
Lawan Mata Uang Asia, Rupiah Kalah 7-3
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 April 2019 14:30

Seperti di hadapan dolar AS, rupiah pun menguat lumayan tajam terhadap mata uang Asia. Sepanjang pekan lalu, rupiah menguat tajam 1,58% terhadap yen. Kemudian terhadap yuan China, rupiah perkasa dengan penguatan 0,91%.
Sementara di level Asia Tenggara, rupiah menguat 0,74% terhadap dolar Singapura. Kemudian di hadapan ringgit Malaysia, rupiah terapresiasi 0,89%. Jadi wajar saja rupiah hari ini terkoreksi. Sebab penguatannya memang sudah cukup tajam sehingga seperti yang sudah disinggung, rupiah rentan terkena profit taking.
Selain itu, rupiah juga terbeban karena kenaikan harga minyak dunia. Pada pukul 14:22 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,48% dan 0,51%.
Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat harga minyak naik, maka biaya impornya akan iktu membengkak sehingga membebani transaksi berjalan (current account).
Padahal current account adalah fondasi penting yang menyokong nilai tukar. Sebab transaksi berjalan mencerminkan aliran devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, yang lebih berjangka panjang ketimbang pasokan valas dari portofolio di sektor keuangan alias hot money.
Oleh karena itu, rupiah akan rentan terdepresiasi saat defisit transaksi berjalan melebar. Jadi kenaikan harga minyak tentu akan menjadi sentimen negatif bagi mata uang Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sementara di level Asia Tenggara, rupiah menguat 0,74% terhadap dolar Singapura. Kemudian di hadapan ringgit Malaysia, rupiah terapresiasi 0,89%. Jadi wajar saja rupiah hari ini terkoreksi. Sebab penguatannya memang sudah cukup tajam sehingga seperti yang sudah disinggung, rupiah rentan terkena profit taking.
Selain itu, rupiah juga terbeban karena kenaikan harga minyak dunia. Pada pukul 14:22 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,48% dan 0,51%.
Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat harga minyak naik, maka biaya impornya akan iktu membengkak sehingga membebani transaksi berjalan (current account).
Padahal current account adalah fondasi penting yang menyokong nilai tukar. Sebab transaksi berjalan mencerminkan aliran devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, yang lebih berjangka panjang ketimbang pasokan valas dari portofolio di sektor keuangan alias hot money.
Oleh karena itu, rupiah akan rentan terdepresiasi saat defisit transaksi berjalan melebar. Jadi kenaikan harga minyak tentu akan menjadi sentimen negatif bagi mata uang Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular