
Jelang Pilpres Pekan Depan, Pasar Obligasi Mulai Flat
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
12 April 2019 19:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah relatif stagnan dengan kecenderungan terkoreksi tipis pada penutupan pasar Jumat ini (12/4/2019) seiring dengan semakin dekatnya waktu Pemilu Presiden pada Rabu 17 April pekan depan.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 2 basis poin (bps) menjadi 7,16%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Tiga seri acuan yang lain juga melemah dengan besaran yield yang lebih kecil.
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,14 poin (0,06%) menjadi 246,76 dari posisi kemarin 246,91.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 513 bps, menyempit dari posisi kemarin 519 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,54% dari posisi kemarin 2,47%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, yang lumrah sejak perang dagang China-Amerika Serikat berkecamuk pada Agustus 2018.
Saat ini, investor global lebih menunggu terjadinya lagi inversi pada US Treasury 3 bulan-10 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 967,41 triliun SBN, atau 38,12% dari total beredar Rp 2.537 triliun berdasarkan data per 11 April.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 74,16 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Rusia sedangkan negara utama lain masih terkoreksi.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Dua Sentimen Ini Tekan Harga Obligasi Indonesia!
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 2 basis poin (bps) menjadi 7,16%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Tiga seri acuan yang lain juga melemah dengan besaran yield yang lebih kecil.
Sore | |||||
Yield Obligasi Negara Acuan 12 Apr'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 11 Apr'19 (%) | Yield 12 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 12 Apr'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.145 | 7.165 | 2.00 | 7.1435 |
FR0078 | 10 tahun | 7.67 | 7.684 | 1.40 | 7.6717 |
FR0068 | 15 tahun | 8.103 | 8.119 | 1.60 | 8.0967 |
FR0079 | 20 tahun | 8.223 | 8.242 | 1.90 | 8.232 |
Avg movement | 1.73 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,14 poin (0,06%) menjadi 246,76 dari posisi kemarin 246,91.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 513 bps, menyempit dari posisi kemarin 519 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,54% dari posisi kemarin 2,47%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, yang lumrah sejak perang dagang China-Amerika Serikat berkecamuk pada Agustus 2018.
Saat ini, investor global lebih menunggu terjadinya lagi inversi pada US Treasury 3 bulan-10 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 12 Apr 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 11 Apr'19 (%) | Yield 12 Apr'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.429 | 2.422 | 3 bulan-5 tahun | 5.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.356 | 2.393 | 2 tahun-5 tahun | 2.8 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.307 | 2.356 | 3 tahun-5 tahun | -0.9 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.314 | 2.365 | 3 bulan-10 tahun | -12.3 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.504 | 2.545 | 2 tahun-10 tahun | -15.2 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 967,41 triliun SBN, atau 38,12% dari total beredar Rp 2.537 triliun berdasarkan data per 11 April.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 74,16 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Rusia sedangkan negara utama lain masih terkoreksi.
Di negara maju, seluruh negara utama terkoreksi, yang mengindikasikan lebih banyaknya investor yang sedang berburu instrumen investasi di pasar saham yang lebih berisiko di tengah iklim yang relatif kondusif.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 11 Apr'19 (%) | Yield 12 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.92 | 9.01 | 9.00 |
China | 3.293 | 3.331 | 3.80 |
Jerman | -0.006 | 0.04 | 4.60 |
Perancis | 0.337 | 0.385 | 4.80 |
Inggris | 1.149 | 1.197 | 4.80 |
India | 7.367 | 7.409 | 4.20 |
Jepang | -0.059 | -0.035 | 2.40 |
Malaysia | 3.769 | 3.78 | 1.10 |
Filipina | 6.024 | 6.024 | 0.00 |
Rusia | 8.25 | 8.19 | -6.00 |
Singapura | 2.072 | 2.098 | 2.60 |
Thailand | 2.455 | 2.49 | 3.50 |
Amerika Serikat | 2.504 | 2.545 | 4.10 |
Afrika Selatan | 8.455 | 8.48 | 2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Dua Sentimen Ini Tekan Harga Obligasi Indonesia!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular