
Reli Harga SUN Terhadang Brexit yang Meradang
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
08 April 2019 19:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup terkoreksi pada penutupan di awal pekan ini, dengan nilai yang lebih besar daripada ketika pasar dibuka.
Koreksi yang semakin dalam di akhir hari seiring dengan kondisi Brexit yang memburuk, sekaligus mengakhiri reli harga yang terjadi 4 hari terakhir.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 6,6 basis poin (bps) menjadi 7,62%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Tiga seri acuan lain juga terkoreksi dengan kenaikan yield yang lebih kecil. Sore ini, Inggris dihadapkan pada kondisi Brexit yang lebih genting karena memiliki tenggat waktu yang semakin pendek, atau harus menerima kondisi keluar dari Brexit tanpa perjanjian apapun (no deal Brexit).
Yield Obligasi Negara Acuan 8 Apr'19
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,27 poin (0,11%) menjadi 247,41 dari posisi kemarin 247,69. Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 512 bps, melebar dari posisi kemarin 502 bps.
Spread tersebut menunjukkan bahwa selisih antara kedua instrumen tersebut masih membuat SBN rupiah lebih menarik di mata investor asing, dan besaran lebih dari 500 bps menunjukkan potensi berbaliknya arus investasi asing ke dalam negeri masih cukup besar karena rerata tahun lalu hanya 450 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,5% dari posisi kemarin 2,53%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, cukup lumrah sejak perang dagang meradang pada Agustus 2018.
Saat ini pelaku pasar lebih memperhatian dan menunggu inversi dari tenor 3 bulan-10 tahun yang lebih memperjelas potensi resesi Amerika Serikat dari kacamata investor.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 4 Apr 2019
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 967,67 triliun SBN, atau 38,12% dari total beredar Rp 2.527 triliun berdasarkan data per 1 April.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 70,43 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya dialami Rusia, Thailand, dan Afsel, sedangkan yang lain terkoreksi.
Di negara maju, pasar bund Jerman, OAT Perancis, gilt Inggris, dan JGB Jepang menguat bersamaan, mencerminkan masih diburunya surat utang negara berkembang di tengah kontraksi pasar keuangan global karena Brexit tadi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Koreksi yang semakin dalam di akhir hari seiring dengan kondisi Brexit yang memburuk, sekaligus mengakhiri reli harga yang terjadi 4 hari terakhir.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 6,6 basis poin (bps) menjadi 7,62%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Tiga seri acuan lain juga terkoreksi dengan kenaikan yield yang lebih kecil. Sore ini, Inggris dihadapkan pada kondisi Brexit yang lebih genting karena memiliki tenggat waktu yang semakin pendek, atau harus menerima kondisi keluar dari Brexit tanpa perjanjian apapun (no deal Brexit).
Yield Obligasi Negara Acuan 8 Apr'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 5 Apr'19 (%) | Yield 8 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 8 Apr'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.086 | 7.124 | 3.80 | 7.0822 |
FR0078 | 10 tahun | 7.563 | 7.629 | 6.60 | 7.6238 |
FR0068 | 15 tahun | 7.994 | 8.05 | 5.60 | 8.0316 |
FR0079 | 20 tahun | 8.13 | 8.143 | 1.30 | 8.1267 |
Avg movement | 4.33 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,27 poin (0,11%) menjadi 247,41 dari posisi kemarin 247,69. Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 512 bps, melebar dari posisi kemarin 502 bps.
Spread tersebut menunjukkan bahwa selisih antara kedua instrumen tersebut masih membuat SBN rupiah lebih menarik di mata investor asing, dan besaran lebih dari 500 bps menunjukkan potensi berbaliknya arus investasi asing ke dalam negeri masih cukup besar karena rerata tahun lalu hanya 450 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,5% dari posisi kemarin 2,53%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, cukup lumrah sejak perang dagang meradang pada Agustus 2018.
Saat ini pelaku pasar lebih memperhatian dan menunggu inversi dari tenor 3 bulan-10 tahun yang lebih memperjelas potensi resesi Amerika Serikat dari kacamata investor.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 4 Apr 2019
Seri | Benchmark | Yield 5 Apr'19 (%) | Yield 8 Apr'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.434 | 2.427 | 3 bulan-5 tahun | 11.6 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.343 | 2.339 | 2 tahun-5 tahun | 2.8 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.297 | 2.292 | 3 tahun-5 tahun | -1.9 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.312 | 2.311 | 3 bulan-10 tahun | -7.6 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.499 | 2.503 | 2 tahun-10 tahun | -16.4 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 967,67 triliun SBN, atau 38,12% dari total beredar Rp 2.527 triliun berdasarkan data per 1 April.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 70,43 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya dialami Rusia, Thailand, dan Afsel, sedangkan yang lain terkoreksi.
Di negara maju, pasar bund Jerman, OAT Perancis, gilt Inggris, dan JGB Jepang menguat bersamaan, mencerminkan masih diburunya surat utang negara berkembang di tengah kontraksi pasar keuangan global karena Brexit tadi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 5 Apr'19 (%) | Yield 8 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.93 | 8.94 | 1.00 |
China | 3.268 | 3.287 | 1.90 |
Jerman | 0.004 | 0.003 | -0.10 |
Perancis | 0.361 | 0.356 | -0.50 |
Inggris | 1.117 | 1.113 | -0.40 |
India | 7.354 | 7.404 | 5.00 |
Jepang | -0.032 | -0.043 | -1.10 |
Malaysia | 3.756 | 3.788 | 3.20 |
Filipina | 5.855 | 6.037 | 18.20 |
Rusia | 8.39 | 8.35 | -4.00 |
Singapura | 2.093 | 2.086 | -0.70 |
Thailand | 2.47 | 2.49 | 2.00 |
Amerika Serikat | 2.499 | 2.502 | 0.30 |
Afrika Selatan | 8.535 | 8.52 | -1.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular