Damai Dagang Kian Terasa, IHSG Awali Pekan di Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 April 2019 09:49
Damai Dagang Kian Terasa, IHSG Awali Pekan di Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,33% ke level 6.426,91. Pada pukul 9:38 WIB, IHSG telah memperlebar penguatannya menjadi 0,41% ke level 6.432,25.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 1,43%, indeks Shanghai naik 1,78%, indeks Hang Seng naik 1,05%, indeks Straits Times naik 0,17%, dan indeks Kospi naik 0,71%.

Damai dagang AS-China yang kian terasa membuat saham-saham di Benua Kuning diburu investor. Berbicara kepada reporter di sela-sela pertemuan IMF di Washington, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa AS terbuka untuk dikenakan sanksi jika pihaknya tak mematuhi komitmen dagang dengan China.

"Ada komitmen tertentu yang AS buat dalam kesepakatan ini, dan ada komitmen tertentu yang China buat," papar Mnuchin.

"Saya memperkirakan bahwa mekanisme penegakan berlaku untuk kedua belah pihak, bahwa kami berharap untuk mematuhi komitmen kami dan jika tidak, maka harus ada sanksi tertentu, dan hal yang sama berlaku untuk China," tambahnya.

Dengan sikap AS yang kian melunak tersebut, besar kemungkinan bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa segera diteken dalam waktu dekat. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Lebih lanjut, optimisme yang mewarnai perekonomian China ikut memantik aksi beli di bursa saham regional. Pada hari Rabu mendatang (17/4/2019), angka pertumbuhan ekonomi China periode kuartal-I 2019 akan dirilis.

Melansir Bloomberg, perekonomian China diperkirakan tumbuh sebesar 6,3% (annualized). Jika ini benar yang terjadi, maka pertumbuhan ekonomi China akan berada di kisaran tengah dari rentang yang ditetapkan pemerintahnya yakni 6%-6,5%, sekaligus memberikan harapan bahwa perekonomian China tak akan mengalami hard landing pada tahun ini.

Sebagai informasi, perekonomian China tumbuh hingga 6,6% pada tahun lalu.
Aksi beli yang dilakukan investor asing memegang peranan penting dalam mendorong penguatan IHSG. Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 227,8 miliar di bursa saham tanah air.

Keperkasaan rupiah melandasi aksi beli yang dilakukan investor asing. Hingga berita ini diturunkan, rupiah menguat 0,25% di pasar spot ke level Rp 14.055/dolar AS.

Sentimen positif terkait damai dagang AS-China dan kuatnya laju perekonomian China membuat dolar AS selaku safe haven dilego investor.

Kala rupiah menguat, investor asing berpotensi meraup keuntungan dari selisih kurs, selain juga capital gain.

Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing pada hari ini di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (Rp 246,2 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 14,9 miliar), PT Mitra Adiperkasa Tbk/MAPI (Rp 12,2 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 12,2 miliar), dan PT Global Mediacom Tbk/BMTR (Rp 2 miliar). Pada hari ini, pelaku pasar perlu memantau rilis data ekspor-impor Indonesia periode Maret 2019. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi 10,75% secara tahunan, sementara impor juga diperkirakan terkontraksi, yakni sebesar 4,15%.

Ini membuat neraca perdagangan diramal defisit US$ 217 juta. Pada bulan sebelumnya, neraca perdagangan masih bisa mencatat surplus US$ 300 juta.

Jika defisit neraca dagang lebih dalam dari ekspektasi, maka rupiah bisa dilego investor dan memantik aksi jual dari investor asing. Pasalnya, jika defisit neraca dagang lebih dalam dari ekspektasi, maka kekhawatiran terkait dengan bengkaknya defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan kembali mencuat.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).

Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular