Neraca Dagang Surplus, IHSG Semakin Percaya Diri

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 April 2019 16:46
Neraca Dagang Surplus, IHSG Semakin Percaya Diri
Jakarta, CNBC Indonesia - Konsisten! Kata yang tepat bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Setelah dibuka menguat 0,33%, IHSG mengakhiri perdagangan sesi 2 dengan memperlebar penguatan menjadi 0,46% ke level 6.435,15.

Sepanjang perdagangan baik sesi I dan II, tak sekalipun IHSG merasakan pahitnya zona merah pada hari ini, Senin (15/4/2019).

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG adalah PT Astra International Tbk/ASII (+1,67%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,55%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+2,99%), PT Elang Mahkota Teknologi Tbk/EMTK (+3,66%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (+1,27%).

IHSG menghijau kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona merah. Indeks Shanghai turun 0,34%, indeks Hang Seng juga turun 0,33%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,14%.

Faktor domestik membuat IHSG mampu menghijau di tengah aksi jual yang menerpa bursa saham Benua Kuning.

Neraca Dagang Surplus, IHSG Tak Sekalipun Melemah Hari IniFoto: Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suharyanto mengumumkan Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Maret 2019, Perkembangan Upah Pekerja/Buruh Maret 2019, dan Indeks Pembangunan Manusia 2018 di kantor pusat BPS, Jakarta, Senin (15/4). (CNBC Indonesia/Iswari Anggit)

Pada hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor periode Maret 2019 jatuh sebesar 10,01% secara tahunan, lebih baik ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi hingga 10,75%. Sementara itu, impor jatuh sebesar 6,76% YoY, lebih dalam dari konsensus yakni kontraksi sebesar 4,15%.


Alhasil, neraca dagang Indonesia membukukan surplus senilai US$ 540 juta, lebih baik ketimbang konsensus yang memproyeksikan defisit senilai US$ 217 juta.

Dengan neraca dagang yang kembali membukukan surplus, ada harapan bahwa permasalahan bengkaknya defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan bisa diatasi. Pada bulan Februari, surplus neraca dagang adalah senilai US$ 330 juta.

Sebagai informasi, sepanjang kuartal-IV 2018, CAD Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014.

Kala CAD membaik, tentu rupiah menjadi memiliki energi untuk menguat melawan dolar AS.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).

Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Dari sekarang pun, investor sudah melakukan price-in atas potensi membaiknya CAD. Hingga akhir perdagangan, rupiah menguat 0,25% di pasar spot ke level Rp 14.055/dolar AS. Penguatan rupiah pada akhirnya membuat investor gencar memburu saham-saham di tanah air.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>

Di sisi lain, kekhawatiran terkait dengan perlambatan ekonomi China membuat saham-saham di Benua Kuning dilego investor. Pada hari Rabu mendatang (17/4/2019), angka pertumbuhan ekonomi China periode kuartal-I 2019 akan dirilis.

Melansir Bloomberg, perekonomian China diperkirakan tumbuh sebesar 6,3% (annualized). Jika ini benar yang terjadi, maka pertumbuhan ekonomi China akan berada di kisaran tengah dari rentang yang ditetapkan pemerintahnya yakni 6%-6,5%.


Sebagai informasi, pemerintah China belum lama ini resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 menjadi 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%. Pada tahun 2018, perekonomian China tumbuh hingga 6,6%.

Jika yang tercapai adalah pertumbuhan ekonomi di batas bawah, maka perekonomian China dapat dikatakan mengalami hard landing.

Sebelumnya, kekhawatiran bahwa perekonomian China akan mengalami hard landing kembali mencuat pasca data perdagangan internasional dirilis pada hari Jumat (12/4/2019). Ekspor China periode Maret 2019 diumumkan melesat hingga 14,2% secara tahunan, jauh di atas konsensus yang dihimpun Reuters sebesar 7,3%.

Namun, impor tercatat anjlok hingga 7,6% secara tahunan, jauh lebih dalam ketimbang konsensus yang memperkirakan koreksi sebesar 1,3% saja.

Perang dagang yang berkecamuk dengan AS terbukti masih menekan aktivitas perdagangan internasional China. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Sejatinya, penguatan IHSG bisa semakin tinggi jika investor asing tak melakukan aksi jual. Hingga akhir sesi 2, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 344,8 miliar di bursa saham tanah air.

Sebetulnya, pergerakan rupiah sangat mendukung bagi investor asing untuk melakukan aksi beli. Namun apa mau dikata, aksi beli yang sudah begitu gencar dilakukan dalam beberapa waktu terakhir membuat investor asing lebih memilih untuk melakukan aksi jual pada hari ini.


Terhitung sepanjang bulan April (hingga penutupan perdagangan hari Jumat, 12/4/2019), investor asing telah membukukan beli bersih senilai Rp 2,57 triliun di pasar saham Indonesia.

Saham-saham yang banyak dilepas investor asing pada hari ini di antaranya PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 242,6 miliar), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 166,6 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 108,7 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 40,6 miliar), dan PT JAPFA Tbk/JPFA (Rp 40,3 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular