The Fed Kalem, Brexit Positif, Kok Rupiah Melemah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 April 2019 08:38
The Fed Kalem, Brexit Positif, <i>Kok</i> Rupiah Melemah?
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini dibuka menguat di perdagangan pasar spot. Namun ternyata penguatan itu hanya fatamorgana, karena kemudian rupiah kembali terpeleset ke zona merah. 

Pada Kamis (11/4/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.130 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Namun penguatan itu sangat fana. Pada pukul 08:08 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.155 di mana rupiah melemah 0,07%. 

Tidak hanya rupiah, seluruh mata uang utama Asia juga melemah terhadap dolar AS. Tidak ada yang selamat, dolar AS menyapu bersih Asia. 

Pelemahan terdalam dialami oleh won Korea Selatan. Disusul oleh ringgit Malaysia dan baht Thailand di posisi ketiga terbawah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:11 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Padahal sentimen eksternal sangat mendukung penguatan rupiah cs di Asia. Pertama, notulensi rapat The Federal Reserve/The Fed edisi Maret semakin menegaskan bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega semakin kalem (dovish). 

Di satu sisi, The Fed memandang ekonomi AS masih kuat yang tercermin dari data-data ketenagakerjaan. Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi bisa berpengaruh negatif seperti membuat beban utang korporasi membengkak. Kombinasi dua faktor ini menyebabkan The Fed memilih untuk bersabar dalam menyesuaikan suku bunga acuan. 


Pintu kenaikan suku bunga acuan yang semakin tertutup membuat dolar AS terpojok. Sebab tanpa dukungan kenaikan suku bunga, berinvestasi di mata uang ini menjadi kurang seksi. Akibatnya, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,02% pada pukul 08:20 WIB. 

Kedua, pertemuan Uni Eropa-Inggris di Brussel untuk membahas Brexit sudah menemui jalan keluar. Uni Eropa akhirnya setuju untuk memberikan tambahan waktu bagi Inggris untuk mempersiapkan perpisahan. Sedianya Brexit akan terjadi pada 12 April. 

Donald Tusk, Presiden Komisi Uni Eropa, mengungkapkan pelaksanaan Brexit akan diundur sampai 31 Oktober. Melalui cuitan di Twitter, Tusk menyebutkan Inggris punya waktu 6 bulan untuk merumuskan solusi terbaik. 


 
Investor sebetulnya bisa bernafas lega, karena risiko No-Deal Brexit bisa terhindarkan. Sebab bila dipaksakan Inggris bercerai dari Uni Eropa pada 12 April, maka dapat dipastikan London tidak akan mendapat kompensasi apa-apa. Segala bentuk perdagangan Inggris-Uni Eropa harus mematuhi aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yaitu dikenakan bea masuk. Kini ada waktu bagi Inggris untuk melakukan konsolidasi internal untuk merumuskan formula terbaik.   

Namun sepertinya investor menjalankan prinsip buy the rumour and sell the news. Dua sentimen positif itu sebetulnya sudah bisa diterka, sudah ada tanda-tanda ke arah sana sejak beberapa hari terakhir. Ini membuat pasar keuangan Indonesia menghijau pekan lalu, karena investor berlomba-lomba masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang. 


Namun begitu peristiwanya terjadi, dan sesuai ekspektasi, maka saatnya jualan. Sebab pelaku pasar memang sudah mendapatkan cuan yang lumayan, sehingga godaan melakukan ambil untung (profit taking) begitu besar. Ini membuat mata uang utama Asia, termasuk rupiah, mengalami tekanan jual sehingga nilainya melemah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular