
Investor Asing Beli Rp 282 M, IHSG Malah Anjlok 1,17%
dwa, CNBC Indonesia
08 April 2019 13:11

Jakarta,CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi 1, hari ini (2/4/2019), dengan anjlok 1,17% ke level 6.398,48. Kinerja IHSG kompak dengan performa mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga bergerak di zona merah.
Tengah hari ini, indeks Straits Times turun 0,29%, Shanghai Composite terkoreksi 0,91%, Nikkei 225 minus 0,24%, dan Kospi melemah 0,22%. Bursa utama kawasan Benua Kuning sepertinya tidak mampu lagi menghindar dari aksi ambil untung (profit taking) setelah pada pekan kemarin mengalami reli yang cukup panjang dan berhasil membukukan kenaikan yang signifikan.
Contoh, selama pekan kemarin indeks Straits Times naik hingga 3,42%, sedangkan indeks Shanghai melesat 5,04%. Dengan kenaikan tersebut, pastinya cukup menarik minat investor untuk mencatatkan aksi profit taking.
Lebih lanjut, nampaknya khasiat damai dagang AS-China sudah lumayan memudar yang akhirnya membuat beberapa investor memilih posisi bertahan. Pertemuan tatap muka antara perwakilan dagang AS dan China telah selesai dilangsungkan pekan lalu dengan membawa banyak perkembangan positif.
Jika, semuanya berjalan lancar Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa konferensi tingkat tinggi bisa dilaksanakan 4 minggu ke depan, dengan syarat bahwa China benar-benar memegang janjinya untuk memenuhi teks perjanjian.
Pekan ini, dialog akan dilangsungkan melalui telekonferensi yang cukup intens, dilansir Reuters. Sambil menunggu kelanjutan negosiasi, investor mulai memperhatikan perkembangan lain yang mungkin muncul. Sebagai contohnya adalah perkembangan dari Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed).
Minggu ini sentimen akan banyak dipengaruhi oleh rilis notulensi rapat (minutes of meeting/MOM) Bank Sentral AS yang akan diumumkan Rabu (10/4/2019) waktu setempat. Analis dari TD Securities menyatakan dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters bahwa investor akan memperhatikan seberapa jauh The Fed bersikap anteng alias dovish.
"Pasar akan melihat sudah seberapa dovish The Fed, dalam hal ini komite pengambil kebijakan (FOMC). Kami meramalkan peluang yang sangat rendah bukan nol, terhadap kemungkinan dipotongnya suku bunga acuan," ujarnya, dilansir Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tengah hari ini, indeks Straits Times turun 0,29%, Shanghai Composite terkoreksi 0,91%, Nikkei 225 minus 0,24%, dan Kospi melemah 0,22%. Bursa utama kawasan Benua Kuning sepertinya tidak mampu lagi menghindar dari aksi ambil untung (profit taking) setelah pada pekan kemarin mengalami reli yang cukup panjang dan berhasil membukukan kenaikan yang signifikan.
Contoh, selama pekan kemarin indeks Straits Times naik hingga 3,42%, sedangkan indeks Shanghai melesat 5,04%. Dengan kenaikan tersebut, pastinya cukup menarik minat investor untuk mencatatkan aksi profit taking.
Lebih lanjut, nampaknya khasiat damai dagang AS-China sudah lumayan memudar yang akhirnya membuat beberapa investor memilih posisi bertahan. Pertemuan tatap muka antara perwakilan dagang AS dan China telah selesai dilangsungkan pekan lalu dengan membawa banyak perkembangan positif.
Jika, semuanya berjalan lancar Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa konferensi tingkat tinggi bisa dilaksanakan 4 minggu ke depan, dengan syarat bahwa China benar-benar memegang janjinya untuk memenuhi teks perjanjian.
Pekan ini, dialog akan dilangsungkan melalui telekonferensi yang cukup intens, dilansir Reuters. Sambil menunggu kelanjutan negosiasi, investor mulai memperhatikan perkembangan lain yang mungkin muncul. Sebagai contohnya adalah perkembangan dari Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed).
Minggu ini sentimen akan banyak dipengaruhi oleh rilis notulensi rapat (minutes of meeting/MOM) Bank Sentral AS yang akan diumumkan Rabu (10/4/2019) waktu setempat. Analis dari TD Securities menyatakan dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters bahwa investor akan memperhatikan seberapa jauh The Fed bersikap anteng alias dovish.
"Pasar akan melihat sudah seberapa dovish The Fed, dalam hal ini komite pengambil kebijakan (FOMC). Kami meramalkan peluang yang sangat rendah bukan nol, terhadap kemungkinan dipotongnya suku bunga acuan," ujarnya, dilansir Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Most Popular