
Harga Minyak Sentuh Rekor Tertinggi sejak November 2018
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
08 April 2019 13:56

Singapura, CNBC Indonesia - Harga minyak naik ke level tertinggi sejak November 2018, Senin (8/4/2019).
Hal ini terjadi akibat pengurangan pasokan yang dilakukan OPEC serta penerapan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran dan Venezuela. Selain itu, rilis data angka pekerja AS yang solid juga ikut mendorong naiknya harga.
Harga minyak patokan internasional Brent berada di US$ 70,65 per barel Senin pagi, naik 31 sen atau 0,4% dari harga penutupan terakhir.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 31 sen atau 0,5%, menjadi US$ 63,39 per barel.
Sebelumnya, pada awal perdagangan Senin, harga Brent dan WTI sempat menyentuh rekor tertinggi sejak November di masing-masing US$ 70,76 dan US$ 63,48 per barel.
"Harga Brent telah naik lebih dari 30% secara tahunan karena OPEC+ terus memotong pasokan selama empat bulan berturut-turut dan optimisme atas perundingan dagang AS-China membantu meningkatkan prospek permintaan," kata bank AS J.P. Morgan dalam sebuah catatan riset, mengutip Reuters.
Untuk menopang harga, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu tidak terafiliasinya, seperti Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, telah berjanji untuk memangkas sekitar 1,2 juta barel per hari (bpd) pasokan tahun ini.
Data pekerjaan AS yang kuat pada hari Jumat juga membantu melambungkan pasar Asia pada Senin.
"Kenaikan harga minyak didukung oleh data ketenagakerjaan yang kuat di AS," kata Sukrit Vijayakar, direktur konsultasi energi Trifecta.
"Tindakan militer di Libya, yang dapat mengganggu pasokan dari anggota OPEC, juga membantu menaikkan harga," tambahnya.
Harga minyak mentah telah didorong lebih tinggi oleh diterapkannya sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela.
"Sanksi itu dapat memotong ekspor Venezuela sebanyak 500.000 barel per hari. Belum lagi ada pengurangan keringanan Iran dan harga dapat naik secara substansial," kata FGE.
Namun, terlepas dari sejumlah faktor pendorong harga, masih ada faktor-faktor yang dapat menurunkan harga minyak akhir tahun ini.
Menteri Energi Alexander Novak, Jumat, mengatakan Rusia tidak terlalu terikat pada perjanjian OPEC dalam memangkas produksi, dan dapat meningkatkan produksi jika kesepakatan tidak diperpanjang sebelum berakhir pada 1 Juli.
Produksi minyak Rusia mencapai rekor nasional tertinggi di 11,16 juta barel per hari tahun lalu.
Di Amerika Serikat, produksi minyak mentah mencapai rekor global 12,2 juta barel per hari pada akhir Maret.
Ekspor minyak mentah AS juga meningkat, menembus 3 juta barel per hari untuk pertama kalinya awal tahun ini.
Selain itu, masih ada kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi global, terutama jika China dan AS gagal menyelesaikan perang dagang mereka segera.
"Permintaan global telah melemah, dan tarif yang ada pada pengiriman barang China ke AS telah memberikan hambatan tambahan," kata lembaga pemeringkat Moody's, Senin. Namun, Moody's juga menambahkan bahwa langkah-langkah stimulus yang diambil China kemungkinan akan mendukung pertumbuhan selama 2019.
(prm) Next Article Harga Minyak Dunia Versi Bank Investasi Global
Hal ini terjadi akibat pengurangan pasokan yang dilakukan OPEC serta penerapan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran dan Venezuela. Selain itu, rilis data angka pekerja AS yang solid juga ikut mendorong naiknya harga.
Harga minyak patokan internasional Brent berada di US$ 70,65 per barel Senin pagi, naik 31 sen atau 0,4% dari harga penutupan terakhir.
Sebelumnya, pada awal perdagangan Senin, harga Brent dan WTI sempat menyentuh rekor tertinggi sejak November di masing-masing US$ 70,76 dan US$ 63,48 per barel.
"Harga Brent telah naik lebih dari 30% secara tahunan karena OPEC+ terus memotong pasokan selama empat bulan berturut-turut dan optimisme atas perundingan dagang AS-China membantu meningkatkan prospek permintaan," kata bank AS J.P. Morgan dalam sebuah catatan riset, mengutip Reuters.
Untuk menopang harga, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu tidak terafiliasinya, seperti Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, telah berjanji untuk memangkas sekitar 1,2 juta barel per hari (bpd) pasokan tahun ini.
Data pekerjaan AS yang kuat pada hari Jumat juga membantu melambungkan pasar Asia pada Senin.
"Kenaikan harga minyak didukung oleh data ketenagakerjaan yang kuat di AS," kata Sukrit Vijayakar, direktur konsultasi energi Trifecta.
"Tindakan militer di Libya, yang dapat mengganggu pasokan dari anggota OPEC, juga membantu menaikkan harga," tambahnya.
![]() |
Harga minyak mentah telah didorong lebih tinggi oleh diterapkannya sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela.
"Sanksi itu dapat memotong ekspor Venezuela sebanyak 500.000 barel per hari. Belum lagi ada pengurangan keringanan Iran dan harga dapat naik secara substansial," kata FGE.
Namun, terlepas dari sejumlah faktor pendorong harga, masih ada faktor-faktor yang dapat menurunkan harga minyak akhir tahun ini.
Menteri Energi Alexander Novak, Jumat, mengatakan Rusia tidak terlalu terikat pada perjanjian OPEC dalam memangkas produksi, dan dapat meningkatkan produksi jika kesepakatan tidak diperpanjang sebelum berakhir pada 1 Juli.
Produksi minyak Rusia mencapai rekor nasional tertinggi di 11,16 juta barel per hari tahun lalu.
![]() |
Di Amerika Serikat, produksi minyak mentah mencapai rekor global 12,2 juta barel per hari pada akhir Maret.
Ekspor minyak mentah AS juga meningkat, menembus 3 juta barel per hari untuk pertama kalinya awal tahun ini.
Selain itu, masih ada kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi global, terutama jika China dan AS gagal menyelesaikan perang dagang mereka segera.
"Permintaan global telah melemah, dan tarif yang ada pada pengiriman barang China ke AS telah memberikan hambatan tambahan," kata lembaga pemeringkat Moody's, Senin. Namun, Moody's juga menambahkan bahwa langkah-langkah stimulus yang diambil China kemungkinan akan mendukung pertumbuhan selama 2019.
(prm) Next Article Harga Minyak Dunia Versi Bank Investasi Global
Most Popular