Di Kurs Tengah BI Loyo, Rupiah Juga KO di Pasar Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 April 2019 10:38
Di Kurs Tengah BI Loyo, Rupiah Juga KO di Pasar Spot
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI) hari ini. Namun depresiasinya tidak sedalam di pasa spot. 

Pada Rabu (10/4/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.155. Rupiah melemah tipis 0,04% dibandingkan hari sebelumnya. 

Pelemahan ini membuat rupiah terdepresiasi 2 hari beruntun di kurs tengah BI. Kemarin, rupiah juga melemah dalam besaran yang sama yaitu 0,04%. 

Rupiah pun tidak bisa berbicara banyak di hadapan dolar AS di perdagangan pasar spot. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.160. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, depresiasi rupiah masih tipis di 0,07%. Namun seiring perjalanan, pelemahan rupiah bukannya menipis tetapi malah semakin dalam. 


Bahkan pelemahan 0,21% menjadikan rupiah sebagai salah satu mata uang terlemah di Asia. Rupiah berada di posisi ketiga dari bawah, hanya lebih baik dari won Korea Selatan dan baht Thailand. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:07 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Terlihat bahwa nyaris seluruh mata uang utama Asia melemah di hadapan dolar AS, hanya dolar Hong Kong yang masih bisa melemah walau hanya dalam rentang terbatas. Tidak hanya di pasar valas, bursa saham Benua Kuning pun ramai-ramai melemah. 

Pada pukul 10:10 WIB, indeks Nikkei 225 melemah 0,66%, Hang Seng turun 0,49%, Shanghai Composite minus 0,46%, dan Kospi berkurang 0,05%. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak terkecuali, dengan koreksi 0,25%. 

Penyebabnya adalah preferensi investor yang mengarah ke aset aman, dalam hal ini dolar AS. Pada pukul 10:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,05%. 

Sikap pelaku pasar yang seperti ini tidak lepas dari proyeksi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan sejawat merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2019 dari 3,5% menjadi 3,3%. 

Baca:
Proyeksi IMF Suram, Rupiah Terbenam

Dibayangi oleh persepsi perlambatan ekonomi global, risk appetite investor hilang. Kini yang tersisa hanya mencari aman dan keluar dari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Di pasar saham Indonesia, investor asing membukukan jual bersih Rp 24,82 miliar pada pukul 10:15 WIB. Sementara di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah tenor 10 tahun naik 1,1 basis poin (bps) yang menandakan harga instrumen ini sedang turun karena tekanan jual. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Selain itu, investor juga harap-harap cemas menantikan pertemuan Uni Eropa hari ini waktu Brussel. Pertemuan tersebut akan membahas nasib Brexit. 

Sedianya Brexit akan terjadi pada 12 April, tetapi Perdana Menteri Inggris meminta penundaan sampai 30 Juni. Sepertinya Uni Eropa mengabulkan, bahkan beberapa sumber menyebutkan Inggris bisa mendapat kelonggaran sampai akhir Maret 2020. 


Namun ini baru kabar angin, belum ada kepastian. Bahkan Prancis menolak jika Inggris diberi waktu sampai hampir setahun untuk mempersiapkan perpisahan dengan Uni Eropa. "Dalam hal perpanjangan waktu, setahun rasanya terlalu lama buat kami," ujar seorang diplomat Prancis, mengutip Reuters. 

Oleh karena itu, pelaku pasar masih memantau segala perkembangan dari Brussel. Sembari menunggu, lebih baik bermain aman dulu... 

Kemudian, investor juga sekarang mulai khawatir dengan risiko perang dagang AS-Eropa. Friksi ini dimulai dengan temuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bahwa AS dan Uni Eropa sama-sama memberikan subsidi yang tidak semestinya kepada perusahaan pembuat pesawat terbang. AS memberi subsidi kepada Boeing, dan Uni Eropa menyuapi Airbus. 


Namun Presiden AS Donald Trump membawa masalah ini ke tahap selanjutnya. Dengan keyakinan bahwa WTO menemukan pemberian subsidi kepada Airbus, eks taipan properti ini mengancam bakal menerapkan bea masuk bagi importasi produk-produk buatan Benua Biru senilai US$ 11 miliar. 

"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menemukan bahwa Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus yang kemudian mempengaruhi AS. Kami akan menerapkan bea masuk kepada (impor) produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Uni Eropa sudah mengambil keuntungan dari perdagangan dengan AS selama bertahun-tahun. Ini akan segera berakhir!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter. 

Sebelumnya, Kantor Perwakilan Dagang AS telah mengajukan daftar produk-produk asal Uni Eropa yang bisa dikenakan bea masuk sebagai pembalasan atas subsidi kepada Airbus. Daftar tersebut antara lain berisi pesawat penumpang dan suku cadangnya, produk turunan susu, sampai anggur (wine). 

Uni Eropa tidak tinggal diam. Maragaritis Schinas, Juru Bicara Komisi Uni Eropa, menegaskan Brussel akan menyiapkan langkah pembalasan jika AS jadi menerapkan bea masuk. 

"Komisi akan memulai persiapan sehingga Uni Eropa bisa mengambil langkah balasan. Uni Eropa tetap terbuka untuk berdiskusi dengan AS, tanpa syarat dan bertujuan untuk mencapai keadilan," kata Schinas, dikutip dari Reuters. 

Setelah AS-China hampir mencapai damai dagang, kini pelaku pasar dibuat cemas akan potensi friksi selanjutnya. Ditambah dengan ancaman perlambatan ekonomi global, Brexit yang masih ruwet, perang dagang tentu menjadi sebuah ancaman yang menakutkan sehingga investor memilih mundur. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular