Cuma Melemah Tipis, Rupiah Jangan Menyerah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 April 2019 12:36
Cuma Melemah Tipis, Rupiah Jangan Menyerah!
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini bergerak melemah di perdagangan pasar spot. Namun rupiah masih punya harapan karena pelemahannya tipis-tipis saja. 

Pada Kamis (11/4/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.153. Rupiah melemah 0,06% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Padahal rupiah menguat 0,11% kala pembukaan pasar. Namun itu hanya bertahan beberapa menit, karena kemudian rupiah langsung terpeleset dan jatuh ke zona merah. 


Namun kalau dilihat-lihat, sebenarnya pelemahan rupiah masih berada dalam rentang tipis, tidak sampai 0,1%. Oleh karena itu, rupiah masih punya harapan untuk kembali ke zona hijau. 

Semoga rupiah masih punya waktu untuk berbalik menguat. Sebab belajar dari pengalaman kemarin, rupiah sebenarnya menunjukkan perbaikan performa jelang penutupan pasar spot. Namun sebelum rupiah mampu menguat, tikar sudah terlanjur digulung. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 

Harapan bagi rupiah kian terlihat kala menengok ke para tetangganya. Mata uang Asia yang awalnya disapu bersih oleh dolar AS kini mulai berani melawan balik. Sudah ada mata uang Benua Kuning yang menguat yaitu yuan China, rupee India, dan peso Filipina. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:11 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Perlahan berbagai sentimen positif yang seharusnya menjadi angin segar bagi rupiah dkk mulai terasa. Rupiah memang semestinya bisa menguat karena dolar AS yang tengah tertekan. 

Pada pukul 12:13 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,04%. Dolar AS mundur teratur merespons rilis notulensi rapat The Federal Reserve/The Fed edisi Maret. 

"Mayoritas peserta rapat memperkirakan proyeksi ekonomi dan risiko ke depan kemungkinan menyebabkan suku bunga acuan tidak berubah sampai akhir tahun. Para peserta rapat juga menyadari berbagai ketidakpastian, termasuk yang menyangkut ekonomi dan pasar keuangan global," sebut risalah itu. 

Pintu kenaikan suku bunga acuan yang semakin tertutup membuat dolar AS terpojok. Sebab tanpa dukungan kenaikan suku bunga, berinvestasi di mata uang ini menjadi kurang seksi. 


Sentimen positif lainnya adalah perkembangan hubungan AS-China. Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, mengaku telah berbicara dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He melalui sambungan telepon.

Dia menggambarkan pembicaraan tersebut berlangsung sangat produktif. Menurut Mnuchin, Washington-Beijing sepakat untuk membentuk semacam kantor bersama untuk mengawasi pelaksanaan butir-butir kesepakatan damai dagang.  

"Kami menyepakati semacam mekanisme implementasi. Disepakati bahwa kedua pihak akan membentuk kantor yang mengawasi pelaksanaan kesepakatan dagang," ungkap Mnuchin dalam wawancara bersama CNBC International. 

"Segera setelah kami menyiapkan semua, beliau (Presiden AS Donald Trump) akan bersedia bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Kita semua berharap bisa secepatnya, tetapi memang tidak ada tenggat waktu," lanjutnya. 

Hawa damai dagang AS-China yang semakin sejuk terasa tentu seharusnya membuat pelaku pasar berbunga-bunga. Perlahan tetapi pasti, angin ini mulai menyejukkan pasar keuangan Asia. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Rilis data ekonomi terbaru dari China juga positif dan memberi harapan. Inflasi di tingkat produsen (PPI) China pada Maret tercatat 0,4% year-on-year (YoY), kenaikan pertama dalam 9 bulan terakhir. Ini menandakan dunia usaha China mulai pulih, ditopang oleh stimulus fiskal dan moneter yang digelontorkan pemerintah dan Bank Sentral China (PBoC). 

Sementara inflasi di tingkat konsumen (CPI) pada Maret adalah 2,3% YoY, laju tercepat sejak Oktober 2018. Tidak hanya dunia usaha, konsumen pun terlihat lebih bergairah.  


Belum lagi ada kabar gembira dari arena perundingan Uni Eropa-Inggris di Brussel yang membahas Brexit. Uni Eropa akhirnya setuju untuk memberikan tambahan waktu bagi Inggris untuk mempersiapkan perpisahan. Sedianya Brexit akan terjadi pada 12 April. 

Donald Tusk, Presiden Komisi Uni Eropa, mengungkapkan pelaksanaan Brexit akan diundur sampai 31 Oktober. Melalui cuitan di Twitter, Tusk menyebutkan Inggris punya waktu 6 bulan untuk merumuskan solusi terbaik. 

 
Investor sebetulnya bisa bernafas lega, karena risiko No-Deal Brexit bisa terhindarkan. Sebab bila dipaksakan Inggris bercerai dari Uni Eropa pada 12 April, maka dapat dipastikan London tidak akan mendapat kompensasi apa-apa. Segala bentuk perdagangan Inggris-Uni Eropa harus mematuhi aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yaitu dikenakan bea masuk. Kini ada waktu bagi Inggris untuk melakukan konsolidasi internal untuk merumuskan formula terbaik. 

Banjir sentimen positif tersebut seharusnya cukup kuat untuk menggiring mata uang Asia bergerak ke utara alias menguat. Sekarang mungkin belum, tetapi masih ada waktu menuju ke sana. Semoga...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular