Secercah Harapan: IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan China
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
09 April 2019 20:12
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi terbesar kedua di dunia, China, mendapat angin segar dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Dalam World Economic Outlook (WEO) 2019 yang dirilis Selasa (9/4/2019), IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China menjadi 6,3% di 2019 dibandingkan 6,2% yang diperkirakan di Oktober lalu.
Namun, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan capaian Negeri Tirai Bambu di 2018 yang mencatatkan ekspansi 6,6% bagi produk domestik brutonya (PDB).
Pada 2020, China diperkirakan akan tumbuh lebih lambat di level 6,1%.
Pertumbuhan ekonomi di raksasa Asia Timur itu diperkirakan masih akan melambat meski pemerintahnya telah menggelontorkan stimulus fiskal dan tidak adanya kenaikan bea impor lanjutan dari Amerika Serikat (AS).
"(Perkiraan) ini menggambarkan pertumbuhan yang lambat di 2018, terutama di paruh kedua, dan dampak ketegangan perdagangan yang masih terasa dengan Amerika Serikat," menurut laporan tersebut.
"Proyeksi untuk 2019 sedikit lebih kuat dibandingkan WEO edisi Oktober 2018, menggambarkan asumsi perubahan bea impor Amerika Serikat (AS) terhadap ekspor dari China," tambahnya. "Sementara itu, proyeksi untuk 2020 lebih lemah karena momentum kegiatan ekonomi lebih lemah."
China dan AS tengah berada dalam putaran perundingan dagang yang dimulai awal Desember lalu demi mengakhiri perang dagang yang telah mengguncang pasar keuangan global sejak tahun lalu.
Kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu kini telah sepakat untuk tidak saling mengenakan bea impor tambahan sembari perundingan berjalan. AS dan China telah menjatuhkan bea masuk terhadap berbagai produk senilai ratusan miliar dolar yang mengganggu rantai pasokan global dan perdagangan internasional seluruh dunia.
(dru) Next Article Waspada Peringatan Baru IMF
Dalam World Economic Outlook (WEO) 2019 yang dirilis Selasa (9/4/2019), IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China menjadi 6,3% di 2019 dibandingkan 6,2% yang diperkirakan di Oktober lalu.
Namun, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan capaian Negeri Tirai Bambu di 2018 yang mencatatkan ekspansi 6,6% bagi produk domestik brutonya (PDB).
Pertumbuhan ekonomi di raksasa Asia Timur itu diperkirakan masih akan melambat meski pemerintahnya telah menggelontorkan stimulus fiskal dan tidak adanya kenaikan bea impor lanjutan dari Amerika Serikat (AS).
"(Perkiraan) ini menggambarkan pertumbuhan yang lambat di 2018, terutama di paruh kedua, dan dampak ketegangan perdagangan yang masih terasa dengan Amerika Serikat," menurut laporan tersebut.
"Proyeksi untuk 2019 sedikit lebih kuat dibandingkan WEO edisi Oktober 2018, menggambarkan asumsi perubahan bea impor Amerika Serikat (AS) terhadap ekspor dari China," tambahnya. "Sementara itu, proyeksi untuk 2020 lebih lemah karena momentum kegiatan ekonomi lebih lemah."
China dan AS tengah berada dalam putaran perundingan dagang yang dimulai awal Desember lalu demi mengakhiri perang dagang yang telah mengguncang pasar keuangan global sejak tahun lalu.
Kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu kini telah sepakat untuk tidak saling mengenakan bea impor tambahan sembari perundingan berjalan. AS dan China telah menjatuhkan bea masuk terhadap berbagai produk senilai ratusan miliar dolar yang mengganggu rantai pasokan global dan perdagangan internasional seluruh dunia.
(dru) Next Article Waspada Peringatan Baru IMF
Tags
Related Articles
Recommendation
Most Popular