/20148.135
7/7/20148.13
7/8/20148.062
7/9/2014Pilpres
Sumber: Refinitiv  

Penguatan tipis itu terjadi di tengah positifnya iklim investasi global karena kembali meyakinkannya data-data tenaga kerja AS mulai Mei 2014. Sepanjang tahun, penguatan harga obligasi pada tahun pemilu 2014 juga dibukukan dengan penurunan yield obligasi acuan 10 tahun saat itu FR0070 sebesar 59 bps menjadi 7,81% dari 8,4%.  

Pada 2014, di mana Joko Widodo-Jusuf Kalla memenangkan persaingan dengan rivalnya Prabowo Subianto, selisih hari pencoblosan dan pengumuman rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) 14 hari, lebih pendek dibanding 17 hari pada 2009. 

Pasar Obligasi Jelang Pilpres 2019 
Tahun ini, di mana terjadi pertarungan ulang (rematch) antara Jokowi dengan Prabowo, selisih hari pencoblosan dengan penguman hasil pilpres justru menjadi lebih panjang daripada 2014 bahkan 2009, yaitu 19 hari. 

Sejak periode 2 pekan kalender sebelum hari pemilihan pada 17 April yaitu 4 April, sementara ini harga obligasi masih terkoreksi dengan adanya kenaikan yield pada seri acuan 10 tahun sebesar 8 bps. 

TanggalFR0078 2019
4/4/20197.588
4/5/20197.563
4/8/20197.629
4/9/20197.657
4/10/20197.668
4/11/20197.67
4/12/20197.684
4/15/2019 
4/16/20197.684
Sumber: Refinitiv  

Kondisi tersebut baru dapat berubah dan menyamai tren penguatan pasar obligasi di tahun pilpres sebelumnya jika terjadi penguatan harga dan penurunan yield yang melebihi 11,9 bps. Atau, jika ingin menyamai besaran turunnya yield pada 2014 yaitu 3,9 bps, maka diperlukan penurunan yield yang lebih besar yaitu sebesar 13,5 bps.  

Meskipun di atas kertas besaran itu kecil, kedua skenario tersebut sulit terealisasi karena pergerakan rata-rata yield sejak awal tahun ini berada pada kisaran 3 bps per hari, kecuali ada sentimen positif luar biasa yang dapat berpengaruh besar ke pasar. Most likely, history doesn't repeat itself in the bond market this year.  

TIM RISET CNBC INDONESIA

Artikel Selanjutnya

Risiko Utang RI Tertinggi Sejak 2015, Semua Karena Corona!


(ags/hps)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading